Advertising

Sunday 26 February 2012

[wanita-muslimah] Pemulihan Nama Baik Sultan Hamid II (2)

 

Pemulihan Nama Baik Sultan Hamid II (2)

Tak Terbukti Bersalah di Mata Hukum

Setelah konsep federalisme ditolak sebagian besar politisi nasional kala itu, Sultan Hamid II kembali ditangkap karena berkawan dengan orang-orang Partai Masyumi.

Pada tahun 1950 terjadi "Pemberontakan Westerling" di Negara Pasundan (kini Jawa Barat). Peristiwa tersebut menyeret keterlibatan seorang politikus ternama asal Negeri Pontianak-Borneo Barat bernama Sultan Hamid II yang dituduh sebagai "pemimpin dan/atau pengatur" pemberontakan tersebut.

Tak pelak lagi, Sultan Pontianak terakhir ini pun pada tanggal 5 April 1950 ditangkap. Tuduhan yang dialamatkan kepada Sultan Hamid II yaitu keterlibatannya (keterkaitannya) dengan pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) atau de RAPI (Ratu Adil Persatuan Indonesia) yang dipimpin Kapten Raymond Westerling di Bandung pada 23 Januari 1950, serta mempunyai "niatan" untuk menyerbu sidang Dewan Menteri RIS (Republik Indonesia Serikat) yang niat tersebut kemudian beliau batalkan.

Alih-alih tak terdapat sebuah fakta yang membuktikan tuduhan kepadanya di pengadilan, Sultan Hamid II tetap saja divonis bersalah dengan ganjaran hukuman 10 tahun penjara (dipotong masa tahanan 3 tahun).

Kala mendapatkan kedaulatan pascakolonialisme (KMB 1949), Indonesia menapaki transisi pendewasaan politiknya. Namun konfigurasi hukum yang diusung tak serta-merta dapat diandalkan. Dalam kasus Sultan Hamid II ini dapat dilihat bahwa Indonesia sebagai negara yang dengan kepentingan politiknya menghukum seseorang hanya karena niatnya melakukan pembunuhan, yang malahan kemudian niat tersebut dibatalkan. Adakah lagi negara lain (selain negara ini) yang menghukum niat seseorang (apalagi kemudian niat itu urung dilaksanakan)? Mungkin hanya negara ini yang seperti itu.

"Dalam memperjuangkan kemerdekaan bagi nusa dan bangsa, timbullah keyakinan saya, bahwa bentuk federalisme itulah yang paling baik bagi negara kita," begitulah pernyataan Sultan Hamid II pada pleidooi kasusnya yang dibacakannya di hadapan mahkamah pengadilan.

Barangkali cita-citanya mengenai bentuk negara federal inilah satu-satunya "dosa" dirinya di negara yang katanya ber-Bhineka Tunggal Ika ini, karena memang kesalahan lainnya yang dituduhkan kepadanya nyata-nyata tak terbukti di pengadilan. Sedangkan di sisi lain, penafsiran absolut dari kebhinekaan tersebut adalah persatuan (federalism), bukan kesatuan (unitarism). Dengan mengusung cita-cita mulia tersebut, segenap jiwa dan raga telah diabdikannya kepada negerinya tercinta. Karena cita-citanya yang mulia itu pula dirinya kemudian dinistakan oleh negara kesatuan ini.

Tak habis sampai di sini saja fitnah dan tuduhan yang tak berdasar seperti itu ditimpakan kepadanya. Setelah menjalani masa hukuman penjara selama sepuluh tahun, pada tahun 1958, Sultan Hamid II dikeluarkan dari penjara.

Selang beberapa lama menghirup udara bebas, pada Maret 1962 ia kembali ditangkap. Penangkapan tersebut juga dilakukan terhadap Sutan Sjahrir, Ide Anak Agung Gde Agung, dan Subadio Sastrosatomo, pun beberapa pemimpin Masyumi (Prawoto Mangkusasmito, Yunan Nasution, Isa Anshary, dan Mohammad Roem) juga ditangkap.

Fitnah dan tuduhan yang ditimpakan kepada para tokoh tersebut yaitu konspirasi untuk melakukan tindakan subversif terhadap negara (para tokoh ini ditangkap dan dihukum penjara tanpa adanya proses pengadilan).

Sultan Hamid II wafat di Jakarta, 30 Maret 1978, yaitu sekitar 12 tahun setelah bebas dari kurungan rezim Orde Lama-Soekarno. Ia dimakamkan dengan upacara kebesaran Kesultanan Pontianak di Pemakaman Batu Layang Pontianak (Pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak). Sultan Pontianak VII ini wafat tanpa menunjuk pengganti.

Sultan Hamid II adalah sosok pejuang dan pemimpin yang visioner. Ia tak hanya memikirkan suatu konsep negara yang pada zamannya dianggap paling relevan oleh sebagian pihak, melainkan konsep fundamental yang jauh ke depanlah gagasannya itu. Sultan Hamid II bercita-cita menyejahterakan rakyatnya di Negeri Borneo Barat yang kuat, mandiri, serta sejahtera dalam bernegara.

Ia akan selalu berada di hati putra-putri Borneo Barat, walaupun sejarah menistakannya. Namanya akan selalu harum semerbak di memori kolektif anak negeri yang berpikiran sehat, walau kuasa kegelapan membenamkannya.

Rasa sesak di dada, bercampur dengan keharuan yang begitu rupa membuat penulis menggeletar, ketika mendengar pernyataan Anshari Dimyati pada sidang tesisnya yang dengan lantang ia menyebutkan bahwa Sultan Hamid II tidak bersalah secara hukum. Namun, marwah Pemimpin Borneo Barat itu tak serta-merta dapat dikembalikan.

"Penelitian berdasarkan Analisis Yuridis Normatif udah dipertahankan dan dapat dipertanggongjawabkan. Tapi satu agé' langkah kite sebagai Putera Borneo Barat, Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) mao' tak mao' haros dilakukan, karene itulah satu-satunye care kite untok meruntohkan Putosan Kasus Sultan Hamid II di taon 1950-1953, dan mengembalikan name baék beliau," tegas Anshari Dimyati dengan Bahasa Melayu-nya yang kental usai sidang tesisnya. Demi pergulatan ingatan melawan lupa, rangkaian sejarah patut dibongkar kembali. (selesai)

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment