http://www.analisadaily.com/news/read/2011/10/26/18790/aceh_menuju_pusaran_konflik_baru/#.TqkjF7J0nYU
Hari ini Pkl. 01:08 WIB
Aceh Menuju Pusaran Konflik Baru
Oleh : Teuku Zulkhairi.
Perdamaian Aceh kini sedang terancam. Menggambarkan situasi politik lokal Aceh adalah bagai 'api dalam sekam'. Persoalan yang muncul nampak sulit untuk dituntaskan. Apalagi persoalannya sudah berlarut-larut. Ini bermula ketika fraksi Partai Aceh (PA) di Legislatif tidak menerima keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melegalkan keikutsertaan Calon Independen dalam Pilkda di Aceh.
Sikap fraksi PA di legislatif Aceh, yang merupakan partai lokal (Parlok) terbesar di Aceh adalah sikap resmi PA. Dalihnya, keputusan MK bertentangan dengan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang notabenenya merupakan turunan dari MoU (Memorandum of Understanding) yang dahulu ditandatangi di Helsinki oleh perwakilan Gerakan Aceh Merdeka dan perwakilan pemerintah Republik Indonesia. Dalam UUPA tersebut, memang tersebut bahwa keikutsertaan calon independen di Aceh hanya satu kali, yakni dimasa peralihan Aceh dari konflik ke damai.
PA menganggap, jika pasal tentang calon independen ini dicabut dari UUPA, maka bisa dipastikan pasal-pasal lain kelak akan mudah juga untuk dicabut. Ini sesuatu yang begitu tidak diinginkan oleh Partai Aceh. Dengan alasan apapun, bagi mereka, setiap pasal dalam UUPA adalah harga mati.
Dicabutnya salah satu pasal dari UUPA dianggap sebagai usaha untuk merusak perdamaian. Mengkhianati perjanjian damai yang telah disepakati. Penggerogotan pasal-pasal dalam UUPA akan dimaknai sebagai upaya untuk mengakhiri kesepakatan damai. Namun demikian, beberapa pengamat memprediksi, bahwa PA yang merupakan transmisi ideologi GAM saat ini tidak akan menempuh jalur konflik lagi ditengah realita berbagai sarana dan prasarana negara yang telah mereka genggam.
Namun prediksi tersebut ternyata tidak kuat dan meleset. PA secara organisatorik terbukti tidak mendaftarkan calonnya satu orang pun hingga batas terakhir yang diberikan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) untuk ikut dalam prosesi Pilkada di Aceh. PA bersikeras pelaksanaan Pilkada di Aceh bertentangan dengan UUPA. Dan mereka telah bersiap menggugat MK serta membawa persoalan ini ke Uni Eropa sebagai pihak yang pernah terlibat sebagai fasilitator perdamaian Aceh. Maka, konflik regulasi nampakanya akan terus berlarut-larut. 'Telur' perdamaian bisa terancam pecah.
Disisi lain, keputusan MK merupakan keputusan final yang mengikat. Serta juga diterima oleh banyak rakyat Aceh. Dan bila merujuk pada aturan yang ada, maka masa jabatan gubernur maupun para bupati dan walikota sekarang akan selesai pada 8 Februari 2012, artinya sebelum tenggat waktu itu tiba, maka sudah harus ada gubernur definitif. Bila ini tidak bisa ditepati, masa depan pembangunan Aceh akan berada di ujung tanduk kehancuran. Yang diuntungkan dalam hal ini adalah mereka yang punya akses pada kekuasaan dan akhirnya rakyat lah yang akan kembali menjadi korban. Dan yang ironis, oleh sebagian elit PA rakyat Aceh diberikan dua opsi. Mendukung Pilkada atau UUPA?
Artinya, pusaran konflik baru sudah mendekati rakyat. Tidak lagi hanya di kalangan elit saja. Seharusnya, konflik regulasi ini cukup pada tataran elit saja. Tidak perlu adanya upaya untuk mengkotak-kotakkan masyarakat. Masyarakat tidak akan mendapatkan apa-apa dari sebuah konflik, selain hanya kerugian. Mendukung Pilkada rasanya juga tidak akan memberikan pengaruh signifikan bagi kesejahteraan rakyat, tidak mendukung Pilkada juga rasanya bukan jalan untuk kesejahteraan masyarakat. Jalan untuk mensejahterakan rakyat adalah pembangunan dalam situasi damai. Keakuran dan kesepahaman antara para elit demi kesejahteraan rakyatnya.
Jika konflik regulasi ini berlarut-larut maka kemudian dipastikan akan menyebabkan kian banyaknya kepentingan rakyat yang terabaikan? Kapan program pro rakyat sempat terpikirkan jika kita sibuk terus-terusan terjebak dalam pro kontra calon independen? Kapan sempat terpikir usaha untuk mengentaskan kemiskinan, melawan pemurtadan yang kian merajalela, dekadensi moral remaja Aceh yang kian parah? Jika konflik regulasi ini terus berlanjut, kapan sempat terpikirkan untuk membuka lapangan kerja baru rakyat sehingga mereka tidak menjadi pengangguran?
Urgensi Mediasi Ulama
Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk menghentikan laju konflik regulasi ini?. Rasanya tidak ada jalan lain selain kembali ke meja perundingan. Antara pemerintah pusat dan Partai Aceh. Dalam konteks agama, hanya Alqur'an dan Hadist yang tidak bisa digugat. Tapi dengan qiyas-qiyas yang relevan dengan tujuan teks yang lain, kedua sumber hukum Islam nyatanya tetap ada celah juga untuk didiskusikan kandungan substansialnya jika itu untuk kemaslahatan umat manusi. Konon lagi UUPA yang merupakan produk manusia, yang diharapkan menjadi alat pemersatu dan aturan yang mendamaikan serta mensejahterakan rakyat. Artinya, mendiskusikan hanya satu titik kecil saja dari UUPA dengan tujuan demi kemaslahatan dan atau untuk menjaga kedamaian rakyat, tentu tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang terlarang, apalagi haram.
Dengan menggunakan analoqi qiyas dalam Alqur'an, maka qiyas ini seharusnya juga bisa berlaku bagi UUPA pada situasi pelik seperti ini dengan tujuan untuk kemasalahatan rakyat Aceh. Para elit harus berbesar hati untuk memilih opsi ini karena Aceh harus tetap damai. Tanpa kedamaian maka hak-hak rakyat akan tergerus oleh irama konflik yang merugikan. Ini merupakan opsi ketiga, bagi rakyat untuk bersikap dan bagi para elit untuk mengambil keputusan.
Bagi PA sendiri, walau keputusan untuk tidak terlibat dalam Pilkada adalah keputusan yang patut mendapat apresiasi dari rakyat karena target mereka untuk menyelamatkan UUPA, namun disisi lain PA juga harus berfikir bagaimana menghentikan polemik ini karena jika tidak maka pasti akan merugikan rakyat Aceh secara luas.
Maka disini, para ulama semestinya bisa terlibat dalam upaya memediasi konflik regulasi yang bisa mengancam perdamaian ini. Ulama di mata banyak masyarakat Aceh masih dianggap sebagai figur pemersatu. Tempat meminta fatwa. Ulama harus memberikan cara baru penyelesaian konflik regulasi pilkada ini dengan perspektif Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Aceh. Tentu saja, mediasi oleh ulama ini harus dipersiapkan secara matang oleh kedua belah pihak. Sehingga kemudian bisa mencari jalan baru sebagai opsi ketiga yang bersifat win win solution.***
Penulis adalah Ketua Senat Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Penulis Buku "Catatan Seorang Santri Aceh".
[Non-text portions of this message have been removed]
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment