Syariat Islam Bukan Ancaman, Tapi Solusi
Oleh Akhiril Fajri
Ketika seruan penerapan Syariat Islam sebagai solusi atas krisis yang menimpa negeri ini semakin menguat, ada juga sebagian kalangan yang tidak menginginkan Syariat Islam diterapkan karena dianggap sebagai ancaman bagi
Indonesia. Namun, dalam hal ini perlu kita kaji ulang terlebih dahulu secara objektif, benarkah demikian?
BAHWASANYA secara real, ada dua ancaman utama terhadap negeri ini, pertama, sekularisme yang makin memurukkan negeri ini dan neoimperialisme atau penjajahan model baru yang dilakukan oleh negara adikuasa. Sejak
Indonesia merdeka, telah lebih dari 65 tahun negeri ini diatur oleh sistem sekuler.
Di tengah-tengah sistem sekularistik ini lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Akibatnya, bukan kebaikan yang diperoleh rakyat Indonesia yang mayoritas Muslim itu, melainkan berbagai problem
berkepanjangan yang datang secara bertubi-tubi. Lihatlah, meski Indonesia adalah negeri yang amat kaya dan sudah lebih dari 65 tahun merdeka, sekarang ada lebih dari 100 juta orang terpaksa hidup dalam kemiskinan.
Puluhan juta angkatan kerja menganggur. Jutaan anak putus sekolah. Jutaan lagi mengalami malnutrisi. Hidup semakin tidak mudah dijalani, sekalipun untuk sekadar mencari sesuap nasi. Negeri ini penghasil minyak, namun untuk mendapatkan minyak tanah rakyat harus mengantre berjam-jam. Bagi mereka yang lemah iman, berbagai kesulitan itu dengan mudah mendorongnya untuk melakukan tindak kejahatan. Sepanjang krisis, kriminalitas dilaporkan meningkat 1000%, angka perceraian meningkat 400%, dan penghuni rumah sakit jiwa meningkat 300%. Wajar jika orang lalu bertanya, sudah 65 tahun merdeka, hidup kok makin susah.
Kedua, neoimperialisme. Indonesia memang telah merdeka, namun penjajahan tidaklah berakhir begitu saja. Nafsu negara adikuasa untuk tetap melanggengkan dominasi mereka atas Dunia Islam, termasuk terhadap Indonesia, demi kepentingan ekonomi dan politik mereka tetap bergelora.
Neoimperialisme dilakukan untuk mengontrol politik pemerintahan dan mengisap sumber daya ekonomi negara lain. lihatlah penyerahan blok kaya minyak Cepu kepada Exxon Mobil, juga pembiaran terhadap Exxon yang terus
mengambil 80 triliun kaki kubik gas di Natuna meski sudah 25 tahun tidak diproduksi, ditambah lagi subsidi BBM untuk rakyat yang kini juga dicabut.
Selain itu, melalui instrumen utang dan kebijakan global, lembaga-lembaga dunia seperti IMF, World Bank, dan WTO dibuat juga tidak untuk sungguh-sungguh membantu negara berkembang, tetapi sebagai cara untuk melegitimasi langkah-langkah agar semua potensi kekayaan alam yang semestinya di nikmati rakyat justru dikuasai mereka. Akibatnya, negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, tidak lagi merdeka secara politik dan membuat kebijakan yang merugikan negara. Tak pelak lagi, rakyatlah yang akhirnya menjadi korban, seperti yang kita saksikan sekarang.
Di balik itu semua ketika Syariat Islam akan menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan akibat sistem sekuler dan khilafah menghentikan neoimperialisme yang kini tengah menimpa negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia, muncul juga beberapa kalangan yang meragukan Syariat Islam. Mereka mengatakan Syariat Islam tidak cocok dengan masyarakat yang heterogen.
Keraguan ini pada dasarnya cermin kegagalan mereka memahami realitas masyarakat itu sendiri. Di kehidupan ini, tidak ada dan tak akan pernah ada masyarakat yang homogen. heteroginitas/pluralitas masyarakat memang sudah dimulai dari dulu hingga akhir zaman nanti. Bahkan, heterogenitas merupakan sunatullah, sebagaimana tercermin dalam salah satu firmannya,
"Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.."(Q.S. Al-Hujuraat [49]).
Faktanya pun, hukum yang diterapkan kini bukan di kalangan yang homogen. Sebagai contoh, di Amerika tidak semua penduduknya satu agama, tapi aturannya yang diterapkan Amerika adalah Kapitalisme. Di Indonesia terdapat empat agama resmi yang diakui, tapi aturan yang diterapkan adalah kapitalisme sekularisme. Di Tiongkok, puluhan juta dari berbagai umat tinggal di sana. Tapi, aturan yang diterapkan sosialisme komunisme.
Jadi, tidak konsisten dan tak adil apabila menolak ditegakkannya Syariat Islam dengan alasan pluralitas. Terlebih lagi, mengapa seolah-olah yang dihakimi hanyalah Islam? Sedangkan kapitalisme maupun sosialisme yang nyata-nyata telah membawa kerusakan itu tidak? Bahkan, kapitalisme sendiri sudah diterapkan 67 tahun di negeri yang mayoritas muslim ini. Mengapa lalu Ideologi islam diragukan? Jelas itu hanyalah alasan yang dibuat-buat dan irasional.
Sejarah juga telah membuktikan bahwa dalam khilafah Islam bukan hanya muslim. Agama-agama lain seperti Yahudi dan Nasrani dibiarkan di dalamnya. Sejak Nabi Muhammad SAW mendirikan Islam di Madinah, kaum Muhajirin, Anshor, Yahudi, Nasrani, bahkan kaum musyrik sekalipun ada di dalamnya. Dalam sejarah pun tercatat tidak pernah terjadi pembantaian dan pengusiran oleh kaum muslim terhadap kaum minoritas non muslim. Tidak pernah ada
pemberantasan etnis minoritas tertentu yang dilakukan kaum muslim. Masih ingat kita kisah Salahuddin al-ayyubi ketika ingin mengembalikan Al-quds Palestina, di mana akhirnya pendeta nasrani itu memberikan kunci masjid dan tidak ada pembantaian sama sekali. Juga dalam sejarah penerapan Syariat Islam di Spanyol, Kaum muslim, nasrani, dan Yahudi hidup berdampingan, bahkan sampai dikenal oleh sejarawan barat, Spain in three religion with chalipate. dan Spanyol di bawah naungan khilafah Islam hidup aman, damai, dan sejahtera. Hal ini juga diakui secara jujur oleh
intelektual Barat seperti sejarawan Philip K. Hitti dalam bukunya History of Arab. Dia mengatakan: ''The term Islam may be used in three sense : originally a religion, Islam later became a state, and finallya a culture''. Bahkan Paul Kennedy dalam bukunya The Rise and Fall of the Great Powers: Economic Change an Military Conflict from 1500 to 2000, juga menulis: ''Khilafah Utsmani, dia lebih dari sekadar mesin militer, dia telah menjadi penakluk elite yang telah mampu membentuk satu kesatuan iman, budaya, dan bahasa pada sebuah area yang lebih luas daripada yang
dimiliki oleh Empirium Romawi serta untuk jumlah penduduk yang lebih besar. Dalam beberapa abad sebelum tahun 1500, dunia Islam telah jauh melampaui Eropa dalam bidang budaya dan teknologi. Kota-kotanya demikian luas, terpelajar, perairannya sangat bagus. Beberapa kota di antaranya memiliki universitas dan perpustakaan yang lengkap dan memiliki masjid yang indah. Dalam bidang matematika, kastografi, pengobatan, dan aspek-aspek lain dari sains dan industri, kaum muslimin selalu berada di depan''. Ini adalah bukti sejarah yang tidak dapat dimungkiri siapa pun
yang paham sejarah peradaban dunia.
Lalu kenapa mereka meragukan syariat dan khilafah, bisa jadi karena kurang menghayati bahwa syariat Islam untuk kebaikan bersama. Allah sendiri telah menjelaskan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam. Dari ayat tersebut sudah jelas Islam diturunkan bukan untuk mendatangkan rahmat bagi manusia saja. Namun, Islam mampu memberikan kerahmatan pada hewan, tumbuhan, dan seluruh isi jagat raya kehidupan.
Sebagai satu contoh, Islam menetapkan padang rumput (hutan), api (barang tambang), dan air milik umum (masyarakat) serta negara tidak boleh memilikinya, apalagi individu dengan memprivatisasinya. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu landasan kepemilikan dalam perekonomian Islam adalah untuk kesejahteraan masyarakat. Yang Pasti hal ini demi kemaslahatan seluruh manusia, karena dalam Islam kekayaan hakikatnya adalah milik rakyat, yang harus dikembalikan kepada rakyat sebagai bentuk public service. Karena itu pula, penegakan syariah Islam dan khilafah harus dibaca sebagai bentuk kepedulian yang amat nyata oleh umat Islam dalam berusaha mewujudkan kehidupan yang lebih baik pada masa datang, dan dalam rangka mewujudkan negeri yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghaffur.
sumber: radarlampung.co.id (11/7/2011)
----- Original Message -----
From: Sunny
To: Undisclosed-Recipient:;
Sent: Thursday, October 06, 2011 1:47 PM
Subject: [wanita-muslimah] Why Is Islamic Extremism Growing in Indonesia?
Ref: Apakah Anda mempunyai komentar ataukah Anda setuju Nusantara dipakistanisasikan?
http://www.christianpost.com/news/why-is-islamic-extremism-growing-in-indonesia-57170/
|Tue, Oct. 04 2011 09:19 AM EDT
Why Is Islamic Extremism Growing in Indonesia?
Expediency is behind government's reluctance to check the extremism that is fueling terrorism.
By Compass Direct News
JAKARTA, Indonesia - The suicide bombing of a church in Central Java on Sept. 25 pointed not only to a new level of attacks on religious minorities in the world's largest Muslim-majority country but to a political bent that accommodates Islamist extremism.
Related
a.. 'Multiply' Video Series: How Church Numbers Grow in Muslim World
b.. Another Bomb Found at Church in Indonesia
c.. Suicide Bomber of Church in Indonesia Identified
d.. Rick Warren: Suicide Bomber Attacks Saddleback's Sister Church in Indonesia
e.. Indonesia Mayor Tries to Ban Churches on Streets With Islamic Names
f.. Motives for Church Burnings in Indonesia Questioned
g.. Mayor in Indonesia Again Balks at Granting Church Permit
"Radicalization of Islamic teachings and understanding is a problem in Indonesia," admitted Dr. H. Nasaruddin Umar, director general of Islamic Community Guidance under the Ministry of Religious Affairs. "There's a need to re-explain the concept of jihad."
Pino Damayanto, aka Ahmad Yosepa Hayat, who blew himself up wounding over 20 members of the Sepenuh Injil Bethel Church (Bethel Full Gospel Church) in Solo on Sept. 25, apparently believed it was his religious duty to kill "the enemies of Islam," according to his understanding of "jihad."
National Police spokesman Anton Bachrul Alam linked the 31-year-old bomber to the Jamaah Ansharut Tauhid (Partisans of the Oneness of God or JAT), a terrorist group believed to be founded three years ago by Abu Bakar Bashir. Bashir is serving a jail term for terrorism.
Bashir is well-known among the security apparatus in the United States. He is seen as close to al Qaeda and alleges that the U.S. Central Intelligence Agency and Israel's Mossad have carried out "false flag" attacks in Indonesia and elsewhere.
The Indonesian government can be expected to crack down on groups such as the JAT, as the United States is among the largest investors in Indonesia, and President Susilo Bambang Yudhoyono values his reputation in the West.
Like us on Facebook
"He's a darling of the West," a senior journalist from The Jakarta Post told Compass.
Washington's war against terror has stakes in Indonesia, which came to light after the 2002 Bali bombings by the al Qaeda-linked Jemaah Islamiyah group, of which Bashir is seen as the spiritual head. Bashir is co-founder of an Islamic boarding school, Al-Mukmin, near Solo. People linked to Bashir's school have been implicated in terrorist attacks.
Dealing with terrorists alone, however, may not help much. Extremism that breeds terrorism needs to be checked, hinted the Wahid Institute's Rumadi, who uses a single name. The Wahid Institute works towards "a just and peaceful world by espousing a moderate and tolerant view of Islam and working towards welfare for all."
There are extremist groups in Indonesia that are not known to have exploded bombs, but they practice violent moral policing and persecute minorities, sometimes beating members of minority communities to death. According to a human rights group in Jakarta, the Setara Institute for Democracy and Peace, there were at least 75 incidents, including violent attacks, violating religious freedom of the Christian community in 2010.
The most prominent name among these violent extremist groups is the Front Pembela Islam (Islamic Defenders Front or FPI), according to the Setara Institute. The FPI was founded in 1998 by Saudi-educated Muhammad Rizieq Syihab. These groups oppose the doctrine of "Pancasila," the Indonesian goal of "unity in diversity" in the Indonesian Constitution, which calls for religious freedom and democracy.
In March, an FPI member and eight others were convicted in the Sept. 12, 2010 clubbing of a pastor and the stabbing of a church elder of the Batak Christian Protestant Church in West Java. Christians and human rights activists, however, condemned the light sentences of only five to seven months.
A leaked U.S. diplomatic cable dated May 9, 2006, published on the WikiLeaks website in May, revealed that a member of the National Intelligence Agency told the U.S. Embassy that a top official of the national police had "provided some funds" to the FPI, and that police were using the hard-line Muslim organization as an "attack dog."
Extremist groups and officials close to them flout laws and violate the rights of minorities with almost complete impunity, sources said. For example, the Yasmin Church in Bogor, a suburb of Jakarta, remains sealed by the city mayor, Diani Budiarto, despite a Supreme Court order against his action and recommendation by the ombudsman to give the church back to the congregation.
Sept. 18 was the deadline set by the ombudsman for the mayor to unseal the church, but it remains sealed, a church member told Compass.
"Higher authorities have taken no action against the erring mayor," he complained, saying Indonesia's largest Islamic party, the Prosperous Justice Party, known as the PKS, supported the mayor in the 2008 election. The PKS, which calls for a central role for Islam in public life, is seen as tacitly supporting some extremist groups.
Bonar Tigor Naipospos, vice-chairman of the Setara Institute, said his research shows that extremist groups have infiltrated at all levels, including the Majelis Ulama Indonesia (Indonesian Ulema Council or MUI), a clerical body representing all Indonesian Muslim groups to the government.
Thanks to the growing clout of extremist groups in street politics as well as in some mainstream Muslim organizations, the government seems to be extremely cautious in taking action.
"The government has no will to control extremist groups," said Rumadi of the Wahid Institute, adding that the government of Yudhoyono, who was re-elected for a second five-year term in 2009, doesn't want to be seen as "anti-Islamic."
He also noted, "The issue of extremism diverts attention away from the high level of corruption in the government."
The government shrugs off the threat from extremists, claiming they are tiny in number.
"Extremism in Indonesia has low support but high impact," said Dr. Abdul Muti, general secretary of Muhammadiyah, the country's second largest Islamic organization with more than 29 million members, mostly moderate.
The majority of the people in Indonesia say corruption is the country's most serious problem. In June, Muhammad Nazaruddin, former treasurer of President Yudhoyono's Democratic Party, was accused of graft involving 32 government projects worth 6 trillion rupiah, or US$700 million.
With a lack of will on the part of the government, extremism has constantly grown since the fall of the authoritarian President Suharto in 1999, who kept radical groups under control. A local Christian, a former member of the students' movement that played a key role in the fall of Suharto's government, said that while extremists used democracy to push their agenda, their goal was to eventually abolish democracy and establish an Islamic state.
Of Indonesia's population of 232.5 million people, more than 80 percent are Muslims, mostly Sunnis, according to Operation World, which puts the Christian population at nearly 16 percent. The vast majority of Indonesian Muslims are moderates.
"However, if not checked, the radicals may turn the moderate Indonesia into another Pakistan or Afghanistan in the future," the Christian warned.
[Non-text portions of this message have been removed]
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment