Petualangan Seorang Ibu Muda (2)
"Surat Terakhir dari Ibuku Sayang"
SEBELUMNYA diceritakan, sejak usia Susi beranjak dewasa ia tumbuh menjadi gadis yang cantik, sehingga banyak lelaki yang meliriknya bahkan ada yang berniat menikahinya. Nestapa pun muncul dalam kehidupan Susi. Ia kehilangan kehormatannya direnggut napsu bejat ayah tirinya. Awalnya memang begitu, tapi kemudian justru Susi yang ingin selalu dibelai oleh ayah tirinya itu. Lantas, bagaimana dengan ibunya? Apakah ia tahu perbuatan Susi dan ayah tirinya itu? Berikut kisah selanjutnya ditulis Denny Kurniadi. Semoga menjadi cermin.
TRAGEDI itu adalah awal dari petualangan Susi dalam meniti kehidupannya. Ia yang dulu gadis baik-baik, sayang terhadap adik-adiknya serta hormat terhadap ibunya kini berubah menjadi sosok wanita yang bandel dan cenderung egois. Ia lebih senang keluyuran ketimbang berdiam diri di rumah. Bahkan, terkadang ia tidak pulang satu atau dua malam.
Di sisi lain, Herni, ibunya, akhirnya mengetahui perbuatan yang dilakukan oleh Susi dan ayah tirinya itu. Ia memergoki keduanya sedang bermesraan di kamarnya. Herni sangat terpukul. Ia tak menyangka kalau kedua orang yang disayanginya menyakiti perasaannya. Ia pun stres dan jatuh sakit. Tapi Susi tak menghiraukannya. Ia malah lebih sering meninggalkan ibunya yang sudah tergolek lemah di kamarnya.
Herni tak sekali pun dibawa ke dokter. Suaminya tidak sanggup untuk membiayainya. Obat yang diminum Herni hanya sebatas obat warung. Karuan saja Herni tak kunjung sembuh. Hingga suatu malam tepat jam 00, Herni akhirnya meninggal. Ia berpulang dengan membawa sejuta luka di hatinya. Adapun Susi, tahu ibunya telah wafat saat ia pulang, pagi hari. Ia pun menangis seolah menyesali perbuatannya yang telah menyakiti hati ibunya.
Sepucuk surat dari ibunya untuk Susi. "Susi anakku, ibu memang sangat terpukul dan sakit hati oleh perbuatanmu. Tapi ibu memaafkanmu karena kau satu-satunya anak yang diharapkan bisa memberi contoh baik buat adik-adikmu, membimbing, dan mengurusnya. Anakku, sudahilah kelakuan buruk mu itu agar kamu jadi seorang wanita yang dihormati. Ibu harus pulang, Nak, ibu titip adik-adikmu. Sekolahkan mereka agar menjadi orang yang berguna dan bermasa depan cerah. Wassalam, ibumu."
Tak kuasa menahan derai air mata, Susi menangis histeris. Ia sangat menyesal sekaligus merasa berdosa terhadap ibunya.
"Ibuuuuu... maafkan Susi, Bu. Kembalilah, Bu, Susi butuh Ibu," teriak Susi setelah membaca sepucuk surat itu. Pun begitu, ketika jasad ibunya dimasukkan ke liang lahat, Susi makin histeris. Ia menjerit-jerit memanggil-manggil ibunya. Tapi, suratan takdir sudah tak bisa diubah dan penyesalan Susi sudah tak berguna lagi, kecuali memohon ampun kepada Allah SWT.
Lain Susi lain pula ayah tirinya. Sepeninggal istrinya, ia merasa memiliki peluang besar untuk menikahi Susi. Ia pun memberanikan diri untuk mengutarakan niatnya kepada Susi. "Sus, kita sudah berbuat dosa dan menyakiti Herni. Bagaimana kalau kita menikah sekalian agar kamu ada orang yang membantu mengurus adik-adik mu," ujarnya.
Satu sisi, Susi memang butuh seseorang yang mau membantu bebannya. Tapi sisi lain, Susi sangat membenci ayah tirinya itu. Ia yang sudah merusak masa depan Susi. Ia pula yang sudah merusak hubungan harmonis antara Susi dengan ibunya. Tanpa pikir panjang Susi menolak ajakan ayah tirinya. Bahkan, ia mengusirnya.
"Bapak sudah tidak berhak diam di rumah ini. Biarlah aku mampu mengurus sendiri adik-adikku," ujar Susi.
Ayah tiri Susi tak menyerah begitu saja. Ia mencoba untuk terus membujuk Susi agar mau dinikahinya. Namun, Susi bersikukuh. Ia tetap menolaknya, dan akhirnya ayah tirinya itu pulang ke kampung halamannya. Ia hanya berpesan, "Kalau Susi butuh bantuan, jangan segan-segan datang saja ke rumah. Ayah siap membantu."
Nasib memilukan masih menimpa Susi. Di saat ia sangat membutuhkan biaya hidup yang semakin hari semakin meningkat, pabrik tempat Susi bekerja melakukan PHK besar-besaran, dan Susi adalah salah satu karyawan yang kena pemutusan hubungan kerja itu. Uang pesangon yang ia terima pun tidak seberapa hanya dua juta rupiah. Susi mencoba melamar ke pabrik yang lain. Tapi tak satu pun yang menerimanya, sehingga akhirnya Susi berdiam diri di rumah mengurusi adik-adiknya.
Lalu, diam-diam Susi menjalin hubungan dengan seorang lelaki yang telah beristri. Sebut saja Dedi. Ia tahu kalau cepat atau lambat, hubungannya itu akan diketahui oleh istrinya. Tapi, Susi kadung mencintai lelaki itu. Ia pun siap melawan kalau suatu saat didamprat istri kekasihnya.
Setahun sejak ibunya meninggal, Susi akhirnya menikah siri dengan Dedi. Tentu saja pernikahan mereka sangat tertutup. Akad nikah hanya disaksikan pengurus RW setempat dan paman Susi dari ibunya. Kebahagiaan bahtera rumahtangga akhirnya diraih Susi. Adik-adiknya tetap bersama Susi. Atas perhatian Dedi, kehidupan Susi tak semiskin dulu. Di mata Susi, Dedi lelaki yang baik dan bertanggungjawab. Susi sangat menyayanginya.
Di sisi lain, Herni, ibunya, akhirnya mengetahui perbuatan yang dilakukan oleh Susi dan ayah tirinya itu. Ia memergoki keduanya sedang bermesraan di kamarnya. Herni sangat terpukul. Ia tak menyangka kalau kedua orang yang disayanginya menyakiti perasaannya. Ia pun stres dan jatuh sakit. Tapi Susi tak menghiraukannya. Ia malah lebih sering meninggalkan ibunya yang sudah tergolek lemah di kamarnya.
Herni tak sekali pun dibawa ke dokter. Suaminya tidak sanggup untuk membiayainya. Obat yang diminum Herni hanya sebatas obat warung. Karuan saja Herni tak kunjung sembuh. Hingga suatu malam tepat jam 00, Herni akhirnya meninggal. Ia berpulang dengan membawa sejuta luka di hatinya. Adapun Susi, tahu ibunya telah wafat saat ia pulang, pagi hari. Ia pun menangis seolah menyesali perbuatannya yang telah menyakiti hati ibunya.
Sepucuk surat dari ibunya untuk Susi. "Susi anakku, ibu memang sangat terpukul dan sakit hati oleh perbuatanmu. Tapi ibu memaafkanmu karena kau satu-satunya anak yang diharapkan bisa memberi contoh baik buat adik-adikmu, membimbing, dan mengurusnya. Anakku, sudahilah kelakuan buruk mu itu agar kamu jadi seorang wanita yang dihormati. Ibu harus pulang, Nak, ibu titip adik-adikmu. Sekolahkan mereka agar menjadi orang yang berguna dan bermasa depan cerah. Wassalam, ibumu."
Tak kuasa menahan derai air mata, Susi menangis histeris. Ia sangat menyesal sekaligus merasa berdosa terhadap ibunya.
"Ibuuuuu... maafkan Susi, Bu. Kembalilah, Bu, Susi butuh Ibu," teriak Susi setelah membaca sepucuk surat itu. Pun begitu, ketika jasad ibunya dimasukkan ke liang lahat, Susi makin histeris. Ia menjerit-jerit memanggil-manggil ibunya. Tapi, suratan takdir sudah tak bisa diubah dan penyesalan Susi sudah tak berguna lagi, kecuali memohon ampun kepada Allah SWT.
Lain Susi lain pula ayah tirinya. Sepeninggal istrinya, ia merasa memiliki peluang besar untuk menikahi Susi. Ia pun memberanikan diri untuk mengutarakan niatnya kepada Susi. "Sus, kita sudah berbuat dosa dan menyakiti Herni. Bagaimana kalau kita menikah sekalian agar kamu ada orang yang membantu mengurus adik-adik mu," ujarnya.
Satu sisi, Susi memang butuh seseorang yang mau membantu bebannya. Tapi sisi lain, Susi sangat membenci ayah tirinya itu. Ia yang sudah merusak masa depan Susi. Ia pula yang sudah merusak hubungan harmonis antara Susi dengan ibunya. Tanpa pikir panjang Susi menolak ajakan ayah tirinya. Bahkan, ia mengusirnya.
"Bapak sudah tidak berhak diam di rumah ini. Biarlah aku mampu mengurus sendiri adik-adikku," ujar Susi.
Ayah tiri Susi tak menyerah begitu saja. Ia mencoba untuk terus membujuk Susi agar mau dinikahinya. Namun, Susi bersikukuh. Ia tetap menolaknya, dan akhirnya ayah tirinya itu pulang ke kampung halamannya. Ia hanya berpesan, "Kalau Susi butuh bantuan, jangan segan-segan datang saja ke rumah. Ayah siap membantu."
Nasib memilukan masih menimpa Susi. Di saat ia sangat membutuhkan biaya hidup yang semakin hari semakin meningkat, pabrik tempat Susi bekerja melakukan PHK besar-besaran, dan Susi adalah salah satu karyawan yang kena pemutusan hubungan kerja itu. Uang pesangon yang ia terima pun tidak seberapa hanya dua juta rupiah. Susi mencoba melamar ke pabrik yang lain. Tapi tak satu pun yang menerimanya, sehingga akhirnya Susi berdiam diri di rumah mengurusi adik-adiknya.
Lalu, diam-diam Susi menjalin hubungan dengan seorang lelaki yang telah beristri. Sebut saja Dedi. Ia tahu kalau cepat atau lambat, hubungannya itu akan diketahui oleh istrinya. Tapi, Susi kadung mencintai lelaki itu. Ia pun siap melawan kalau suatu saat didamprat istri kekasihnya.
Setahun sejak ibunya meninggal, Susi akhirnya menikah siri dengan Dedi. Tentu saja pernikahan mereka sangat tertutup. Akad nikah hanya disaksikan pengurus RW setempat dan paman Susi dari ibunya. Kebahagiaan bahtera rumahtangga akhirnya diraih Susi. Adik-adiknya tetap bersama Susi. Atas perhatian Dedi, kehidupan Susi tak semiskin dulu. Di mata Susi, Dedi lelaki yang baik dan bertanggungjawab. Susi sangat menyayanginya.
(bersambung)**
--
mau usaha bingung ngga punya modal?
silahkan bergabung dan daftarkan diri anda di sini
untuk mengetahui lebih jauh silahkan baca petunjuk pakainya disini
__._,_.___
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
.
__,_._,___
0 comments:
Post a Comment