http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=281915
PRT yang Terlunta
Anis Sholeh Ba'asyin
Budayawan
Jumat, 1 Juli 2011
Sekarang, pemeonya bukan lagi berbunyi: seperti menulis di atas pasir, tapi sudah berubah jadi: seperti menulis di atas air. Akibatnya, bahkan sebelum gema hilang dari udara, masalahnya sudah kita lupakan, tertutup oleh masalah baru yang lebih asyik untuk kita bicarakan! Inilah yang beberapa tahun terakhir ini secara istiqomah kita amalkan dan menjadi ciri menonjol dari wajah negeri kita!
Saya dan kawan-kawan yang terlibat dalam suatu diskusi rutin jadi termangu mendengar penjelasan itu. "Jadi, apakah seharusnya kita diam dan tak perlu menanggapi masalah-masalah yang timbul di negeri kita?" tanya saya sekenanya.
"Justru itu masalahnya!" kata seorang kawan tadi menjawab tanpa ragu.
"Kita sering terjebak! Kita tahu persis bahwa kegaduhan kita tak pernah menghasilkan perubahan yang signifikan, tapi selalu saja kita kembali terpancing untuk mengulangi lagi dan lagi!"
Secara gampangan, gejala gaduh mingguan ini bisa kita sebut sebagai antitesis dari politik pencitraan yang dengan sangat menonjol ditampilkan oleh pemerintah, utamanya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sendiri! Akibatnya, kita terjebak untuk sekadar mendekonstruksi citra, tanpa punya waktu yang cukup untuk menuntaskan seluruh masalahnya!
"Seorang ulama pernah mengatakan, strategi utama iblis adalah selalu mengubah fokus. Dengan fokus yang selalu berubah-ubah, akhirnya kita kehilangan fokus hingga jadi gampang diarahkan ke mana saja semau-maunya! Nah, bukankah istiqomah-nya kegaduhan ini telah membuat kita abai terhadap masalah-masalah pokok dan besar yang harus dijawab dan diselesaikan oleh bangsa ini?" katanya berapi-api.
"Contohnya, hukuman pancung bagi Ruyati! Kalau dengan longgar kita pinjam teori intertekstualitas, kasus ini jadi menonjol dan menarik justru karena dikaitkan dengan pidato Presiden SBY di sidang ILO 4 hari sebelumnya."
"Itu jelas! Kalau saja Presiden SBY tak terlalu mengumbar citra seolah-olah sudah melindungi buruh migran kita, maka kegaduhan yang terkait dengan hukuman Ruyati tak akan seheboh sekarang!" katanya.
"Ah, itu terlalu didramatisasi!" kata saya.
"Faktanya, seorang TKI dihukum pancung tanpa perlindungan yang cukup dari negara, dengan atau tanpa pidato SBY di ILO, tetap akan membuat murka orang!"
"Itulah pokok masalahnya!" katanya menjawab dengan lebih tenang.
"Bayangkan, selama 2009 devisa yang dihasilkan buruh migran mencapai 60 triliun rupiah, tahun 2010 mencapai 63 triliun rupiah, dan selama kuartal pertama 2011 hingga 1,6 miliar dolar AS atau setara dengan 14 triliun rupiah! Dan, apa yang dilakukan negara bagi mereka? Hampir tak ada! Yang terjadi justru pengaplingan dan rebutan antarparpol dan antarkepentingan dalam menggarap lahan yang menggiurkan ini! Akibatnya, pertanggungjawabannya jadi serba tidak jelas, dan korban pertamanya adalah para pahlawan devisa itu sendiri!"
Diskusi yang mulai menarik ini terpaksa terpotong di tengah jalan karena kawan saya yang cukup "dituakan" itu tiba-tiba harus pulang setelah ditelepon istrinya.
Saya tidak tahu harus bersyukur atau beristigfar ketika hari ini membaca berita bahwa Arab Saudi memutuskan untuk berhenti mengeluarkan visa bagi pembantu rumah tangga (PRT) dari Indonesia mulai 3 Juli 2011. Masalahnya, mengapa jawaban tegas itu justru datang dari Arab Saudi dan bukan dari Indonesia yang masih mencoba menawar moratorium hingga Agustus? **
[Non-text portions of this message have been removed]
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment