Advertising

Sunday 30 September 2012

Re: [wanita-muslimah] Shalat Pertama di Masjidil Haram

 

Alhamdulillah..
Terimakasih sharingnya pak, sangat bermanfaat untuk persiapan saya yg insya Allah jg akan menyusul berangkat bulan okt ini..untuk pertama kalinya berkunjung ke baitullah *terharusangat*

Maturnuwun


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

From: "Darwin Bahar" <dbahar@indo.net.id>
Sender: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Date: Sun, 30 Sep 2012 19:20:38 +0700
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
ReplyTo: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: [wanita-muslimah] Shalat Pertama di Masjidil Haram

 

Kamis 6 Februari                                                  

Keletihan setelah melaksanakan umrah tadi malam serta kelelahan dalam penerbangan dari Tanah Air malam sebelumnya, menyebabkan sebagian besar jemaah, termasuk kami berdua, hari ini hampir seharian penuh beristirahat dan shalat di pemondokan. Kesempatan tersebut membuat saya dan teman-teman sekamar lebih saling kenal-mengenal, dan kamipun segera akrab

Selain saya, di kamar kami ada pak Erman, kepala regu kami yang manajer sebuah Money Changer di Jakarta, pak Radjikin, Ketua Regu IV, eksekutif sebuah BUMD Asuransi yang rendah hati, penolong tanpa membeda-bedakan anggota regunya dengan regu lain, pak Tukiman pensiunan Deprtemen Pertanian yang baik hati dan rajin bertahajjud, pak Tutu, staf sebuah anak perusahan Pertamina,  pak Chaidir, staf sebuah BUMD Asuransi asal Maninjau yang masih punya hubungan famili dengan Alm Buya Hamka, (satu-satunya “bujangan” di kamar kami), mas Andi, asal Soppeng Sulawesi Selatan, manajer sebuah Perusahaan Ekspor Ekspor di Jakarta, dan mas Juliansyah staf BPPT dan Dosen ITI, Serpong. Tiga orang yang saya sebut terakhir ini relatif masih agak muda, dan ketiga-tiganya sangat santun dan mempunyai semangat menolong yang sangat tinggi kepada sama-sama jemaah.

Setelah badan mulai terasa segar kembali, petangnya sehabis maghrib, saya dan beberapa teman sekamar berangkat untuk shalat isya berjamaah di Masjidil Haram.

****

Masjidil Haram adalah sebuah bangunan yang sangat indah, kokoh dan megah. Seluruh bahan bangunan dan aksesori yang digunakan berkualitas tinggi dengan desain arsitektur yang sangat indah, rancang bangun dan pelaksanaan konstruksi yang luarbisa cermat. Ketika Nabi SAW masih hidup, Masjidil Haram hanya berupa halaman kosong di sekitar Ka’bah yang dibatasi oleh rumah-rumah penduduk, dan gang atau lorong di antara rumah-rumah penduduk berfungsi sebagi pintu Masjid.

Setelah diperluas beberapa  kali, yang terakhir  lebih dari dua kali oleh Raja Fahd, pertama  dalam tahun 1995, bangunan Masjid tetap terlihat sebagai kesatuan yang utuh. Masjid juga dilengkapi dengan sound system yang sangat prima. Pintu masuk dijaga oleh sejumlah askar perempuan dan laki-laki, memeriksa badan dan barang bawaan jemaah yang dicurigai. Jemaah sama sekali tidak diperkenankan membawa senjata api dan senjata tajam, kamera dan benda-benda lain yang tidak patut di bawa ke dalam Masjid. Jika Masjid sedang padat oleh jemaah, tas-tas yang berukur besar juga dilarang, karena bisa menganggu atau mengambil tempat jemaah lain. Di dalam Masjid juga terdapat sejumlah kamera pemantau.

Sebelum diperluas dalam tahun 1995, Masjid ini mempunyai luas 151.000 meter persegi dan hanya mampu menampung 313.000 jemaah pada hari-hari biasa dan lebih kurang setengah juta orang pada waktu musim haji. Sekarang luasnya sudah mencapai 328.000 meter persegi dan dapat menampung 730.000 jemaah di hari-hari biasa, dan lebih dari satu juta jemaah shalat dalam musim haji dan umrah, khususnya di bulan Ramadhan, tentunya dengan kondisi ketika sujud, kepala sering mendarat di bokong jemaah yang di depan kita.

Sekalipun selalu penuh dengan jemaah—tidak sedikit pula yang tidur-tiduran atau tidur benaran—Masjid tampak sangat bersih dan terawat baik, karena setiap sesudah waktu shalat wajib selalu dibersihkan oleh tim cleaning service. Dari ribuan lampu indah yang memenuhi langit-langit Masjid, tidak ada satu pun yang terlihat tidak menyala.

Selain indah dan bersih, Masjidil Haram juga sangat sejuk dan nyaman. Masjid ini dilengkapi dengan alat penyejuk udara berkapasitas 40.000 ton dengan pipa-pipa pendingin yang terletak di bawah lantai Masjid.

Karena jumlah jemaah yang sudah jauh melampaui daya tampungnya—di tahun-tahun belakangan ini jemaah umrah di bulan Ramadhan bisa mencapai 3 juta orang—Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia tahun ini akan kembali melakukan perluasan Masjid.

Membeludaknya jemaah umrah dalam bulan Ramadhan tersebut “dipicu” oleh sebuah Hadis Nabi: “Barang siapa berumrah di bulan Ramadhan, sama dengan berhaji denganku.”

(Saya menangis ketika mendengar hadis ini dari ustadz kami sewaktu mengikuti bimbingan manasik haji. Tidak bisa saya membayangkan, bagaimana rasanya berhaji dengan pribadi yang sangat mulia junjungan miliaran kaum muslimin tersebut).

Di tengah pelataran thawaf di bagian yang terbuka dan berlantaikan keramik itu, berdiri kokoh Ka’bah, terbalut kiswah yang terbuat dari sutera asli seberat 670 kg yang dilapisi kaligrafi dari benang mas yang diganti setiap tahun. Untuk penggantian dan pencucian kiswah dua kali setahun ini saja, Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia  menganggarkan dana sebesar USD4,5 juta atau Rp40,5 miliar pada kurs USD 1 = Rp9.000.

Di dalam Masjid terdapat banyak tong pakai keran berisi air zam-zam yang didinginkan dengan batu es berikut pot-pot kertas yang disiapkan untuk minum jemaah. Juga terdapat dispenser air zam-zam berupa keran-keran yang lebih kecil yang dilengkapi dengan wastafel dari baja anti karat, langsung dipompa dari sumur untuk diminum, berwuduk dalam keadaan darurat dan mengisi wadah-wadah air untuk dibawa pulang jemaah ke pemondokan. Tidak dapat disangkal lagi, air zam-zam adalah salah satu keajaiban dunia. Selain berkhasiat, aman bagi bayi, dan bisa disimpan untuk jangka waktu yang lama tanpa proses pengawetan, mata air yang  sudah berumur ribuan tahun ini tidak pernah kering, walaupun tiap hari diambil berton-ton untuk diminum dan dibawa  pulang oleh jutaan jemaah haji dan umrah ke tanah airnya setiap tahunnya. Sumur-sumur yang digali di sekitar Masjidil Haram tidak ada airnya yang sama dengan air sumur zam-zam.

Di samping dipompa guna kebutuhan jemaah di Masjidil Haram dan kota Makkah, air zam-zam juga dialirkan dengan pipa berdiameter besar ke Mina untuk memasok ratusan dispenser yang tersebar di pinggir-pinggir jalan pada hari-hari jemaah haji terkosentrasi di sana untuk melontar jumrah dan dikirimkan dengan puluhan tangki setiap hari ke Madinah guna mengisi ratusan tong air serupa di Masjid Nabawi. Di samping diminum selama di Tanah Suci—ada yang tiap hari hanya minum air zam-zam saja—setiap jemaah paling sedikit membawa 5 liter air zam-zam ke tanah airnya. Kami, termasuk yang membawa paling sedikit, hanya 20 liter, termasuk pemberian 5 liter seorang dari Garuda Indonesia1 yang dibagikan di Bandara King Abdul Azis ketika hendak pulang ke Tanah Air.

***

Ketika hendak masuk Masjid, pak Erman hampir tidak diperbolehkan masuk oleh askar yang menjaga pintu karena membawa handbag berisi pakaian ihram yang akan dibasahinya dengan air zam-zam, tetapi akhirnya dapat juga masuk  Karena  Masjid sangat penuh dengan jemaah yang tidak memungkinkan kami untuk shalat secara berkelompok, kami terpaksa berpencar guna mencari celah-celah yang masih dapat kami masuki. Di Masjidil Haram jemaah laki-laki dan perempuan tidak dipisah secara khusus, tetapi diatur berkelompok-kelompok oleh para askar. Tetapi dalam keadaan jemaah tumpah ruah seperti saat ini, pengelompokan itu menjadi kacau sehingga jemaah perempuan dapat saja berbaur dengan jemaah laki-laki dan sebaliknya. Dalam keadaan seperti itu, para askar yang jumlahnya terbatas tentunya tidak dapat berbuat apa-apa.

Begitu waktu isya masuk, terdengar suara azan yang sangat indah dan menggetarkan hati—yang tidak mungkin dilukiskan dengan kata-kata—membelah udara, merambat ke setiap sudut dan relung Masjid. Jemaah yang sedang berthawaf segera menghentikan gerak mereka, dan membentuk saf-saf di pelataran thawaf untuk melaksanakan shalat. Tidak lama terdengar iqamat yang menyebabkan saya harus buru-buru menyelesaikan shalat sunat qabliyah isya yang sedang saya lakukan. Lalu terdengar suara bariton Imam Masjidil Haram yang hafal Al-Qur’an 30 juz di luar kepala itu membaca takbir, dikuti dengan pembacaan Surah Alfatihah dan sebuah surah yang cukup panjang dengan qiraa’at dan intonasi yang nyaris sempurna yang terasa seperti menyayat kalbu dan “memaksa” hati dan pikiran untuk berkosentrasi terhadap Qalam Illahi yang dilafazkankannya itu. Selain suara batuk para jemaah yang kadang-kadang bersahur-sahutan, Masjid yang dipadati sekitar satu juta jemaah terdengar hening.

Tidak lama seusai membaca salam, Imam memimpin shalat jenazah jemaah haji yang baru saja meninggal di Tanah Suci. Para jemaah ada yang ikut melakukan shalat jenazah, tetapi kebanyakan melakukan shalat sunah atau berdoa sendiri-sendiri dengan khusuk, berzikir, mentadruskan Al-Qur’an dengan suara yang direndahkan. Tidak sedikit pula yang langsung pulang tetapi banyak pula yang tetap duduk-duduk atau merebahkan diri untuk beristirahat.

Tidak ada ada wirid atau do’a yang dipimpin oleh Imam Shalat. Tidak pula bacaan Kitab Suci yang dilantunkan dengan pengeras suara. Di Masjidil Haram satu-satunya yang dilantunkan dengan pengeras suara yang  terletak di menara-menara yang diarahkan ke luar masjid pada setiap shalat lima waktu hanyalah suara azan. Pengeras suara untuk bacaan imam hanya ditujukan ke dalam Masjid dan ke halaman serta ke jalan-jalan di sekitar Masjid yang biasanya juga dipenuhi oleh jemaah shalat.

Begitu, di Masjidil Haram, begitu di Masjid Nabawi, begitu di masjid-masjid  lainnya di Tanah Haram, di tanah kelahiran Nabi, begitu intens, begitu mudah, sederhana dan personal. Cara peribadatan seperti yang dicontohkan oleh Nabi, dipelihara  oleh para sahabat, para tabi’in, tabi-tabi’in,  para ulama salaf dan para ulama di kemudiannya  sampai saat ini. Cara peribadatan, yang saya tidak sangsi, sangat cocok bagi masyarakat modern, saat ini dan sepanjang masa.

Dengan perasaan sedih saya lalu teringat  kepada cara-cara peribadatan yang umum kita lakukan di Tanah Air tercinta.

(bersambung)

----------------------------

1)         Perusahaan Penerbangan “Saudia Air” sama sekali tidak mengizinkan jemaah membawa air zam-zam selain pemberian yang 5 liter, diberikan saat jemaah sampai di bandara tujuan. Dalam musim haji tahun 1423 H ini, penerbangan yang akan membawa jemaah haji Indonesia pulang ke Tanah Air pernah tertunda selama 36 jam  karena ketahuan ada jemaah yang memasukkan jerigen berisi air zam-zam ke bagasi karena bocor. Semua koper akhirnya dikeluarkan untuk diperiksa. Selama pemeriksaan koper tersebut jemaah sama sekali tidak diberi makan oleh “Saudia”.

 

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment