ngurus akte pake nikah resmi aja berbulan2 alias ruwet apalgi nikah siri.
y itulah aturan main yang dibuat manusia bukannya mempermudah tp malah mempersulit manusia sendiri.
katanya akte sudah online tp harus muter2 cari surat keterangn dll untuk sebuah akte....
mau resmi mau siri,,,,ujung2nya y duit lagi...
hari gini masih berharap warisan............mmgnya klo nikah resmi dijamin dpt warisan???
pikiran ini yang berbhaya krn mengajak org mals bekerja keras dengan berharp pemebrian harta ortu.
maslah anak diluar nikah, sejak jaman nabi sampe sekarg blm ada solusinya...& mnkn jumlah mereka sudah lbh dari 7 turunan.
apakah dengan membedakan tanpa akte,warisan dll jumalh meeka makin sedikit???
maslahnya bukan pada akte, surat resmi dll...
tp bagaimana mencegah shg tidak terjadi Zina..
apakh mnkn???
itu sangat sulit karena perbuatan itu akan sagt disenangi & pasti dibantu setan..
kecuali oleh orang2 yang benar2 bertaqwa............
SubhanaAllah.......
jadi kesimpulannya menrt saya pribadi,
1. akte, surat nikah dll itu hnya sebuah kertas hanya untuk urusan manusia knp dipersulit & diperdebatkn?? mendingan waktu sia2 itu untuk beribadah, memperbaiki diri & kluarga yakinlah dengan mengikuti aturan Tuhan semua masalah ini g akan terjadi. di jaman Nabi dulu blm ada kertas & tdk ada masalah.
2. sekarang udh jaman online, semua dokumen dlm bentuk data elctronic sehingga seharusnya paperless,,,ingat global warming!!! makin banyak kertas makin bnyak pohon yang ditebang. untuk dpt 1 lembar akte min butuh 5-10 lembar dokumen, bayangkan ada jutaan akte.
3. klopun surat resmi, mmgna g bisa dibajak??? toh yg buat surat resmi juga manusia..
jd apa yang g bisa dilakukan dijaman sekarang???
back to the Rule of GOD
KEEP IT SIMPLE
From: "Mu'iz, Abdul" <muizof@yahoo.com>
To: "wanita-muslimah@yahoogroups.com" <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, March 14, 2012 8:57 AM
Subject: Bls: [wanita-muslimah] Fw: MUI Nilai Keputusan MK Soal Status Anak di Luar Nikah Overdosis
To: "wanita-muslimah@yahoogroups.com" <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, March 14, 2012 8:57 AM
Subject: Bls: [wanita-muslimah] Fw: MUI Nilai Keputusan MK Soal Status Anak di Luar Nikah Overdosis
Nikah siri dengan kumpul kebo bedanya terletak pada kesediaan mengikuti tatacara agama, pelaku nikah siri masih mengikuti prosedur nikah secara agama seperti : wali, ijab qabul dengan, saksi, mahar dsb, tetapi kumpul kebo tidak, kesamaannya adalah sama-sama tidak dicatatkan pada negara, sehingga sama-sama tidak memiliki kekutan hubungan hukum, sehingga apabila pasangan memperoleh anak maka sama-sama tidak mendapat pengakuan legal hukum, akan sama-sama sulit memperoleh hak sipil seperti akta kelahiran, atau sengketa waris di hadapan hukum positif.
Wassalam
Abdul Mu'iz
Dari: Waluya <waluya56@yahoo.com>
Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Dikirim: Selasa, 13 Maret 2012 17:32
Judul: [wanita-muslimah] Fw: MUI Nilai Keputusan MK Soal Status Anak di Luar Nikah Overdosis
Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Dikirim: Selasa, 13 Maret 2012 17:32
Judul: [wanita-muslimah] Fw: MUI Nilai Keputusan MK Soal Status Anak di Luar Nikah Overdosis
Pengantar: Saya sedikit berkerut membaca berita dibawah ini, karena apa bedanya nikah siri dengan "kumpul kebo" (hidup bersama tanpa ikatan perkawinan)? Bukankah sama saja, sama-sama "hidup bersamanya" itu tidak dicatat negara?. Mohon yang lebih mengerti bisa memberi pencerahan:
MUI Nilai Keputusan MK Soal Status Anak di Luar Nikah Overdosis
Reni Kartikawati - detikNews
Selasa, 13/03/2012 16:43 WIB
Jakarta Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal status anak di luar nikah memicu perdebatan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai keputusan MK tersebut melampaui batas. Alasannya, keputusan itu bertentangan dengan ajaran agama Islam dan pasal 29 UUD 1945.
"Putusan MK itu telah melampaui permohonan yang sekedar menghendaki pengakuan keperdataan atas anak dengan bapak hasil perkawinan tapi tidak dicatatkan kepada KUA menjadi meluas mengenai hubungan keperdataan atas anak hasil hubungan zina dengan lelaki yang mengakibatkan kelahirannya," ujar Ketua MUI, KH Ma'ruf Amin dalam jumpa pers di kantor MUI, Jalan Proklamasi no 51, Menteng, Jakarta, Selasa (13/3/2012).
Jumpa pers itu digelar untuk menanggapi putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang pengujian UU Nomor 1 Tahun 1774 tentang Perkawian.
Ma'ruf menilai putusan MK tersebut sangat berlebihan, melampaui batas dan bersifat overdosis. Menurutnya, putusan MK ini berdampak konsekuensi yang luas termasuk mengesahkan hubungan nasab, waris, wali, dan nafkah antara anak hasil zina dengan laki-laki yang menyebabkan kelahirannya.
Menurut Ma'ruf, hal ini tidak dibenarkan oleh ajaran Islam. "Akibat nyata putusan MK, kedudukan anak hasil zina dijadikan sama dengan kedudukan anak yang lahir dari hubungan perkawinan yang sah, baik dari segi kewajiban dan perolehan nafkah, terutama hak waris," cetus Ma'ruf.
Sehingga jelaslah putusan MK ini menjadikan lembaga perkawinan menjadi kurang relevan.
Namun Ma'ruf menegaskan, tidak ada diskriminasi terhadap anak hasil zina. "Karena memang hukumnya anak hasil zina itu beda dengan anak hasil perkawinan sah. Kalau anak hasil perkawinan sah mempunyai hubungan dengan bapak dan ibunya. Tapi anak hasil zina hanya punya hubungan dengan ibunya. Begitu hukum agamanya," pungkas Ma'ruf.
Terkait masalah Machica Mokhtar, Ma'ruf mengatakan, hukum kasusnya berbeda. "Karena anak Machica bukan hasil zina, melainkan pernikahan siri atau di bawah tangan. Yang mana hal ini hukumnya (dalam Islam) disamakan dengan yang nikah tercatat di KUA," pungkas Ma'ruf.
MK membuat keputusan revolusioner pada Jumat 12 Februari 2012. MK menyatakan pasal 43 ayat (1) UU No 1/1974 tentang Perkawinan diubah dan menjadi "anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya".
Dengan putusan ini, maka anak hasil nikah siri atau pun di luar nikah berhak mendapatkan hak-haknya dari sang ayah seperti biaya hidup, akte lahir hingga warisan.
(rmd/try)
MUI Nilai Keputusan MK Soal Status Anak di Luar Nikah Overdosis
Reni Kartikawati - detikNews
Selasa, 13/03/2012 16:43 WIB
Jakarta Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal status anak di luar nikah memicu perdebatan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai keputusan MK tersebut melampaui batas. Alasannya, keputusan itu bertentangan dengan ajaran agama Islam dan pasal 29 UUD 1945.
"Putusan MK itu telah melampaui permohonan yang sekedar menghendaki pengakuan keperdataan atas anak dengan bapak hasil perkawinan tapi tidak dicatatkan kepada KUA menjadi meluas mengenai hubungan keperdataan atas anak hasil hubungan zina dengan lelaki yang mengakibatkan kelahirannya," ujar Ketua MUI, KH Ma'ruf Amin dalam jumpa pers di kantor MUI, Jalan Proklamasi no 51, Menteng, Jakarta, Selasa (13/3/2012).
Jumpa pers itu digelar untuk menanggapi putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang pengujian UU Nomor 1 Tahun 1774 tentang Perkawian.
Ma'ruf menilai putusan MK tersebut sangat berlebihan, melampaui batas dan bersifat overdosis. Menurutnya, putusan MK ini berdampak konsekuensi yang luas termasuk mengesahkan hubungan nasab, waris, wali, dan nafkah antara anak hasil zina dengan laki-laki yang menyebabkan kelahirannya.
Menurut Ma'ruf, hal ini tidak dibenarkan oleh ajaran Islam. "Akibat nyata putusan MK, kedudukan anak hasil zina dijadikan sama dengan kedudukan anak yang lahir dari hubungan perkawinan yang sah, baik dari segi kewajiban dan perolehan nafkah, terutama hak waris," cetus Ma'ruf.
Sehingga jelaslah putusan MK ini menjadikan lembaga perkawinan menjadi kurang relevan.
Namun Ma'ruf menegaskan, tidak ada diskriminasi terhadap anak hasil zina. "Karena memang hukumnya anak hasil zina itu beda dengan anak hasil perkawinan sah. Kalau anak hasil perkawinan sah mempunyai hubungan dengan bapak dan ibunya. Tapi anak hasil zina hanya punya hubungan dengan ibunya. Begitu hukum agamanya," pungkas Ma'ruf.
Terkait masalah Machica Mokhtar, Ma'ruf mengatakan, hukum kasusnya berbeda. "Karena anak Machica bukan hasil zina, melainkan pernikahan siri atau di bawah tangan. Yang mana hal ini hukumnya (dalam Islam) disamakan dengan yang nikah tercatat di KUA," pungkas Ma'ruf.
MK membuat keputusan revolusioner pada Jumat 12 Februari 2012. MK menyatakan pasal 43 ayat (1) UU No 1/1974 tentang Perkawinan diubah dan menjadi "anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya".
Dengan putusan ini, maka anak hasil nikah siri atau pun di luar nikah berhak mendapatkan hak-haknya dari sang ayah seperti biaya hidup, akte lahir hingga warisan.
(rmd/try)
__._,_.___
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
.
__,_._,___






0 comments:
Post a Comment