Advertising

Monday 24 May 2010

[wanita-muslimah] BIOGRAFI SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB (3/9)

 

(sambungan dari 2/9)

BIOGRAFI SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB (3/9)
(1115 - 1206 H/1701 - 1793 M)

Setelah selesai dari masalah tauhid, maka beliau mulai menerangkan dan mengajarkan hukum-hukum syariat yang sudah berabad-abad hanya termaktub saja dalam buku-buku fiqh, tetapi tidak pernah diterapkan sebagai hukum yang diamalkan. Maka yang dilaksanakannya mula-mula sekali ialah hukum rajam bagi penzina.

Pada suatu hari datanglah seroang wanita yang mengaku dirinya berzina ke hadapan Syeakh Muhammad bin `Abdul Wahab, dia meminta agar dirinya dijatuhi hukuman yang sesuai dengan hukum Allah dan RasulNya. Meskipun beliau mengharapkan agar wanita itu menarik kembali pengakuannya itu, supaya ia tidak terkena hukum rajam, namun wanita tersebut tetap bertahan dengan pengakuannya tadi, ia ingin menjalani hukum rajam. Maka, terpaksalah beliau menjatuhkan kepadanya hukuman rajam atas dasar pengakuan wanita tersebut.

Berita tentang keberhasilan beliau dalam memurnikan aqidah dan penerapan hukum rajam kepada orang yang berzina, sudah tersebar luas di kalangan masyarakat Uyainah mahpun di luar Uyainah.

Masyarakat Uyainah dan sekelilingnya menilai dakwah Syaikh Muhammad Ibnu `Abdul Wahab ini sebagai suatu perkara yang mendatangkan kebaikan. Namun, beberapa kalangan tertentu menilai dakwah beliau itu sebagai suatu perkara yang negatif dan bisa membahayakan kedudukan mereka. Memang, hal seperti ini terdapat di mana-mana dan, apalagi dakwah keagamaan yang sangat sensitif seperti halnya untuk mengislamkan masyarakat Islam yang sudah kembali ke jahiliyah ini, yaitu, dengan cara mengembalikan mereka kepada aqidah salafiyah seperti di zaman Nabi, para sahabat dan para tabi'in dahulu.

Di antara yang beranggapan sangsi seperti itu adalah Amir (pihak berkuasa) wilayah Al-Ihsa' (suku Badwi) dan para pengikutnya dari Bani Khalid Sulaiman bin Ari'ar al-Khalidi. Mereka adalah suku Badwi yang terkenal berhati keras, suka merampas, merompak dan membunuh. Pihak berkuasa al-Ihsa' khawatir kalau dakwah Syaikh Muhammad tidak dipatahkan secepat mungkin, sudah pasti akan mempengaruhi wilayah kekuasaannya. Padahal Amir ini sangat takut berlakunya hukum Islam seperti yang telah diberlakukan di negeri Uyainah. Dan tentunya yang lebih ditakutinya lagi ialah kehilangan kedudukannya sebagai Amir (ketua) suku Badwi. Maka Amir Badwi ini menulis sepucuk surat kepada Amir Uyainah yang isinya mengancam pihak berkuasa Uyainah.

Adapun isi ancaman tersebut ialah:

"Apabila Amir Uthman tetap membiarkan dan mengizinkan Syaikh Muhammad terus berdakwah dan bertempat tinggal di wilayahnya, serta tidak mau membunuh Syaikh Muhammad, maka semua cukai dan upeti wilayah Badwi yang selama ini dibayar kepada Amir Uthman akan diputuskan (ketika itu wilayah Badwi berada di bawah kekuasaan pemerintahan Uyainah)." Jadi, Amir Uthman dipaksa untuk memilih dua pilihan, membunuh Syaikh atau suku Badwi itu menghentikan pembayaran upeti.

Ancaman ini sangat mempengaruhi fikiran Amir Uthman, karena upeti dari wilayah Badwi sangat besar artinya baginya. Adapun cukai yang mereka terima adalah terdiri dari emas tulen. Didesak oleh tuntutan tersebut, terpaksalah Amir Uyainah memanggil Syaikh Muhammad untuk diajak berunding bagaimanakah jalan keluar dari ancaman tersebut. Sebab, dari pihak Amir Uthman tidak pernah sedikit pun terfikir untuk mengusir Syaikh Muhammad dari Uyainah, apalagi membunuhnya. Tetapi, sebaliknya dari pihaknya juga tidak terdaya menangkis serangan pihak suku Badwi itu. Maka, Amir Uthman meminta kepada Syaikh Muhammad supaya dalam hal ini demi keselamatan bersama dan untuk menghindari dari terjadinya pertumpahan darah, sebaiknya Syaikh Muhammad bersedia mengalah untuk meninggalkan negeri Uyainah.

Beliau menjawab :

"Wahai Amir! Sebenarnya apa yang aku sampaikan dari dakwahku, tidak lain adalah DIINULLAH (agama Allah), dalam rangka melaksanakan kandungan LAA ILAAHA ILLALLAH - Tiada Ilah yang berhak untuk di ibadahi melainkan Allah. Maka barangsiapa berpegang teguh pada agama dan membantu pengembangannya dengan ikhlas dan yakin, pasti Allah akan mengulurkan bantuan dan pertolongan-Nya kepada orang itu, dan Allah akan membantunya untuk dapat menguasai negeri-negeri musuhnya. Saya berharap kepada anda supaya bersabar dan tetap berpegang terhadap pegangan kita bersama dulu, untuk sama-sama berjuang demi tegaknya kembali Dinullah di negeri ini. Mohon sekali lagi anda menerima ajakan ini. Mudah-mudahan Allah memberi pertolongan kepada anda dan menjaga anda dari ancaman Badwi itu, begitu juga dengan musuh-musuh anda yang lainnya. Dan Allah akan memberi kekuatan kepada anda untuk melawan mereka agar anda dapat mengambil alih daerah Badwi untuk sepenuhnya menjadi daerah Uyainah di bawah kekuasaan anda."

Setelah bertukar fikiran, tampaknya pihak Amir tetap pada pendiriannya, yaitu mengharapkan agar Syaikh Muhammad meninggalkan Uyainah secepat mungkin. Dalam bukunya yang berjudul Al-Imam Muhammad bin `Abdul Wahab, Wada' Watahu Wasiratuhu, Syaikh Muhammad bin `Abdul `Aziz bin `Abdullah bin Baz, beliau berkata:

"Demi menghindari pertumpahan darah, dan karena tidak ada lagi pilihan lain, di samping beberapa pertimbangan lainnya maka terpaksalah Syaikh Muhammad meninggalkan negeri Uyainah menuju negeri Dar'iyah dengan menempuh perjalanan secara berjalan kaki seorang diri tanpa ditemani oleh siapa pun. Beliau meninggalkan negeri Uyainah pada waktu dinihari, dan sampai ke negeri Dar'iyah pada waktu malam hari."(Ibnu Baz, Syaikh `Abdul `Aziz bin `Abdullah, m.s 22)

Syaikh Muhammad di Dar'iyah
Sesampainya beliau di sebuah kampung wilayah Dar'iyah, yang tidak berapa jauh dari tempat kediaman Amir Muhammad bin Saud (pemerintah negeri Dar'iyah), beliau menemui seorang penduduk di kampung itu, orang tersebut bernama Muhammad bin Sulaim al-`Arini. Ibnu Sulaim ini adalah seorang yang dikenal sholih oleh masyarakat setempat. Beliau meminta idzin untuk tinggal bermalam di rumahnya sebelum ia meneruskan perjalanannya ke tempat lain.

Pada mulanya ia ragu-ragu menerima Syaikh di rumahnya, karena suasana Dar'iyah dan sekelilingnya pada waktu itu tidak tenteram, yang menyebabkan setiap tamu yang datang harus melapor diri kepada pihak berkuasa setempat. Namun, setelah Syaikh memperkenalkan dirinya serta menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke negeri Dar'iyah, yaitu hendak menyebarkan dakwah Islamiyah dan memberantas kemusyrikan, barulah Muhammad bin Sulaim menerimanya sebagai tamu di rumahnya.

Sesuai dengan peraturan yang berlaku di Dar'iyah di kala itu, yang mana setiap tamu hendaklah melaporkan diri kepada pihak berkuasa setempat, maka Muhammad bin Sulaim menemui Amir Muhammad untuk melaporkan tamunya yang baru tiba dari Uyainah dengan menjelaskan maksud dan tujuannya kepada beliau.

Kononnya, ada riwayat yang mengatakan; bahwa seorang sholih datang menemui isteri Amir Ibnu Saud, ia berpesan untuk menyampaikan kepada suaminya, bahwa ada seorang ulama dari Uyainah yang bernama Muhammad bin `Abdul Wahab hendak menetap di negerinya. Beliau hendak menyampaikan dakwah Islamiyah dan mengajak masyarakat kepada sebersih-bersih tauhid. Ia meminta agar isteri Amir Ibnu Saud memohon suaminya supaya menerima ulama tersebut agar dapat menjadi warga negeri Dar'iyah serta mau membantu perjuangannya dalam menegakkan agama Allah.

Isteri Ibnu Saud ini sebenarnya adalah seorang wanita yang sholihah. Maka, tatkala Ibnu Saud mendapat giliran ke rumah isterinya ini, si isteri menyampaikan semua pesan-pesan itu kepada suaminya. Selanjutnya ia berkata kepada suaminya:

"Bergembiralah kakanda dengan keuntungan besar ini, keuntungan di mana Allah telah mengirimkan ke negeri kita seorang ulama, juru dakwah yang mengajak masyarakat kita kepada agama Allah, berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Inilah suatu keuntungan yang sangat besar. Kanda jangan ragu-ragu untuk menerima dan membantu perjuangan ulama ini, mari sekarang juga kakanda menjemputnya kemari."

Akhirnya, baginda Ibnu Saud dapat diyakinkan oleh isterinya yang sholihah itu. Namun, baginda bimbang sejenak. Ia berfikir apakah Syaikh itu dipanggil datang mengadapnya, ataukah dia sendiri yang harus datang menjemput beliau, untuk dibawa ke tempat kediamannya? Baginda pun meminta pandangan dari beberapa penasihatnya, terutama iserinya sendiri, tentang bagaimanakah cara yang lebih baik harus dilakukannya.

Isterinya dan para penasihatnya yang lain sepakat bahwa sebaik-baiknya dalam hal ini, baginda sendiri yang harus datang menemui Syaikh Muhammad di rumah Muhammad bin Sulaim. Karena ulama itu didatangi dan bukan ia yang datang, Al-`alim Yuzaru wala Yazuru.'` Maka baginda dengan segala kerendahan hatinya mempersetujui nasihat dan isyarat dari isteri mahupun para penasihatnya. Maka pergilah baginda bersama beberapa orang pentingnya ke rumah Muhammad bin Sulaim, di mana Syaikh Muhammad bermalam.

Sesampainya baginda di rumah Muhammad bin Sulaim; di sana Syaikh bersama tuan rumah sudah bersedia menerima kedatangan Amir Ibnu Saud. Amir Ibnu Saud memberi salam dan keduanya saling merendahkan diri, saling menghormati. Amir Ibnu Saud berkata:

"Ya Syaikh! Bergembiralah anda di negeri kami, kami menerima dan menyambut kedatangan anda di negeri ini dengan penuh gembira. Dan kami berikrar untuk menjamin keselamatan dan keamanan anda di negeri ini dalam menyampaikan dakwah kepada masyarakat Dar'iyah. Demi keberhasilan dakwah Islamiyah yang anda rencanakan, kami dan seluruh keluarga besar Ibnu Saud akan mempertaruhkan nyawa dan harta untuk bersama-sama anda untuk berjuang demi meninggikan agama Allah dan menghidupkan sunnah Rasul-Nya sehingga Allah memenangkan perjuangan ini, Insya Allah!" . Kemudian Syaikh menjawab:

"Alhamdulillah, baginda juga patut gembira, dan Insya Allah negeri ini akan diberkati Allah Subhanahu Wata'ala. Kami ingin mengajak umat ini kepada agama Allah. Siapa yang menolong agama ini, Allah akan menolongnya. Dan siapa yang mendukung agama ini, niscaya Allah akan mendukungnya. Dan Insya Allah kita akan melihat kenyataan ini dalam waktu yang tidak begitu lama."

Demikianlah seorang Amir (penguasa) tunggal negeri Dar'iyah, yang bukan hanya sekedar membela dakwahnya saja, tetapi juga sekaligus membela darahnya bagaikan saudara kandung sendiri, yang berarti di antara Amir dan Syaikh Muhammad sudah bersumpah setia sehidup semati, senasib dan sepenanggungan, dalam menegakkan hukum Allah dan Rasul-Nya di persada tanah Dar'iyah.

Ternyata apa yang diikrarkan oleh Amir Ibnu Saud itu benar-benar ditepatinya. Beliau bersama Syaikh Muhammad seiring sejalan, bahu membahu dalam menegakkan kalimatullah, dan berjuang di jalan-Nya. Sehingga cita-cita dan perjuangan mereka penuh kemenangan yang gilang-gemilang atas pertolongan Allah Subhanahu Wata'ala.

Sejak hijrahnya Syaikh ke negeri Dar'iyah, kemudian melancarkan dakwahnya di sana, maka berduyun-duyunlah masyarakat luar Dar'iyah yang datang dari penjuru Jazirah Arab, antara lain dari Uyainah, Urgah, Manfuhah, Riyadh dan negeri-negeri tetangga yang lain, menuju Dar'iyah untuk menetap dan bertempat tinggal di negeri hijrah ini, sehingga negeri Dar'iyah penuh sesak dengan kaum muhajirin dari seluruh pelosok tanah Arab(sambungan dari 2/9)

BIOGRAFI SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB 3/9
(1115 - 1206 H/1701 - 1793 M)

Setelah selesai dari masalah tauhid, maka beliau mulai menerangkan dan mengajarkan hukum-hukum syariat yang sudah berabad-abad hanya termaktub saja dalam buku-buku fiqh, tetapi tidak pernah diterapkan sebagai hukum yang diamalkan. Maka yang dilaksanakannya mula-mula sekali ialah hukum rajam bagi penzina.

Pada suatu hari datanglah seroang wanita yang mengaku dirinya berzina ke hadapan Syeakh Muhammad bin `Abdul Wahab, dia meminta agar dirinya dijatuhi hukuman yang sesuai dengan hukum Allah dan RasulNya. Meskipun beliau mengharapkan agar wanita itu menarik kembali pengakuannya itu, supaya ia tidak terkena hukum rajam, namun wanita tersebut tetap bertahan dengan pengakuannya tadi, ia ingin menjalani hukum rajam. Maka, terpaksalah beliau menjatuhkan kepadanya hukuman rajam atas dasar pengakuan wanita tersebut.

Berita tentang keberhasilan beliau dalam memurnikan aqidah dan penerapan hukum rajam kepada orang yang berzina, sudah tersebar luas di kalangan masyarakat Uyainah mahpun di luar Uyainah.

Masyarakat Uyainah dan sekelilingnya menilai dakwah Syaikh Muhammad Ibnu `Abdul Wahab ini sebagai suatu perkara yang mendatangkan kebaikan. Namun, beberapa kalangan tertentu menilai dakwah beliau itu sebagai suatu perkara yang negatif dan bisa membahayakan kedudukan mereka. Memang, hal seperti ini terdapat di mana-mana dan, apalagi dakwah keagamaan yang sangat sensitif seperti halnya untuk mengislamkan masyarakat Islam yang sudah kembali ke jahiliyah ini, yaitu, dengan cara mengembalikan mereka kepada aqidah salafiyah seperti di zaman Nabi, para sahabat dan para tabi'in dahulu.

Di antara yang beranggapan sangsi seperti itu adalah Amir (pihak berkuasa) wilayah Al-Ihsa' (suku Badwi) dan para pengikutnya dari Bani Khalid Sulaiman bin Ari'ar al-Khalidi. Mereka adalah suku Badwi yang terkenal berhati keras, suka merampas, merompak dan membunuh. Pihak berkuasa al-Ihsa' khawatir kalau dakwah Syaikh Muhammad tidak dipatahkan secepat mungkin, sudah pasti akan mempengaruhi wilayah kekuasaannya. Padahal Amir ini sangat takut berlakunya hukum Islam seperti yang telah diberlakukan di negeri Uyainah. Dan tentunya yang lebih ditakutinya lagi ialah kehilangan kedudukannya sebagai Amir (ketua) suku Badwi. Maka Amir Badwi ini menulis sepucuk surat kepada Amir Uyainah yang isinya mengancam pihak berkuasa Uyainah.

Adapun isi ancaman tersebut ialah:

"Apabila Amir Uthman tetap membiarkan dan mengizinkan Syaikh Muhammad terus berdakwah dan bertempat tinggal di wilayahnya, serta tidak mau membunuh Syaikh Muhammad, maka semua cukai dan upeti wilayah Badwi yang selama ini dibayar kepada Amir Uthman akan diputuskan (ketika itu wilayah Badwi berada di bawah kekuasaan pemerintahan Uyainah)." Jadi, Amir Uthman dipaksa untuk memilih dua pilihan, membunuh Syaikh atau suku Badwi itu menghentikan pembayaran upeti.

Ancaman ini sangat mempengaruhi fikiran Amir Uthman, karena upeti dari wilayah Badwi sangat besar artinya baginya. Adapun cukai yang mereka terima adalah terdiri dari emas tulen. Didesak oleh tuntutan tersebut, terpaksalah Amir Uyainah memanggil Syaikh Muhammad untuk diajak berunding bagaimanakah jalan keluar dari ancaman tersebut. Sebab, dari pihak Amir Uthman tidak pernah sedikit pun terfikir untuk mengusir Syaikh Muhammad dari Uyainah, apalagi membunuhnya. Tetapi, sebaliknya dari pihaknya juga tidak terdaya menangkis serangan pihak suku Badwi itu. Maka, Amir Uthman meminta kepada Syaikh Muhammad supaya dalam hal ini demi keselamatan bersama dan untuk menghindari dari terjadinya pertumpahan darah, sebaiknya Syaikh Muhammad bersedia mengalah untuk meninggalkan negeri Uyainah.

Beliau menjawab :

"Wahai Amir! Sebenarnya apa yang aku sampaikan dari dakwahku, tidak lain adalah DIINULLAH (agama Allah), dalam rangka melaksanakan kandungan LAA ILAAHA ILLALLAH - Tiada Ilah yang berhak untuk di ibadahi melainkan Allah, Muhammad Rasulullah. Maka barangsiapa berpegang teguh pada agama dan membantu pengembangannya dengan ikhlas dan yakin, pasti Allah akan mengulurkan bantuan dan pertolongan-Nya kepada orang itu, dan Allah akan membantunya untuk dapat menguasai negeri-negeri musuhnya. Saya berharap kepada anda supaya bersabar dan tetap berpegang terhadap pegangan kita bersama dulu, untuk sama-sama berjuang demi tegaknya kembali Dinullah di negeri ini. Mohon sekali lagi anda menerima ajakan ini. Mudah-mudahan Allah memberi pertolongan kepada anda dan menjaga anda dari ancaman Badwi itu, begitu juga dengan musuh-musuh anda yang lainnya. Dan Allah akan memberi kekuatan kepada anda untuk melawan mereka agar anda dapat mengambil alih daerah Badwi untuk sepenuhnya menjadi daerah Uyainah di bawah kekuasaan anda."

Setelah bertukar fikiran, tampaknya pihak Amir tetap pada pendiriannya, yaitu mengharapkan agar Syaikh Muhammad meninggalkan Uyainah secepat mungkin. Dalam bukunya yang berjudul Al-Imam Muhammad bin `Abdul Wahab, Wada' Watahu Wasiratuhu, Syaikh Muhammad bin `Abdul `Aziz bin `Abdullah bin Baz, beliau berkata:

"Demi menghindari pertumpahan darah, dan karena tidak ada lagi pilihan lain, di samping beberapa pertimbangan lainnya maka terpaksalah Syaikh Muhammad meninggalkan negeri Uyainah menuju negeri Dar'iyah dengan menempuh perjalanan secara berjalan kaki seorang diri tanpa ditemani oleh siapa pun. Beliau meninggalkan negeri Uyainah pada waktu dinihari, dan sampai ke negeri Dar'iyah pada waktu malam hari."(Ibnu Baz, Syaikh `Abdul `Aziz bin `Abdullah, m.s 22)

Syaikh Muhammad di Dar'iyah
Sesampainya beliau di sebuah kampung wilayah Dar'iyah, yang tidak berapa jauh dari tempat kediaman Amir Muhammad bin Saud (pemerintah negeri Dar'iyah), beliau menemui seorang penduduk di kampung itu, orang tersebut bernama Muhammad bin Sulaim al-`Arini. Ibnu Sulaim ini adalah seorang yang dikenal sholih oleh masyarakat setempat. Beliau meminta idzin untuk tinggal bermalam di rumahnya sebelum ia meneruskan perjalanannya ke tempat lain.

Pada mulanya ia ragu-ragu menerima Syaikh di rumahnya, karena suasana Dar'iyah dan sekelilingnya pada waktu itu tidak tenteram, yang menyebabkan setiap tamu yang datang harus melapor diri kepada pihak berkuasa setempat. Namun, setelah Syaikh memperkenalkan dirinya serta menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke negeri Dar'iyah, yaitu hendak menyebarkan dakwah Islamiyah dan memberantas kemusyrikan, barulah Muhammad bin Sulaim menerimanya sebagai tamu di rumahnya.

Sesuai dengan peraturan yang berlaku di Dar'iyah di kala itu, yang mana setiap tamu hendaklah melaporkan diri kepada pihak berkuasa setempat, maka Muhammad bin Sulaim menemui Amir Muhammad untuk melaporkan tamunya yang baru tiba dari Uyainah dengan menjelaskan maksud dan tujuannya kepada beliau.

Kononnya, ada riwayat yang mengatakan; bahwa seorang sholih datang menemui isteri Amir Ibnu Saud, ia berpesan untuk menyampaikan kepada suaminya, bahwa ada seorang ulama dari Uyainah yang bernama Muhammad bin `Abdul Wahab hendak menetap di negerinya. Beliau hendak menyampaikan dakwah Islamiyah dan mengajak masyarakat kepada sebersih-bersih tauhid. Ia meminta agar isteri Amir Ibnu Saud memohon suaminya supaya menerima ulama tersebut agar dapat menjadi warga negeri Dar'iyah serta mau membantu perjuangannya dalam menegakkan agama Allah.

Isteri Ibnu Saud ini sebenarnya adalah seorang wanita yang sholihah. Maka, tatkala Ibnu Saud mendapat giliran ke rumah isterinya ini, si isteri menyampaikan semua pesan-pesan itu kepada suaminya. Selanjutnya ia berkata kepada suaminya:

"Bergembiralah kakanda dengan keuntungan besar ini, keuntungan di mana Allah telah mengirimkan ke negeri kita seorang ulama, juru dakwah yang mengajak masyarakat kita kepada agama Allah, berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Inilah suatu keuntungan yang sangat besar. Kanda jangan ragu-ragu untuk menerima dan membantu perjuangan ulama ini, mari sekarang juga kakanda menjemputnya kemari."

Akhirnya, baginda Ibnu Saud dapat diyakinkan oleh isterinya yang sholihah itu. Namun, baginda bimbang sejenak. Ia berfikir apakah Syaikh itu dipanggil datang mengadapnya, ataukah dia sendiri yang harus datang menjemput beliau, untuk dibawa ke tempat kediamannya? Baginda pun meminta pandangan dari beberapa penasihatnya, terutama iserinya sendiri, tentang bagaimanakah cara yang lebih baik harus dilakukannya.

Isterinya dan para penasihatnya yang lain sepakat bahwa sebaik-baiknya dalam hal ini, baginda sendiri yang harus datang menemui Syaikh Muhammad di rumah Muhammad bin Sulaim. Karena ulama itu didatangi dan bukan ia yang datang, Al-`alim Yuraru wala Yazuru.'` Maka baginda dengan segala kerendahan hatinya mempersetujui nasihat dan isyarat dari isteri mahupun para penasihatnya. Maka pergilah baginda bersama beberapa orang pentingnya ke rumah Muhammad bin Sulaim, di mana Syaikh Muhammad bermalam.

Sesampainya baginda di rumah Muhammad bin Sulaim; di sana Syaikh bersama tuan rumah sudah bersedia menerima kedatangan Amir Ibnu Saud. Amir Ibnu Saud memberi salam dan keduanya saling merendahkan diri, saling menghormati. Amir Ibnu Saud berkata:

"Ya Syaikh! Bergembiralah anda di negeri kami, kami menerima dan menyambut kedatangan anda di negeri ini dengan penuh gembira. Dan kami berikrar untuk menjamin keselamatan dan keamanan anda di negeri ini dalam menyampaikan dakwah kepada masyarakat Dar'iyah. Demi keberhasilan dakwah Islamiyah yang anda rencanakan, kami dan seluruh keluarga besar Ibnu Saud akan mempertaruhkan nyawa dan harta untuk bersama-sama anda untuk berjuang demi meninggikan agama Allah dan menghidupkan sunnah Rasul-Nya sehingga Allah memenangkan perjuangan ini, Insya Allah!" . Kemudian Syaikh menjawab:

"Alhamdulillah, baginda juga patut gembira, dan Insya Allah negeri ini akan diberkati Allah Subhanahu Wata'ala. Kami ingin mengajak umat ini kepada agama Allah. Siapa yang menolong agama ini, Allah akan menolongnya. Dan siapa yang mendukung agama ini, niscaya Allah akan mendukungnya. Dan Insya Allah kita akan melihat kenyataan ini dalam waktu yang tidak begitu lama."

Demikianlah seorang Amir (penguasa) tunggal negeri Dar'iyah, yang bukan hanya sekedar membela dakwahnya saja, tetapi juga sekaligus membela darahnya bagaikan saudara kandung sendiri, yang berarti di antara Amir dan Syaikh Muhammad sudah bersumpah setia sehidup semati, senasib dan sepenanggungan, dalam menegakkan hukum Allah dan Rasul-Nya di persada tanah Dar'iyah.

Ternyata apa yang diikrarkan oleh Amir Ibnu Saud itu benar-benar ditepatinya. Beliau bersama Syaikh Muhammad seiring sejalan, bahu membahu dalam menegakkan kalimatullah, dan berjuang di jalan-Nya. Sehingga cita-cita dan perjuangan mereka penuh kemenangan yang gilang-gemilang atas pertolongan Allah Subhanahu Wata'ala.

Sejak hijrahnya Syaikh ke negeri Dar'iyah, kemudian melancarkan dakwahnya di sana, maka berduyun-duyunlah masyarakat luar Dar'iyah yang datang dari penjuru Jazirah Arab, antara lain dari Uyainah, Urgah, Manfuhah, Riyadh dan negeri-negeri tetangga yang lain, menuju Dar'iyah untuk menetap dan bertempat tinggal di negeri hijrah ini, sehingga negeri Dar'iyah penuh sesak dengan kaum muhajirin dari seluruh pelosok tanah Arab.

(bersambung ke 4/9)

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


Get great advice about dogs and cats. Visit the Dog & Cat Answers Center.


Hobbies & Activities Zone: Find others who share your passions! Explore new interests.

.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment