Advertising

Friday, 29 July 2011

Re: [wanita-muslimah] Islamic inheritance criteria: Investigating Qurâ?Tanic inheritance laws

 

Kalau pendekatan terlalu matematis, maka hukum warisan akan mengikuti pola yang dicontohkan Nabi Muhammad merujuk Qur'an. Padahal :

1) Qur'an pro keadilan, bukan siapa dapat berapa.

2) Qur'an tidak hampa budaya, terikat konteks saat qur'an turun,

3) Pak Munawar Syazali mencoba melihat keadilan sesuai zaman, bukan berarti mau merombak apalagi mengamandemen Qur'an, tetapi justru membumikan supaya tidak ketinggalan zaman.

4) Analog dengan hukum potong tangan maka besaran warisan bukan harga mati.

Menjelang Ramadhon, izinkan saya menyampaikan do'a :

اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبارك لنا في رمضان

 "Ya Alloh berkahilah kami di Bulan Rajab dan Sya'ban dan sampaikanlah kami kepada Bulan Ramadhan"

Wassalam
Abdul Mu'iz

Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----
From: "H. M. Nur Abdurrahman" <mnur.abdurrahman@yahoo.co.id>
Sender: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Date: Sat, 30 Jul 2011 07:00:28
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Reply-To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: Re: [wanita-muslimah] Islamic inheritance criteria: I
nvestigating Qurâ?Tanic inheritance laws

Kilas balik, dikeluarkan dari kantong Dora Emon.

Wassalam
HMNA
*************************************
BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
054. Textual, Kontextual, Konsepsional Mengenai Keadilan

Ada yang bertanya kepada saya. Ini dalam hubungannya dengan acara rutin da'wah Islamiyah di TPI setiap pagi. Yaitu dalam salah satu acara rutin tersebut pernah dikemukakan tentang pembagian warisan 2 berbanding satu antara laki-laki dengan perempuan. Lalu saya berpikir, mungkin banyak yang bertanya-tanya pula, yaitu dihubungkan dengan nilai keadilan. Dan sayapun masih ingat beberapa tahun lalu Menteri Agama Munawir Syadzali pernah mengemukakan pendapatnya pribadi, bahwa dua berbanding satu tidak cocok, artinya dirasa tidak adil kalau dilihat masyarakat di Jawa Tengah, yang perempuannya aktif mencari nafkah, sedang laki-lakinya pasif saja di rumah.

Dalam S.Al Baqarah, 208 Allah berfirman:
Yaa ayyuha lladziena aamanuw dkhuluw fissilmi kaaffah, artinya, Hai orang-orang beriman masukilah Islam secara keseluruhan.

Untuk memasuki Islam secara keseluruhan, haruslah dahulu memahaminya pula secara keseluruhan, tidak secara berkotak-kotak. Artinya ajaran Islam harus difahami secara kaffah (keseluruhan, totalitas), secara nizam (sistem), mempergunakan pendekatan sistem. Secara gampangnya, sistem adalah suatu totalitas yang mempunyai fungsi dan tujuan, yang terdiri atas komponen-komponen yang mempunyai kaitan yang tertentu dan erat antara satu dengan yang lain.

Adapun keadilan menurut ajaran Islam, bukanlah sama rata sama rasa, bukan pula hanya sekadar keseimbangan antara hak dengan kewajiban, melainkan bermakna: menempatkan sesuatu pada tempatnya, dan mengeluarkan sesuatu dari yang bukan tempatnya. Dengan pengertian keadilan seperti itulah, kita akan membahas mengenai keadilan dalam hubungannya dengan pembahagian harta warisan: dua bahagian untuk laki-laki dan satu bahagian untuk perempuan, seperti ditegaskan dalam nash dan adat.

Menurut nash yaitu dalam S. An Nisaa, 4:11:
Yuwshiekumu Lla-hu fie awlaadikum lidzdzakari mitslu hazhzhi l.untsayayni, Allah mewajibkan dalam hal anak-anak kamu untuk seorang laki-laki seperti bagian dua orang perempuan. Dan menurut adat: Laki-laki memikul, perempuan menjunjung.

Masyarakat sebagai sebuah sistem terdiri atas berbagai komponen. Salah satu komponennya adalah sub-sistem nilai. Nilai ada yang utama ada yang tidak utama atau pendukung, instrumental. Nilai utama bersumber dari wahyu dan nilai yang instrumental berasal dari akar yang historis, yaitu produk akal-budi manusia. Dengan perkataan lain, nilai utama adalah nilai agama dan nilai yang instrumental adalah nilai budaya. Menurut istilah Al Quran, nilai utama disebut Al Furqan (Al Quran 2:185). Nilai agama adalah mutlak, tidak bergeser dan nilai budaya tidak mutlak dapat bergeser. Nilai budaya dapat saja tidak bergeser, jika nilai budaya itu larut dalam nilai agama.

Sub-sistem nilai sebagai salah satu komponen masyarakat, menjadi kerangka dasar bagi komponen-komponen lainnya seperti sub-sistem: politik, ekonomi, hukum, estetika dlsb. Atau dengan perkataan lain, sub-sistem nilailah yang menentukan corak, mewarnai, memberikan nada dan irama sub-sistem sub-sistem atau komponen-komponen lainnya.

Salah satu sub-sistem nilai adalah keadilan, dan ini termasuk dalam klasifikasi nilai utama. Secara pendekatan sistem, nilai ini tidak dapat dipisahkan dari nilai utama yang lain, yang meyangkut konsep kepemimpinan. Nilai tersebut tercantum dalam S. An Nisaa, 34: Ar rijaalu qawwaamuwna 'ala nnisaai, Laki-laki itu adalah pemimpin perempuan. Nilai kepemimpinan di atas itu memberikan corak dalam sub-sistem hukum faraid: dua bagian untuk anak laki-laki dan satu bagian untuk anak perempuan.

Dengan pendekatan sistem tersebut, ditambah pula lagi dengan kriteria keadilan yang berupa: tanggung-jawab, kebutuhan, kesanggupan, prestasi, historis, bahkan selera, kita tidaklah akan bingung jika menghadapi suatu keadaan yang menurut hasil observasi kita selayang pandang, perbandingan dua dan satu itu tidak cocok menurut kondisi suatu masyarakat tertentu. Yaitu suatu keadaan khusus dari masyarakat tertentu yang menyimpang dari yang normal. Perempuannya mencari nafkah, sedangkan yang laki-lakinya hanya mempertele burung perkutut di rumah. Kita tidaklah akan begitu saja jika melihat masyarakat yang tidak normal itu, lalu membuat resep yang gampangan, yaitu rumus: Jangan lihat ayat itu secara textual, melainkan lihatlah secara kontextual.

Dengan pendekatan sistem kita tidaklah akan secara gampangan untuk mempertentangkan yang textual dengan yang kontextual. Dengan pendekatan sistem kita akan menjangkau bukan hanya sekadar yang kontextual saja, melainkan jangkauannya adalah yang konsepsional. Dengan konfigurasi ayat di atas rasio, akal dituntun oleh wahyu dan pendekatan sistem yang konsepsional, kita akan melihat bahwa nilai keadilan, maupun nilai kepemimpinan yang memberikan corak pada hukum faraidh, dua berbanding satu, tidak ada pertentangan antara yang textual dengan yang kontextual.

Menurut nilai utama dalam hal kepemimpinan, laki-laki yang memimpin perempuan, maka dalam sebuah rumah tangga, laki-lakilah penanggung jawab secara keseluruhan. Termasuklah di sini antara lain tanggung jawab memberi nafkah anak isteri. Dan menurut ketentuan hukum Islam, pihak isteri mempunyai hak penuh atas hak miliknya yang dibawa bersuami. Artinya sang isteri mempunyai kebebasan penuh dalam mengelola harta miliknya itu tanpa persetujuan suami. Berbeda misalnya dengan hukum barat, sang isteri tidak bebas untuk mengelola sendiri hak milik yang dibawanya dalam perkawinan. Di barat sang isteri harus minta persetujuan suaminya.

Kesimpulannya, laki-laki sebagai penanggung jawab rumah tangga, isteri yang mempunyai hak penuh atas pengelolaan hak milik yang dibawanya, dengan perbandingan dua untuk laki-laki satu untuk perempuan, maka tercapailah keadilan, menempatkan hal itu pada tempatnya. Yaitu Laki-laki dapat dua bagian yang dibawa beristeri untuk dipakai membiayai anak isteri, sedangkan yang perempuan dapat satu bagian yang dibawa bersuami, tidak dibebani apa-apa, selain dirinya sendiri.

Lalu bagaimana dengan permasalahan yang pernah dikemukakan Munawir Syadzali di Jawa Tengah itu? Jawabannya itu adalah distorsi. Masyarakat yang menyimpang itu harus diluruskan dengan Social Engineering, yang mekanismenya utamanya dalam bidang hukum, peraturan perundang-undangan. Sekadar tambahan informasi, Social Engineering, adalah suatu upaya mengubah kondisi masyarakat agar sesuai dengan tatanan yang diinginkan. Dan ini jangan dikacaukan dengan Societal Engineering, yaitu engineering yang dibutuhkan oleh suatu masyarakat. Jadi Social Engineering termasuk dalam ruang lingkup Ilmu-Ilmu sosial, sedangkan Societal Engineering termasuk dalam ilmu-ilmu keteknikan (engineering). WaLlahu a'lamu bishshswab.

*** Makassar, 8 November 1992
[H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/1992/08/054-textual-kontextual-konsepsional.html



----- Original Message -----
From: "Dwi Soegardi" <soegardi@gmail.com>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Saturday, July 30, 2011 5:32 AM
Subject: [wanita-muslimah] Islamic inheritance criteria: Investigating Qurâ?Tanic inheritance laws

One of the common perceptions about Islam is that it dictates a traditional system of Islamic Law ("sharia") which discriminates against women by allowing them to inherit only half as much as men. In fact, the Qur'anic position on these traditional laws is quite debatable; examination of the Qur'anic verses in question will allow us to decide whether or not the inferior position of women's inheritance in traditional Islamic law is justified. While these verses seem clear enough, and were taken as the basis for the inheritance laws laid down by the traditional schools of Islamic law, there is on the other hand the fact that the Qur'an also tells all Muslims to make a will specifying inheritance of their assets.

Story Link
http://www.altmuslim.com/a/a/a/investigating_quranic_inheritance_laws/

-- Sent from my Palm Pixi



[Non-text portions of this message have been removed]



[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment