Advertising

Monday 10 May 2010

[wanita-muslimah] Kang Said: Menata Orientasi Jihad NU

 

Menata Orientasi Jihad NU

Oleh: Said Aqiel Siradj

Jawa Pos, [Senin, 10 Mei 2010]

NU yang mengusung nilai-nilai Aswaja dikenal sebagai ormas Islam berwatak
kebangsaan. Kelahiran NU merupakan bagian dari dinamika dan pertumbuhan
bangsa, yakni sebagai wujud kegairahan luhur para ulama dalam membangun
peradaban.

Para pendiri NU dengan keunggulan komparatifnya secara gigih dan penuh
perjuangan mengelola pilar-pilar perbedaan sehingga bisa mewujudkan
harmonisasi yang konsisten. Di sini, kita temukan titik koordinatnya ketika
kita sama-sama memperbincangkan idealisasi NU, yaitu NU yang reformis dan
dinamis yang senantiasa dinaungi oleh spirit moral yang bercahaya.

Kepatriotan NU

Jiwa kebangsaan NU mengacu pada kekayaan sejarah dan budaya Nusantara. Paham
tersebut dengan sendirinya mengandung semangat menghargai tradisi,
pluralitas budaya, dan martabat manusia sebagai makhluk budaya. Dalam
perspektif kebangsaan semacam itu, lokalitas mendapat tempat terhormat.

Kepatriotan yang bersifat kultural tersebut perlu ditegaskan karena
kelahiran NU tidak pernah menyingkirkan nilai-nilai lokal. Sebaliknya, ia
berakulturasi dengan tradisi dan budaya masyarakat setempat. Proses
akulturasi tersebut telah melahirkan Islam dengan wajah yang ramah terhadap
nilai budaya setempat serta menghargai perbedaan agama, tradisi dan
kepercayaan, warisan budaya Nusantara. Otomatis, NU memiliki wawasan
multikultural.

Kemampuan NU melakukan praksis, dalam arti memadukan ajaran Islam tekstual
dengan konteks lokalitas dalam kebijakan hidup beragama, melahirkan wawasan
dan orientasi politik substantif. Cara NU membawa ajaran Islam tidak melalui
jalan formalistis, lebih-lebih lewat cara membenturkannya dengan realitas
secara frontal, tetapi dengan cara lentur.

Setelah Indonesia merdeka, orientasi NU lebih terkonsentrasi pada
transformasi bidang sosial-politik. Jasa para kiai dan warga NU dalam perang
kemerdekaan -sungguh pun tak dicatat dalam sejarah- sangat memberikan andil
bagi kelangsungan negara RI. Era transformasi bidang sosial-politik itu
berakhir saat NU memutuskan kembali ke Khitah 1926 dalam Muktamar Ke-27 NU
pada 1984 di Situbondo. Mulai saat itu, NU membuka lembaran baru dalam
rangka transformasi bidang sosial-ekonomi.

Absennya NU dalam panggung politik di bawah kekuasaan rezim Orba justru
mampu menyelamatkan bangsa dari chaos. Ketidakhadiran NU dalam kancah
politik praktis tersebut, selain merasa bahwa eksistensi jam'iyyah diniyyah
ijtima'iyyah-lah yang lebih cocok, mampu menekan warga NU untuk tidak
terbuai dengan kekuasaan yang korup, kolutif, dan manipulatif.

Jihad NU

Pada era reformasi ini, NU harus benar-benar menjadi hati nurani bangsa.
Saat warga bangsa terlarut dalam perburuan kekuasaan, NU harus tampil dengan
pesan-pesan moralitas politik. Tidak terjunnya NU ke kancah politik praktis
juga memainkan peran strategis bagi kontinuitas bangsa dan negara. Secara
politis, warga NU semakin leluasa menyalurkan aspirasi politik. Sementara
itu, para ulama tetap konsisten pada pencerahan gerakan moralitas tanpa
terkooptasi oleh kekuatan politik mana pun. Di sinilah, jati diri NU akan
lebih berharga dan bermanfaat bagi bangsa.

Karena itu, saat ini, jihad yang perlu dilakukan NU adalah, pertama,
mengembalikan spirit agama sebagai "roh" politik kebangsaan. Aspek-aspek
agama tetap harus pada posisinya sebagai spirit absolut yang mewarnai
sejarah perjalanan NU. Bukan sebaliknya, agama dijadikan sebagai kulit
kebudayaan untuk membungkus hipokrisme-hipokrisme kekuasaan.

Kedua, praktik politik kebangsaan NU sebagai kekuatan moral dan kultural
membutuhkan instrumen yang bersifat struktural. Tetapi, hal itu bukan
berarti bahwa penempatan struktural tersebut identik dengan klaim-klaim
kekuasaan. Sebab, yang patut dijauhi adalah politisasi NU yang hanya akan
mereduksi tujuan utama NU.

Ketiga, NU harus memberikan wahana yang seluas-luasnya bagi internalisasi
Khitah NU agar politik kebangsaan NU memiliki akar yang kukuh. Dengan
demikian, kekuatan struktural-politik tidak akan melakukan tindakan
hegemonik terhadap NU.

Keempat, upaya pengukuhan nilai NU yang berdaya tawar tinggi dalam konteks
kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai dan tradisi NU diharapkan
muncul sebagai kekuatan alternatif manakala praktik-praktik politik
konvensional telah dipandang merugikan bangsa. Di sinilah, perlunya peran
ulama untuk selalu mengaktualisasikan nilai-nilai NU sebagai karakteristik
kebangsaan agar kita tidak menjadi korban dalam transformasi global.

Khidmat Kerakyatan

Dalam banyak kasus, godaan politik sekarang sungguh besar akibat
desentralisasi sistem pemerintahan yang memberikan peluang kepada
ormas-ormas keagaman untuk ikut bermain pada arena pilkada. Ormas keagamaan
masih menjadi lumbung suara yang seksi. Tapi, NU harus berani menepis
rayuan-rayuan politik. Bukankah kegelisahan-kegelisahan mulai muncul di
kalangan elite NU tentang beralihnya aset-aset NU ke kelompok lain, tidak
terawatnya kader andal, dan terlalu berlebihan dalam melakukan manuver
politik?

NU sejak awal didirikan adalah gerakan sosial-keagamaan yang memberikan
perhatian terhadap masyarakat kecil dan kemandirian pesantren. Khitah NU
sesungguhnya hendak menguatkan kembali moral. Dengan demikian, peran NU
berarti di level akar rumput masyarakat NU dan di tengah kebangsaan
Indonesia.

Selama ini, memang terjadi sinisme terhadap NU yang disebabkan elite-elite
NU tidak mengurusi masalah-masalah riil masyarakat dan cenderung berfungsi
untuk meraih jabatan politik kekuasaan sesaat. NU adalah kebangkitan para
ulama. Karena itu, kebangkitan yang dipelopori ulama perlu menampakkan watak
keulamaan yang konsen kepada rakyat bawah, konsen terhadap masalah-masalah
kebangsaan, dan bukan menggeret NU ke kancah politik praktis.

Inilah saatnya NU kembali berorientasi pada kerja-kerja sosial, seperti
dakwah, pendidikan, dan ekonomi. Persoalan politik biarlah diserahkan kepada
para pelaku politik. Jika NU ingin tetap eksis, orientasinya harus ditata
untuk mengurusi persoalan umat. (*)

Prof. Dr. KH. Said Aqiel Siradj, Ketua Umum PBNU

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment