Advertising

Saturday, 8 October 2011

[wanita-muslimah] Inilah Hasil Putusan Lengkap Komite Etik KPK

 

http://www.mediaindonesia.com/read/2011/10/06/265985/270/115/Inilah-Hasil-Putusan-Lengkap-Komite-Etik-KPK

Inilah Hasil Putusan Lengkap Komite Etik KPK

Kamis, 06 Oktober 2011 14:33 WIB KOMITE ETIK telah mengumumkan hasil pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh sejumlah pimpinan KPK. Pengumuman yang disampaikan di auditorium kantor KPK itu, Rabu (5/10) sore, menyatakan empat pimpinan yang diperiksa semuanya tidak terbukti melakukan pelanggaran etik.

Berikut pengumuman lengkap hasil Komite Etik KPK:

SIARAN PERS HASIL PUTUSAN KOMITE ETIK KPK 2011

I. Pendahuluan

Korupsi merupakan suatu kejahatan luar biasa. Selain menimbulkan kemiskinan, keterbatasan lapangan kerja, dan penderitaan rakyat kecil, ia juga menimbulkan ketidakstabilan sistem politik, ekonomi, hukum, dan sosial budaya. Oleh karena itu, proses pemberantasan korupsi harus dilaksanakan dengan perangkat hukum yang luar biasa (extra ordinary law), seperti undang-undang No. 31/1999 jo UU No. 20/21 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Korupsi juga harus ditangani dengan cara-cara luar biasa (extra ordinary means) dan dilaksanakan oleh suatu lembaga yang juga mempunyai kekuasaan luar biasa (extra ordinary authority) tanpa mengenyampingkan proses hukum yang adil/yang berlaku (due process of law) sebagaimana digariskan dalam UU No 30/2002 tentang KPK. Konsekuensi logis dari alasan-alasan di atas, maka pengelola KPK, baik pimpinan maupun pegawai haruslah individu-individu yang berkualitas khusus agar berhasil mengungkap pelbagai bentuk korupsi karena keprofesionalan mereka sesuai dengan ketentuan pasal 11 UU No. 30/2002 tentang KPK.

Selain itu, diperlukan pimpinan dan pegawai KPK yang berintegritas tinggi dan tegar terhadap godaan dan kiat yang canggih dari mereka yang menentang pemberantasan korupsi dan beritikad buruk terhadap KPK.

Koruptor adalah individu atau kumpulan individu yang tidak akan ragu menggunakan uang, kekerasan fisik dan jaringan kejahatan jika kepentingan mereka terancam oleh kegiatan KPK. Para koruptor tidak segan menggunakan kekuatan dalam perlawanan terhadap upaya bangsa dan negara yang memberantas korupsi dan menyelenggarakan pemerintahan yang bersih.

Perlawanan mereka ini dalam gerakan anti-korupsi disebut 'oruptor melawan' (corruptors fight back). Simak uji materiil UU No. 30/2002 tentang KPK di Mahkamah Konstitusi sebanyak 11 kali, saksikan sumber-sumber pembiayaan gerakan perlawanan terhadap pemberantasan korupsi ataupun penggorengan opini publik agar mengarah pada pembubaran KPK.

Oleh karena itu setiap insan KPK-–pimpinan maupun pegawai-–harus bertahan secara sinambung dalam tingkatan profesional dan integritas tinggi dalam melaksanakan tugasnya mereka senantiasa dikawal secara ketat oleh suatu Kode Etik. Aturan perilaku dan kaidah kebajikan, termasuk suatu Kode Etik, akan memiliki makna strategis jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam pelaksanaan tugas maupun kehidupan pribadi.

Untuk tujuan itu, Kode Etik Pimpinan dan Pegawai KPK menganut asas 'tanpa penyimpangan' (zero tolerance).

II. Penilaian Umum Komité Etik
1. Keterangan para terperiksa, baik Pimpinan maupun Pegawai KPK, diberikan berdasarkan tugas pokok masing-masing individu sesuai dengan ketentuan yang ada. Mereka, tanpa kecuali, menunjukkan kadar kecerdasan, keprofesionalan, dan integritas yang relatif tinggi dalam ukuran manapun. Kombinasi faktor-faktor tersebut menghasilkan, sadar atau tidak sadar, suatu etos tentang lingkungan kerja mereka yang sekaligus mengagumkan dan mengkhawatirkan.

Mengagumkan karena suatu etos, yaitu pandangan tentang sifat-hakekat keunggulan organisatoris KPK niscaya akan terus-menerus meningkatkan kinerja yang mereka lakukan. Mengkhawatirkan karena kombinasi cerdas-profesional-integritas bila tidak didampingi kerendah-hatian dan kesadaran misi secara terus-menerus mudah terjerumus ke dalam kubang arogansi dan eksklusivisme.

Gejala yang tampak seringkali dalam bentuk defisit perhatian pada pendapat umum, bahkan lebih parah lagi berbentuk menyepelekan opini publik yang, memang perlu diakui, mudah diperdayakan. Sikap kurang-peka terhadap apa yang berlangsung di luar diri kita mudah mengakibatkan kelalaian akan apa yang 'patut' atau 'tidak patut' dilakukan oleh pimpinan suatu institusi yang mengemban beban harapan begitu banyak orang, beban yang begitu berat.

Mereka masih memiliki integritas yang tinggi sekalipun ada yang belum memahami secara utuh hakikat keseluruhan code of ethics dan code of conduct yang tergabung dalam Kode Etik Pimpinan dan Kode Etik Pegawai KPK. Dalam suatu Code of Conduct, atau Pedoman Perilaku, misalnya, yang dijadikan sorotan penilaian adalah perilaku seseorang, yaitu perbuatan, kelakuan, sepak-terjang seseorang yang tampak di mata orang atau orang-orang lain.

Di sini fokus dipusatkan pada faktor-faktor yang bersifat lahiriah. Dalam menilai apakah seseorang telah melanggar kaidah tentang perilaku faktor-faktor yang berkecamuk di dalam batin si pelaku, memainkan peran yang tidak penting. Yang penting adalah apa yang terlihat oleh orang lain, oleh masyarakat, bukan itikad baik si pelaku, bukan pula jasa-jasanya yang besar bagi upaya yang terpuji.

Seorang yang berjasa dalam perjuangan kemerdekaan suatu bangsa, yang jujur, yang berniat baik, pada suatu ketika bisa melanggar Kode Perilaku bila ia melakukan perbuatan yang dalam pandangan umum dianggap tidak 'pantas', dinilai tidak "patut" dilakukan seseorang pejuang kemerdekaan yang dihormati orang banyak. Ketidak-utuhan pemahaman ini yang menjadikan mereka terkadang lalai dalam perilaku, khususnya ketika berhadapan dengan pelbagai kiat individu penyelenggara negara tertentu, pengusaha hitam dan politisi bermasalah yang selalu memanfaatkan celah-celah yang ada di internal KPK.

2. Keterangan para saksi internal KPK, selain sesuai dengan Kode Etik dan tugas pokok di masing-masing unit, mereka juga menolak persangkaan adanya penerimaan uang oleh para terperiksa. Meskipun mereka mengakui kebenaran beberapa fakta seperti adanya pertemuan di antara beberapa terperiksa dan penyelenggara negara. Ada pula saksi yang meminta penyempurnaan kekurangan sistem internal KPK, sebagaimana apa yang dirasakan sebagian anggota Komite Etik. Hal ini dapat dimaklumi karena sebagai organisasi baru, masih diperlukan penyempurnaan atas peraturan di internal KPK.

3. Keterangan para saksi dari eksternal KPK pada umumnya menolak tuduhan yang disangkakan terhadap Pimpinan dan Pegawai KPK, khususnya mengenai masalah transaksi uang sebagaimana dituduhkan oleh M. Nazaruddin ('MN'), bahwa ada penyerahan uang ke Chandra M. Hamzah, Moch. Jasin, dan Ade Rahardja. Namun, sebagian saksi mengakui kebenaran pernyataan MN yang mengatakan adanya pertemuan di antara beberapa terperiksa dengan Penyelenggara Negara, khususnya pertemuan di antara Chandra M. Hamzah dengan saudara MN, Benny K. Harman dan Saan Mustofa.

Begitu pula halnya dengan adanya pertemuan di antara Chandra M. Hamzah dengan Anas Urbaningrum. Mereka juga mengakui adanya pertemuan di antara Ade Rahardja, Johan Budi, Rony Samtana dengan MN, Benny K. Harman, dan Saan Mustofa. Mengenai tuduhan adanya penyerahan uang, hanya saudara MN dan sopirnya (Aan) yang mengatakan ada transaksi uang, khususnya di antara pengusaha (Andi dan Wimpy Setiawan Ibrahim) dengan Chandra M. Hamzah serta Andi Mukhayat dengan Moch. Jasin. Tetapi, MN dan sopirnya tidak dapat meyakinkan Komite Etik atas tuduhan mereka karena tidak didukung oleh alat bukti yang signifikan.

Mengenai alat bukti berupa CCTV yang diklaim MN sebagai bukti adanya penyerahan uang dari pengusaha Andi (yang belakangan oleh Penasihat Hukum MN dilengkapi namanya sebagai Andi Narogong) kepada Chandra M. Hamzah, tidak pernah diserahkan kepada Komite Etik.

4. Menurut Komite Etik, apa yang terjadi atas Pimpinan dan Pegawai KPK sekarang ini disebabkan pelbagai hal sebagai berikut:

4.1. Kekurangan sistem internal yang selain berpotensi membuat sebagian pimpinan dan pegawai KPK bisa lalai, ia juga merupakan pintu masuk bagi koruptor untuk melakukan serangan-serangan strategis terhadap KPK. Kekurangan pada sistem internal dalam bentuk kelemahan administrasi terungkap dalam kelambanan tanggapan dan reaksi KPK terhadap permintaan, permohonan ataupun himbauan orang yang berinteraksi sukarela dengan KPK, maupun sebagai saksi, tersangka atau tertuduh.

Kekurangan seperti ini mudah disalah-tafsirkan orang luar sebagai keangkuhan 3suatu super-body, padahal ia bisa saja disebabkan oleh sistem manajemen suatu institusi muda usia yang belum bekerja sebagaimana diharapkan. Mesin organisasi belum tampak sepadan dengan kewenangan organisasi. Kelemahan tersebut antara lain:

4.1.1. Kode Etik Pimpinan dan Pegawai KPK yang tidak memisahkan Kode Etik (code of ethics) dengan Kode Perilaku (code of conduct) sehingga terjadi multi tafsir di lapangan oleh individu pimpinan dan pegawai KPK. Misalnya, ada pimpinan/pegawai yang tidak makan/minum ketika disuguhkan oleh pelaksana acara/kegiatan resmi dan ada yang menerima suguhan tersebut.

4.1.2. Kekurang-sempurnaan peraturan di internal KPK sebagai konsekuensi logis dari sebuah organisasi yang masih baru, dimanfaatkan oleh para koruptor dan pendukungnya dalam upaya melumpuhkan eksistensi KPK.

4.1.3. Keterbatasan sarana, fasilitas kantor, dan SDM sangat mempengaruhi pencapaian kinerja secara optimal yang pada gilirannya dijadikan sebagai alasan oleh pihak-pihak tertentu untuk membubarkan KPK.

4.2. Kekurangan sistem internal KPK sebagaimana disebutkan di atas dijadikan peluang emas oleh para koruptor, pengusaha hitam, dan politisi bermasalah untuk melakukan gerakan perlawanan terhadap proses pemberantasan korupsi, khususnya yang ditangani KPK dalam bentuk corruptors fight back. Kekurangan pada sistem internal yang menyebabkan terjadinya pelanggaran norma perilaku dapat dihindari dengan memperhatikan aturan perundangan yang berlaku. Perlu dipertegas agar Kode Etik KPK memuat referensi pada sumber aturan hidup dan moralitas bangsa yang terdapat dalam konstitusi Republik Indonesia.

Hal-hal yang disebutkan di atas antara lain dapat dilihat dari beberapa fenomena berikut:

4.2.1. Satu-satunya undang-undang yang paling banyak memperoleh uji materi di Mahkamah Konstitusi (sebanyak 11 kali) adalah UU No. 30/2002 tentang KPK. Uji materi tersebut dilakukan dengan maksud agar MK menghilangkan kewenangan-kewenangan khusus yang dipunyai KPK sehingga para koruptor dapat bebas dari jeratan hukum.

4.2.2. Kasus Cicak–Buaya pada dasarnya adalah wujud dari serangan kepada KPK yang dilakukan oleh koruptor dengan memanfaatkan kekurangan individu aparat penegak hukum yang lain. Modus operandi Cicak–Buaya diulangi lagi dalam kasus ini.

Pada kasus Cicak–Buaya, diisukan: Ada penyerahan sejumlah uang kepada Pimpinan dan Pegawai KPK; Ada rekaman pembicaraan dan penyerahan uang; Bahkan mereka juga minta digunakannya lie detector. Sekarang, modus operandi dengan tiga hal tersebut diulangi lagi dengan satu tujuan, lumpuhnya KPK

4.2.3. Pemeriksaan oknum tertentu dari instansi pemerintah/Lembaga Negara yang terlibat kasus korupsi oleh KPK, ditafsirkan sebagai serangan terhadap instansi/lembaga tersebut. Akibatnya, terkesan telah terjadi 'adu mulut' di antara KPK dengan instansi/lembaga terkait.

4.2.4. Pembentukan dan pengendalian opini publik, baik melalui unjuk rasa maupun pemberitaan satu dua media cetak dan elektronik (yang lengah dalam penerapan kode etik jurnalistik) dimanfaatkan betul oleh para koruptor untuk meningkatkan serangannya terhadap eksistensi KPK.

4.3. Akhirnya, kekurangan pada sistem internal KPK mungkin pula disebabkan karena dicampur-adukkannya aturan perilaku, atau Code of Conduct, dengan aturan moral, Code of Ethics. Aturan perilaku bersifat berwujud, deskriptif, konkrit, dan rinci dengan suruhan, larangan, dan sanksi. Aturan moral menyangkut norma-norma kehidupan yang luhur, berjangkauan luas, merasuk ke dalam hati sanubari, penghias nurani batin.

Pelanggaran aturan moral, atau Code of Ethics, tidak bersanksi. Atau lebih baik dikatakan bahwa sanksinya ada, tapi berupa siksaan batin oleh rasa bersalah; ketakutan yang mendalam di sudut batin yang amat dalam akan balasan pada kemudian hari, balasan terhadap orang yang dicintai, bahkan balasan di alam baka.

Aturan perilaku akan selalu bersifat terbatas karena tidak bisa mencakup setiap variasi situasi dan kondisi dalam kehidupan manusia bermasyarakat. Kejelasan perilaku yang secara konkret disebut dalam suatu Code of Conduct pun terbatas pada kemampuan perumusnya memberi gambaran yang gamblang dan lugas.

Bahkan seringkali terjadi bahwa gambaran jelas tentang perilaku terlarang menimbulkan penafsiran ganda. Pada saat-saat kebingungan penafsiran itulah sangat berguna adanya suatu tatanan prinsip-prinsip dasar yang memberi petunjuk bagaimana menjalani kehidupan yang benar, baik, dan berbudi. Code of Conduct bisa saja menyuruh penegak hukum memperlakukan seorang tersangka dengan hormat yang sepantasnya diberi kepada seorang tamu. Seorang penegak hukum bisa saja tidak suka pada aturan itu, dan melanggarnya secara diam-diam.

Namun demikian, bila si penegak hukum yang bersangkutan berkenan menilik Code of Ethics sebagai penjelas perilaku sopan-santun terhadap seorang tersangka, niscaya ia akan menemukan norma yang menganjurkan kita memperlakukan orang lain seperti kita ingin orang lain memperlakukan kita dalam siatuasi dan nasib yang sama.

Suatu aturan bisa tidak jelas, kabur, dan dapat ditafsirkan berbeda-beda. Dalam perbincangan antar-anggota Komite Etik telah timbul gagasan kegunaan suatu badan yang berfungsi sebagai tempat bertanya tentang bagaimana bentuk moralitas terujud dalam menghadapi situasi-situasi atau tantangan tertentu.

Badan tersebut diminta mengeluarkan semacam 'fatwa' tentang kasus-kasus perilaku dalam keadaan kongkrit serta norma etika seperti apa yang seharusnya dijadikan pedoman dalam hal itu. 'Fatwa' semacam itu dikumpulkan seperti kumpulan putusan pengadilan dalam suatu sistematik yurisprudensi peradilan.

III. Penilaian Khusus

1. M. Busyro Muqoddas
Putusan:
Komite Etik beranggapan, tidak ditemukan indikasi pelanggaran pidana dan pelanggaran Kode Etik Pimpinan yang dilakukan oleh terperiksa, M. Busyro Muqoddas. Dengan demikian, terperiksa M. Busyro Muqoddas dinyatakan bebas/tidak bersalah atas semua yang dipersangkakan atas dirinya.

2. Moch. Jasin
Putusan:
Komite Etik beranggapan, tidak ditemukan indikasi pelanggaran pidana dan pelanggaran Kode Etik yang dilakukan terperiksa, Moch. Jasin, baik berupa penerimaan uang maupun pertemuan khusus dengan MN sebagaimana yang dituduhkan. Dengan demikian, Komite Etik menetapkan, saudara Moch. Jasin bebas/tidak bersalah dari semua sangkaan yang dipersangkakan terhadapnya.

3. Chandra M. Hamzah
Putusan:
Komite Etik berkesimpulan bahwa tidak ditemukan indikasi pelanggaran pidana dan pelanggaran Kode Etik oleh terperiksa Chandra M. Hamzah dengan 3 anggota Komite menyatakan dissenting opinion.

Tiga anggota Komite Etik berpendapat berbeda, namun perbedaan tersebut hanya sebatas pada adanya pelanggaran ringan yang telah dilakukan oleh terperiksa. Pada dasarnya menurut anggota Komite Etik yang berpendapat berbeda itu, sebagai pimpinan KPK sudah sepatutnya dan seharusnya terperiksa berhati-hati.

4. Haryono Umar
Putusan:
Komite Etik berkesimpulan bahwa tidak ditemukan indikasi pelanggaran pidana dan pelanggaran Kode Etik oleh terperiksa Haryono Umar dengan tiga dissenting opinion. Tiga anggota Komite Etik berpendapat berbeda, perbedaan tersebut adalah pelanggaran ringan yang telah dilakukan oleh terperiksa, mengingat sebagai Pimpinan KPK sudah sepatutnya dan seharusnya terperiksa berhati-hati.

5. Ade Rahardja
Putusan:
Komite Etik menemukan adanya indikasi pelanggaran ringan yang dilakukan terperiksa Ade Rahardja atas Kode Etik Pegawai KPK dengan dua dissenting opinion. Komite Etik untuk selanjutnya merekomendasikan kepada Pengawasan Internal (PI) untuk diproses sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.

6. Bambang Sapto Praptomosunu
Putusan:
Komite Etik menemukan adanya indikasi pelanggaran ringan atas Kode Etik Pegawai dengan tiga dissenting opinion. Tiga anggota Komite Etik berpendapat berbeda, namun apa yang terjadi masih bisa ditolerir dalam Kode Etik pegawai. Komite Etik untuk selanjutnya merekomendasikan kepada Pengawasan Internal (PI) untuk diproses sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.

7. Johan Budi SP
Putusan:
Terperiksa Johan Budi SP bebas/tidak melakukan pelanggaran pidana maupun Kode Etik Pegawai KPK. Keputusan ini diambil dengan suara bulat.

8. Rony Samtana
Putusan:
Terperiksa Rony Samtana bebas/tidak melakukan pelanggaran pidana maupun Kode Etik Pegawai KPK. Keputusan ini diambil dengan suara bulat.

IV. Rekomendasi

A. Internal
1. Penilaian umum tentang KPK sebagai the only game in town dalam melawan korupsi, pendapat bahwa KPK 'terkutuk' untuk berfungsi sebagai mercu suar kependekaran penegakan hukum dalam jalur rule of law dan pengabdian pada UU, Hukum, dan kemanusiaan, serta pendapat bahwa pengubahan suatu sistem tidak bisa dilakukan dengan cara yang dipakai dalam sistem tersebut.

2. Setiap upaya pengubahan suatu sistem akan mengalami perlawanan dari mereka yang lahir dan dibesarkan oleh sistem tersebut. Kepentingan yang tertanam (vested interest) bila terancam, akan berkoalisi dalam usaha membasmi ancaman yang dialaminya.

Perlawanan terhadap upaya pemberantasan korupsi antara lain mengambil bentuk penghembusan informasi tertentu melalui media ke dalam pasar berita, keterangan, dan opini. Di dalam kultur pasar berita-info-isu-opini suatu berita yang mengandung konflik atau potensi konflik, harganya tinggi. Berita yang belum tentu benar, bahkan seringkali bohong, yang digelindingkan oleh media dalam perputarannya memperoleh kredibilitasnya sendiri, terlepas dari kebenaran.

Oleh sementara pihak, kampanye semacam ini disebut komunikasi politik. Judul itu dewasa ini banyak mengandung unsur yang kita kenal sebagai 'pembunuhan karakter' (character assassination).

3. Sinergi Kode Etik dan Kode Perilaku

Kode etik, atau Code of Ethics, menyangkut moral. Kode Perilaku, atau Code of Conduct, adalah norma-norma perilaku. Kode Etik bersifat larangan dan suruhan yang umum dan luas. Kode Perilaku berisi aturan-aturan tentang bagaimana kita harus berkelakuan dalam beraneka-ragam situasi. Kode perilaku juga melarang dan menyuruh.

Akan tetapi, berbeda dengan Kode Etik, pedoman perilaku memuat sanksi. Kode Etik Pimpinan dan Pegawai KPK mencampur-adukkan norma moral dengan norma kelakuan, sehingga pelanggaran aturan perilaku terkesan sebagai pelanggaran moral hanya karena campuran itu berjudul Kode Etik.

Oleh karena itu, Komite Etik merekomendasikan, perlunya Kode Etik yang umum dan tidak bersanksi dipisahkan dari Kode Perilaku yang mendetail dan pelanggarnya dikenakan hukuman.

B. Eksternal
1. Penyebab pertama terjadinya korupsi adalah niat seseorang. Niat adalah sikap jiwa seseorang untuk melakukan sesuatu sehingga ia erat kaitannya dengan apa yang disebut sebagai "integritas". Nilai-nilai yang ada dalam integritas merupakan domain pendidikan, baik pendidikan rumah, pendidikan sekolah maupun pendidikan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah harus secara serius menangani mental dan integritas anggota masyarakat melalui pendidikan yang secara utuh melahirkan anak didik yang berilmu pengetahuan, berketrampilan dan berakhlak mulia.

Hal ini harus dimulai dengan penciptaan sistem yang komprehensif di mana seseorang mulai masuk sekolah SD sampai PT, tidak menggunakan uang sogok dan uang terima kasih. Proses seleksi dan pengangkatan guru dan dosen harus dalam konteks menjadikan mereka sebagai seorang pendidik, bukan sekadar pengajar sehingga mereka tidak menyalahgunakan dana BOS sebagai lahan korupsi yang subur belakangan ini.

2. Penyebab kedua terjadinya korupsi adalah 'kesempatan' sehingga pemerintah secara serius harus segera mengembangkan sistem administrasi dan tata kelola pemerintahan yang mampu mencegah lahirnya "kesempatan" yang memicu seseorang--pegawai atau pejabat-– melakukan korupsi. Baik korupsi karena kebutuhan (corruption by need), korupsi karena serakah (corruption by greedy), korupsi karena peluang (corruption by opportunity) maupun korupsi yang telanjang (corruption by exposses).

Hal ini dapat terlaksana secara berdaya guna dan berhasil guna dalam waktu yang relatif tidak lama jika Kepala Pemerintahan bersikap tegas dalam mengendalikan proses reformasi birokrasi di seluruh instansi pemerintah dan lembaga negara.

3. Dari segi target yang ingin dicapai seorang koruptor, salah satu jenis korupsi adalah yang dikenal sebagai politic corruption (korupsi politik), yaitu korupsi yang dilakukan dalam proses pemilu, pilpres dan pemilu kada. Selain itu, korupsi politik juga lahir dalam proses pembentukan undang-undang dan Perda di mana kedua belah–-eksekutif dan legislatif-–terlibat secara bersama-sama.

Oleh karena itu, kedua belah pihak hendaknya secara serius mendandani sistem perpolitikan nasional melalui undang-undang partai politik, Pemilu, Pilpres, dan Pemilu kada sedemikian profesional, adil, dan demokratis sehingga tidak terjadi upaya pengumpulan dana secara haram oleh parpol, caleg, capres, dan calon pemerintah daerah.

4. Dalam upaya mendukung sistem perpolitikan nasional yang sehat sebagaimana butir tiga di atas, pihak legislatif juga harus menyempurnakan Kode Etik anggota DPR/DPRD sehingga anggota terelak dari perbuatan dan perilaku tercela. Baik dalam penampilan sebagai calo anggaran, pelaksana proyek atau pun secara bebas melakukan pertemuan secara tidak patut dengan pihak-pihak di luar kantor DPR/DPRD yang berpotensi timbulnya konflik kepentingan yang bertentangan dengan norma-norma kepatutan dalam berpemerintahan dan bernegara.

Jakarta, 5 Oktober 2011
Komite Etik KPK

1. Abdullah Hehamahua (Ketua)
2. Said Zainal Abidin (Wakil Ketua)
3. Ahmad Syafii Maarif (Anggota)
4. Mardjono Reksodiputro (Anggota)
5. Nono Anwar Makarim (Anggota)
6. Dr. Sjahruddin Rasul (Anggota)
7. Bibit Samad Rianto (Anggota)

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment