Advertising

Sunday, 1 September 2013

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA -- MENSEJAJARKAN SUKARNO-HATTA Dng SUHARTO,,Adalah PENGHINAAN Atas SEJARAH BANGSA

Kolom IBRAHIM ISA

Minggu, 01 September 2013
----------------------------------------


MENSEJAJARKAN SUKARNO-HATTA Dng SUHARTO

Adalah PENGHINAAN Atas SEJARAH BANGSA


* * *

Mensejajarkan tokoh-tokoh nasional Proklamator Kemerdekaan Indonesia Sukarno-Hatta, -- dengan Panglima Kopkamtib Jendral Suharto yang merebut kekuasaan negara dan pemerintah Indonesia melalui suatu kampanye pembatantaian masal , --- sungguh merupakan suatu penghinaan terhadap kesadaran bangsa ini mengenai fakta sejarah Indonesia. Suatu pemutar-balikkan fakta sejarah yang tak terbayangkan bagi siapa saja yang menghormati dan mengakui kenyataan sejarah bangsa Indonesia sekitar periode 1965/66.


Demi menyelamatkan bangsa dari meluasnya pertumpahan darah, pembantaian masal sekitar 1965, Bung Karno menolak saran sejumlah perwira-perwira tinggi AD, Auri, Korps Marinir, dan Kepolisian yang setia pada Presiden Sukarno, untuk mengambil tindakan militer menghukum serta menghancurkan usaha kudeta merangkak Jendral Suharto (inforamasi-inern ini diperoleh penulis dari Ibu Suryadarma, istri mantan Panglima dan pendiri AURI,yang ketika itu menjabat Rektor Universitas Respublica – dalam suatu pertemuan di Jakarta akhir Oktober 1965 dalam kesempatan Konferensi Internasional Anti-Pangkalan-Pangkalan Militer Asing (KIAPPMA). Meskipun ketika itu Bung Karno sadar bahwa menolak saran perwira-perwira ABRI yang setia pada Presiden RI, -- itu berarti memberi kesempatan kepada Jendral Suharto dan klik militernya, untuk meneruskan kudeta merangkaknya, serta meluaskan kampanye pembataian orang-orang Kiri.


Sikap negarawan yang dihormati terhadap Wakil Presiden Moh. Hatta, adalah ketika ia dengan rela mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden RI. Di satu fihak menunjukkan perbedaannya dengan Presiden Sukarno mengenai penilaian terhadap situasi politik nasional ketika itu. Di lain fihak secara terhormat, juga demi persatuan nasional bangsa, mengundurkan diri, berpisah politik dengan Sukarno. Dengan demikian menghindari terjadinya krisis nasional, demi Republik Indonsia, dan memberikan kesempatan kepada Prsiden Sukarno untuk menjalankan kebijakannya.


Pada peristiwa lainnya mantan Wakil Presiden Hatta menunjukkan sikap negarawan ketika ia tegas meluruskan pemelintiran sejarah sekitar Pancasdila, ketika pakar sejarah Orba Prof Nugroho Notosusanto dkk berkomplot untuk menegasi peranan Bung Karno sehubungan dengan lahirnya dasar falsafah negara PANCASILA.


* * *


Di lain fihak . . . sejarah bangsa ini mencatat, bahwa Jendral Suharto berhasil menyalah-gunakan “Supersemar” _ Surat Perintah Sebelas Maret, dan posisinya sebagai Panglima Kopkamtib, membungkam Presiden Sukarno dan selanjutnya melakukan tahanan rumah terhadap beliau, dalam keadaan sakit tanpa perawatan dokter yang wajar, sampai akhir hidupnya.


Seperti pernah diungkapkan oleh Dewi Sukarno dan Sukmawati Sukarnoputri, Bung Karno, Presiden Rpublik Indonesia telah dikihanati oleh Jendral Suharto demi merebut kekuasaan negara, secara pelan-pelang telah membunuh Prsiden RI.


Bung Karno “rela” jabatannya sebagai Presdien RI “diserobot” Jendral Suharto, demi mencegah pertumpahan darah dan demi kesatuan serta persatuan bangsa. Jendral Suharto sebaliknya, demi merebut kekuasaan negara, ia melakukan kudeta dengan mengorbankan hampir sejuta warga tidak bersalah .


Bukankah watak dan jiwa kebangsaan Sukarn-Hatta berbeda besar seperti bumi dan langit dengan jiwa pengkhianatan Jendral Suharto?



* * *


Bukankah absurd “usul” sementra elit politik dan militer mencantumkan nama Jendral Suharto, pada sebuah jalan, di Jakarta, mensejajarkannya dengan Proklamator RI, Sukarno-Hatta??


Nasion ini belum sampai begitu merosot kesadaran berbangsanya, kesadaran sejarahnya untuk bisa menerima saran “absurd” tsb.


Sejarawan muda Dr Aswi Warman Adam,

Peneliti Senior LIPI, memberikan resposnnya terhadap usul “absurd” tsb. Seperti diberitakan oleh Detiknews hari ini, a.l. Sbb:


Jasa Soeharto Tak Setara Dengan Soekarno-Hatta


Jakarta - Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam menyatakan usulan penamaan Jl Soeharto menggantikan Jl Medan Merdeka Barat terlalu kontroversial dan tak efektif. Jasa mantan presiden Soeharto tak sebesar jasa Soekarno dan Muhammad Hatta.

"Jasanya tidak setara dengan Soekarno-Hatta. Cukuplah Jl Medan Merdeka Barat dan Utara jadi Jl Soekarno, serta Jl Medan Merdeka Timur dan Selatan menjadi Jl Hatta," kata Asvi. . .

Menurut Asvi, catatan sejarah telah menyatakan Soeharto mempunyai banyak kesalahan saat berkuasa. Maka, Presiden Indonesia yang berkuasa selama 32 tahun itu tak perlu dijadikan nama jalan.
"Yang paling berjasa adalah proklamator, Soekarno-Hatta. Sementara Soeharto masih ada polemik. Ada yang mengatakan dia berjasa banyak membangun Indonesia, namun banyak juga yang mengatakan tangannya berlumuran darah,"

. . . . .masa pemerintahannya juga diidentikkan dengan aksi-aksi pelanggaran kemanusiaan seperti penculikan dan pembunuhan orang, Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), serta pengekangan kebebasan informasi. Menurut Asvi, penamaan Jl Soeharto lantas menjadi kontroversial.

"Soeharto sendiri pernah diusulkan menjadi pahlawan nasional, tapi malah menjadi kontroversial. Kemudian ini akan menjadi nama jalan. Ini bukan pantas tak pantas, tapi kontroversial. Tidak efektif,".

* * *

Tanggapan lainnya:

Kisah Jalan Medan Merdeka yang membakar semangat Soekarno. Merdeka.com – 3 jam yang lalu


Pada 19 September 1945, Soekarno menyampaikan pidatonya di Lapangan Ikada. Pidatonya yang menyuarakan kemerdekaan Indonesia dan menentang kolonialisme, imperialisme, dan penjajahan ini disampaikan di depan Rapat Akbar yang dihadiri banyak massa.

Semangat Soekarno membara saat berpidato di lapangan Ikada saat itu. Antusiasme massa dan semangat patriotik mereka membuat gaung kemerdekaan menyebar ke seantero negeri.

Soekarno lalu mengganti nama Lapangan Ikada menjadi Medan Merdeka. Karena di lapangan itulah kemerdekaan dipekikan dan disambut ribuan warga pribumi yang memadati lapangan Ikada.

Dan sejak itulah lapangan tersebut dinamai Medan Merdeka. Sedangkan jalan di empat sisi lapangan dinamai masing-masing Jalan Medan Merdeka Utara, Barat, Selatan dan Timur.

Soekarno lalu meminta agar dibuat sebuah monumen nasional yang bisa menjadi simbol kebanggaan bangsa Indonesia. Sokarno menginginkan rakyat Indonesia yang baru saja merdeka memiliki sesuatu simbol yang menjadi kebanggaan bangsa, sebuah monumen untuk memperingati perjuangan untuk mencapai kemerdekaan. Maka ia memprakarsai pembangunan Monumen Nasional (Monas) pada 1961.

. . . . . .

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo akan mengajukan penggantian nama jalan di kawasan Istana Negara kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ini merupakan usulan dari Panitia 17.

"Nanti Panitia 17 menyampaikan kepada Gubernur. Kemudian, Gubernur membuat surat dan menyampaikannya kepada Presiden RI," kata Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), di Padang, Sabtu (31/8).

Menurut dia, Tim panitia 17 mengusulkan Jalan Medan Merdeka Utara diubah menjadi Jalan Soekarno, "Jalan Medan Merdeka Selatan diusulkan menjadi Jalan Hatta, Jalan Merdeka Timur menjadi Jalan Soeharto, dan Jalan Merdeka Barat diubah menjadi Jalan Ali Sadikin," ujar dia.

Namun, yang telah disepakati panitia untuk diajukan kepada Presiden, hanya dua yakni Jalan Merdeka Utara menjadi Jalan Soekarno dan Jalan Merdeka Selatan diubah menjadi Jalan Hatta Sedangkan, dua nama jalan sisanya masih kontroversi beberapa pihak.

"Mengenai nama Bang Ali Sadikin dan Pak Soeharto masih kontroversial. Kita fokus dulu pada Bung Karno dan Pak Hatta," kata Jokowi.

Dia mengatakan, saat ini penggunaan nama Soekarno-Hatta sebagai nama jalan di Jakarta masih dibahas Panitia 17. "Rencananya pada awal September 2013, perubahan nama jalan ini akan disosialisasikan ke masyarakat luas," kata dia.

Menurut dia, kalau nama-nama jalan itu diubah, dampaknya akan berupa penyesuaian kode pos, kop surat dan lain-lain.

"Ini akan berpengaruh. Itu konsekuensinya, namun yang jelas pemerintah akan menyosialisasikan nama-nama jalan baru itu," ungkap dia.

Target pada tanggal 10 November, tambah Jokowi, Jalan Merdeka Utara dan Jalan Merdeka Selatan diresmikan menjadi Jalan Bung Karno (di Merdeka Utara) dan Bung Hatta (di Merdeka Selatan).

Dia menambahkan, rencana penggantian nama-nama jalan tersebut dengan pertimbangan untuk menghargai jasa-jasa para pahlawan nasional, serta bertujuan sebagai sarana rekonsiliasi."Kita ingin membangun sebuah rekonsiliasi melalui nama-nama pahlawan itu. Saya setuju. Sekarang, rencana ini masih dimatangkan," kata dia.

Namun hingga kini usulan tersebut masih menimbulkan pro dan kontra.*

Sumber: Merdeka.com




* * *

0 comments:

Post a Comment