Advertising

Sunday 22 September 2013

[wanita-muslimah] Catatan Tahunan 2012 “KORBAN BERJUANG, PUBLIK BERTINDAK: MENDOBRAK STAGNANSI SISTEM HUKUM”

Catatan Tahunan (CATAHU) 2012 "KORBAN BERJUANG, PUBLIK BERTINDAK:
MENDOBRAK STAGNANSI SISTEM HUKUM CATATAN KTP TAHUN 2012"

http://pulse.me/s/qyUo5
http://www.komnasperempuan.or.id/wp-content/uploads/2013/09/CATAHU-2012-VERSI-INDONESIA-17sept2013.pdf

Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan Tahun 2012 memuat informasi
data kasus kekerasan
terhadap perempuan yang diterima dan ditangani oleh sejumlah lembaga
mitra pengada layanan di
hampir semua provinsi di Indonesia, dan pengaduan langsung yang diterima
oleh Komnas Perempuan
lewat Unit Pengaduan dan Rujukan (UPR) serta pengaduan kasus lewat surat
(termasuk surat elektronik,
fax dan jejaring sosial Komnas Perempuan). Total jumlah kasus KTP pada
tahun 2012 adalah 216.156
kasus yang dilaporkan dan ditangani oleh lembaga-lembaga mitra pengada
layanan, yang terdiri dari
329 PA (unduh laman BADILAG), 87 PN dan PM ( unduh laman BADILUM) dan
dua UPPA (unduh
laman UPPA) ditambah dengan kasus yang ditangani oleh 225 lembaga mitra
pengada layanan yang
merespon formulir KP dengan tepat waktu dan dapat diolah serta
dianalisis datanya. Jumlah angka
KTP ini menjadi hampir 2 kali lipat dari angka tahun sebelumnya
(181%).Seperti telah dijelaskan
terdahulu, 94% data CATAHU Tahun 2013 ini bersumber pada data
kasus/perkara yang ditangani
oleh PA, yaitu mencapai 203.507 kasus (dengan akta cerai). Sisanya
sebanyak 6% - 12.649 kasus KTP
dari lembaga-lembaga mitra pengada layanan yang merespon dengan
mengembalikan formulir KP
(yaitu sejumlah 225 lembaga mitra).

Seperti tahun sebelumnya, tercatat kekerasan di ranah personal mencapai
8.315 kasus (66%)
merupakan kekerasan yang paling banyak terjadi. Meski demikian,
kekerasan di ranah komunitas

Jenis dan bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi ialah kekerasan
seksual (2.521 kasus), diantaranya
perkosaan (840 kasus) dan pencabulan (780 kasus).

Temuan CATAHU 2012 mencatat 14 kasus kekerasan di ranah komunitas yang
paling menonjol adalah
kasus perkosaan berkelompok (gang rape). Usia korban di ranah komunitas
mayoritas antara 13 – 18
tahun atau dikategorikan sebagai usia anak, dengan latar belakang
pendidikan menengah.
CATAHU 2012 juga mencatat Kejahatan Perkawinan oleh pejabat publik yang
mengangkat
kejahatan perkawinan antara lain poligami dan praktek kawin yang tidak
tercatat yang dilakukan oleh
pejabat publik. Termasuk pula pengaduan 102 kasus ke Komnas Perempuan
yang pelakunya adalah
PNS, aparat kepolisian, anggota militer, pejabat pemerintahan daerah
seperti Walikota dan Gubernur,
kepala dinas, anggota DPRD, kepala badan, guru, dosen, tokoh agama, dan
pengurus Parpol. Bentukbentuk
kekerasan terbesar yang dilakukan oleh pejabat dan tokoh publik tersebut
adalah KDRT
atau kekerasan dalam ranah personal. Komnas Perempuan menegaskan bahwa
tidak mencatatkan
perkawinan, tidak memutuskan ikatan perkawinan melalui pengadilan, serta
tidak memenuhi alasan,
syarat dan prosedur bagi laki-laki untuk beristri lebih dari satu
sebagaimana diatur di dalam berbagai
perundang-undangan, adalah tindak kejahatan terhadap perkawinan dan
turut melanggengkan tindak
kekerasan terhadap perempuan.

Sepanjang 2012 tercatat pula pernyataan pejabat publik tentang perempuan
yang diskriminatif
sebagaimana yang disampaikan oleh Marzuki Ali terkait larangan
menggunakan rok mini di DPR, dan
pernyataan Muhammad Nuh tentang siswi korban kekerasan seksual.

Di tengah pelbagai kondisi sebagaimana yang disebut di atas, Komnas
Perempuan mengapresiasi
sistem pendokumentasian Pengadilan Agama yang sangat baik; cepat, akurat
dan mudah diakses (unduh
laman BADILAG), sehingga penting mendorong lembaga peradilan lainnya
melakukan hal yang sama.
Komnas Perempuan mengapresiasi pula sejumlah terobosan hukum yang
dilakukan oleh Mahkamah
Agung yang mengabulkan usulan DPRD Kabupaten Garut, untuk memberhentikan
Bupati Garut,
Aceng HM. Fikri karena tindakannya melakukan perceraian melalui pesan
singkat (SMS) kepada
isterinya FO yang dinikahi hanya dalam empat hari. Serta terobosan hukum
dalam kasus Anand
Krisna, dimana MA menggunakan kewenangannya untuk menciptakan keadilan
bagi perempuan
korban. Komnas Perempuan juga mengapresiasi pernyataan yang kondusif
tentang perempuan yang
disampaikan oleh Rusdy Mastura, Walikota Palu tentang reparasi bagi
korban pelanggaran HAM masa
lalu di Sulawesi Tengah dan pernyataan Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta
menambah jumlah
kendaraan umum untuk mencegah pelecehan seksual. Namun Komnas Perempuan
mencatat bahwa
ada 207 kebijakan di daerah yang diskriminatif terhadap perempuan atas
nama moralitas dan agama.
Hingga Desember 2012 total kebijakan di daerah yang diskriminatif
menjadi 282 kebijakan.

KESIMPULAN

1. Ketersediaan data nasional tentang Kekerasan terhadap Perempuan
sangat penting sebagai
basis untuk membangun mekanisme perlindungan korban, penanganan kasus,
dan pemajuan
HAM perempuan. Ketersediaan dan kemudahan mengakses data sangatlah
membantu proses
penyediaan data nasional. Namun disayangkan bahwa kesadaran akan
pentingnya data nasional
tersebut belum merata. Sistem pendokumentasian yang dilakukan oleh
Pengadilan Agama
sangat bagus dan dengan mudah dapat diakses di web site, sehingga
penting mendorong
lembaga peradilan lainnya melakukan hal yang sama.

2. Kekerasan di lembaga pendidikan, mengeluarkan perempuan korban, siswi
dari sekolah. Usia
Korban semakin muda 13-18 tahun untuk kekerasan ranah komunitas. Mereka
umumnya
menjadi korban kekerasan seksual (perkosaan, perkosaan yang pelakunya
lebih dari seorang
[gank rape], percabulan). Untuk pelaku kekerasan seksual di ranah rumah
tangga/personal,
pelakunya adalah orang-orang yang dekat dengan korban, pacar, teman,
guru, dan ayahnya.

3. Penegakan hukum kerap mengalami hambatan dan atau tidak memenuhi rasa
keadilan korban,
utamanya kasus Kekerasan terhadap perempuan yang pelakunya pejabat
publik dalam hal ini
tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pejabat lembaga negara terjadi di
ranah privat, komunitas,
dan juga di ranah negara. Bahkan ada korban yang justru dikriminalisasi.
Meski demikian
dalam penegakan hukum setidaknya ada 3 putusan pengadilan yang
diapresiasi sebagai
terobosan hukum yang kondusif bagi perempuan korban, dua putusan
Mahkamah Agung
(MA), dan satu putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Keputusan Mahkamah
Agung No. 691
K/Pid/2012 dalam kasus kekerasan seksual yang dilaporkan korban
dilakukan Anand Khrisna,
MA mengabulkan permohonan Kasasi yang diajukan oleh Jaksa penuntut Umum
atas putusan
bebas yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan
putusan MA atas kasus
Perkawinan tidak dicatatkan oleh Bupati Garut, Aceng Fikri yang
mengabulkan pemakzulan
yang diusulkan oleh DPRD Kabupaten Garut. Kemudian, Putusan Mahkamah
Konstitusi
Nomor 46/PUU-VIII/2010 MK tentang Hubungan Keperdataan Anak dengan Ayah. Ini
Catatan tahunan Tentang Kekerasan terhadap Perempuan Tahun 2012 KOMNAS
PEREMPUAN 3
memberi jaminan pada perempuan yang menginginkan kejelasan status hukum
anaknya yang
lahir dari hubungan diluar perkawinan yang sah.

4. Kelompok beragama merasakan gagalnya negara melindungi hak mereka
menikmati dan
menjalankan ibadahnya sesuai agama dan kepercayaannya bahkan terkesan
terjadi pembiaran.
Kehadiran aparat keamanan dalam lebih pada meminta korban untuk
meninggalkan tempat
tingggalnya dan atau lokasi rumah ibadahnya. Adanya kriminalisasi
terhadap korban.
Kebijakan dan penegakan hukum masih diskriminatif, bahkan negara gagal
untuk memastikan
dipatuhinya putusan pengadilan (Mahkamah Agung) yang mengakui hak-hak
korban.

5.
akar yang menjadikan perempuan mengalami kekerasan berlapis. Selain
perempuan kehilangan
akses ekonomi untuk dapat bertahan hidup mereka ada yang alih profesi,
dan merubah pola
konsumsi.

REKOMENDASI
1. Agar KPPA membangun mekanisme pengadaan data nasional terkait
kekerasan terhadap
perempuan .
2. Dengan meningkatnya kekerasan terhadap anak, maka:
2.1. Agar Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kementerian
Pemberdayaan dan
Perlindungan Anak untuk membangun system pencegahan dan penanganan kekerasan
terhadap anak serta mensosialisasikan UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
2.2. MENDORONG Kementerian Pendidikan Nasional memberikan pendidikan
kesehatan
reproduksi dan hak seksualitas di sekolah. Serta membuat mekanisme
pengaduan dan
layanan di institusi pendidikan yang ramah terhadap perempuan. Apabila
mencermati data
kasus mengenai usia korban dan pelaku ini, kiranya perlu dikembangkan
semacam program
berkaitan dengan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan
di lingkungan
sekolah dan kelompok-kelompok

Sent from Pulse - http://pulse.me


------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
wanita-muslimah-digest@yahoogroups.com
wanita-muslimah-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://info.yahoo.com/legal/us/yahoo/utos/terms/

0 comments:

Post a Comment