Ref: Angka kelaihran tinngi dan distribusi pendapatan tidak seimbang untuk merata serta lapangan kerja sangat terbatas, maka tentu saja bukan kecil problematiknya.
Oleh : Desmon Silitonga.
Wakil Presiden Boediono dalam sarasehan nasional mengenai tenaga kerja muda yang diselenggarakan beberapa hari yang lalu menyatakan bahwa jumlah penganguran usia muda (youth unemployment) di Indonesia masih terbilang cukup tinggi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki untuk menurunkan tingkat pengangguran tersebut. Pertumbuhan yang tinggi hanya dapat dicapai dengan pertumbuhan investasi yang tinggi.
Saat ini, walaupun pertumbuhan Indonesia rata-rata berada di Kisaran 5 persen-6 persen, tetapi kondisi tersebut tidak akan maksimal untuk menurunkan tingkat pengangguran, khususnya pengangguran usia muda. Menurut Boediono setidaknya dibutuhkan pertumbuhan ekonomi minimal 7 persen-8 persen. Pertumbuhan sebesar itu pernah dicapai Indonesia sebelum krisis moneter pecah tahun 1997. Tetapi, setelah itu dan hingga saat ini, pertumbuhan sebesar itu tidak dapat sentuh lagi. Selain itu, investasi pemerintah khususnya untuk infrastruktur juga cenderung rendah dan stagnan. Praktis pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini diletakkan pada komsumsi dan investasi sektor swasta. Pertumbuhan belanja (investasi) pemerintah relatif stagnan.
Menurut data BPS, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia sampai Februari 2012 mencapai 6,32 persen (7,2 juta orang), turun dibandingkan Februari 2011 sebesar 6,8 persen. Sekitar 50 persen lebih (4,2 juta orang) dari total pengangguran terbuka tersebut diisi oleh usia muda. Persentase pengangguran usia muda Indonesia sangat tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata persentase pengangguran muda di Asia Tenggara dan dunia. Tahun 2009 saja, persentase pengangguran muda di Indonesia mencapai 22,2 persen, sementara rata-rata pengangguran usia muda di Asia Pasifik hanya 13,9 persen dan dunia 12,8 persen.
Kondisi pengangguran usia muda di Indonesia kian memprihatinkan karena sudah mengenai lulusan pendidikan tinggi, dimana tren juga cenderung menunjukkan peningkatan. Data BPS menunjukkan pengangguran lulusan pendidikan tinggi berkontribusi sebesar 20 persen terhadap total pengangguran terbuka. Fakta tersebut sekaligus menunjukkan bahwa masih besar mismatch antara supply lulusan pendidikan tinggi dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Kondisi tentu perlu mendapat perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang ada.
Fenomena Global
Permasalahan pengangguran usia muda bukan hanya menjadi masalah Indonesia, tetapi memang sudah jadi fenomena global, khususnya setelah krisis keuangan tahun 2008 yang pecah di AS. Krisis tersebut memberikan efek domino bagi ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi global turun cukup dalam dan mendorong pemutusan hubungan kerja (PHK) khususnya di AS dan kawasan Uni Eropa.
Krisis keuangan global tersebut bahkan masih membuat ekonomi AS belum pulih secara total. Ekonomi masih melambat dan tingkat pengangguran masih tinggi di level 8 persen, dimana penganggur usia muda yang biasa dijuluki booemerang mencapai 18 persen-22 persen. Kondisi yang sama juga terjadi di Uni Eropa dengan tingkat pengangguran mencapai 9 persen-10 persen, dimana pengangguran usia muda mencapai 21 persen-22 persen. Bahkan, beberapa di zona euro, seperti Yunani dan Spanyol tingkat penganggurannya mencapai di atas 20 persen. Kondisi ini tentu akan sangat membahayakan stabilitas ekonomi dan politik jika tidak ada solusi. Inggris yang dikenal dengan kekuatan ekonominya juga mengalami tren pengangguran usia muda yang tinggi.
Namun, fenomena pengangguran usia muda yang paling tinggi justru terjadi di Timur Tengah (middle east) dan Afrika Utara, dimana menurut data International Labour Organization (ILO) tahun 2010, tingkat pengangguran usia muda di Timur Tengah dan Afrika Utara hampir mencapai 24 persen. Turunnya sejumlah pemimpin diktator di kedua kawasan ini tahun lalu yang dimulai dari revolusi Jasmin di Tunisia dan jadi efek domino ke kawasan lainnya, merupakan dampak langsung dari tingginya tingkat pengangguran usia muda. Para penganggur usia muda ini sangat frustasi dan akhirnya melakukan demonstrasi menuntut pemerintah turun.
Solusi Harus Dicari
Pemerintah harus sekuat tenaga mendorong penurunan pengangguran usia muda, ditengah keterbatasan kapasitas ekonomi. Pemerintah harus menempatkan generasi muda sebagai aset yang berharga bagi modal pembangunan ekonomi. Masih munculnya penyakit sosial yang muncul dari generasi muda, bukan tidak mungkin terjadi karena pemerintah gagal memberikan lapangan pekerjaan bagi mereka.
Fungsi APBN sebagai stimulus bagi pertumbuhan ekonomi juga tidak berfungsi secara maksimal, karena terbelenggu oleh tingginya subsidi, belanja rutin pemerintah, dan pembayaran utang. Sementara, untuk belanja yang lebih produktif dan memberi efek berganda, seperti infrastruktur tidak terakselerasi dengan sempurna. Kualitas infrastruktur yang buruk sekaligus jadi penghambat daya saing ekonomi Indonesia.
Walaupun, anggaran pemerintah terbatas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi hal itu tidak menjadi alasan bagi pemerintah untuk tidak berusaha menurunkan pengangguran usia muda. Setidaknya ada beberapa hal yang bisa/sudah dilakukan pemerintah bersama dengan seluruh stakeholder yang ada;
Pertama mendorong program Corporate Sosial Responsibility (CSR) BUMN bagi program kewirausahaan (enterprenuership) yang ditujukan bagi kaum muda, khususnya di daerah-daerah yang aksesnya terbatas. Memberikan pemberdayaan bagi kaum muda, sehingga dapat merangsang kreatifitas untuk menciptakan sesuatu yang memberi nilai tambah.
Kedua meningkatkan investasi pemerintah untuk peningkatan kualitas dan kuantitas balai-balai latihan kerja (BLK) dan pusat-pusat training (training centre). Hal tersebut sangat efektif jadi wadah bagi penganggur usia muda untuk meningkatkan dan memperdalam keahlian (skill) yang lebih spesifik, sehingga diharapkan memberikan nilai tambah ketika masuk ke pasar tenaga kerja.
Ketiga meningkatkan komunikasi dan kerjasama antara dunia pendidikan dengan pasar tenaga kerja. Pendidikan tinggi harus memiliki kemandirian untuk dapat membuat kurikulum yang berbasis sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, sehingga mismatch antara dunia pendidikan tinggi dan pasar tenaga kerja dapat terus diminimalisir. Kurikulum kewirausahaan yang saat ini berkembang di beberapa pendidikan tinggi merupakan hal positif yang terus ditingkatkan. Diharapkan kurikulum kewirausahaan bisa memberikan wawasan bagi lulusan pendidikan tinggi melihat pasar kerja dari sisi yang lain.
Keempat pemerintah dapat mendorong sektor swasta (private) dan BUMN untuk membuka akses bagi program magang dan training untuk lulusan pendidikan tinggi, sehingga ada kesinambungan antara teori dan praktik, Jerman dan Austria cukup berhasil menekan tingkat pengangguran usia muda ketika krisis keuangan global terjadi dengan program-program magang dan training.***
Penulis adalah Analis PT. Millenium Danatama Indonesia Asset Management
Menurut data BPS, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia sampai Februari 2012 mencapai 6,32 persen (7,2 juta orang), turun dibandingkan Februari 2011 sebesar 6,8 persen. Sekitar 50 persen lebih (4,2 juta orang) dari total pengangguran terbuka tersebut diisi oleh usia muda. Persentase pengangguran usia muda Indonesia sangat tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata persentase pengangguran muda di Asia Tenggara dan dunia. Tahun 2009 saja, persentase pengangguran muda di Indonesia mencapai 22,2 persen, sementara rata-rata pengangguran usia muda di Asia Pasifik hanya 13,9 persen dan dunia 12,8 persen.
Kondisi pengangguran usia muda di Indonesia kian memprihatinkan karena sudah mengenai lulusan pendidikan tinggi, dimana tren juga cenderung menunjukkan peningkatan. Data BPS menunjukkan pengangguran lulusan pendidikan tinggi berkontribusi sebesar 20 persen terhadap total pengangguran terbuka. Fakta tersebut sekaligus menunjukkan bahwa masih besar mismatch antara supply lulusan pendidikan tinggi dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Kondisi tentu perlu mendapat perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang ada.
Fenomena Global
Permasalahan pengangguran usia muda bukan hanya menjadi masalah Indonesia, tetapi memang sudah jadi fenomena global, khususnya setelah krisis keuangan tahun 2008 yang pecah di AS. Krisis tersebut memberikan efek domino bagi ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi global turun cukup dalam dan mendorong pemutusan hubungan kerja (PHK) khususnya di AS dan kawasan Uni Eropa.
Krisis keuangan global tersebut bahkan masih membuat ekonomi AS belum pulih secara total. Ekonomi masih melambat dan tingkat pengangguran masih tinggi di level 8 persen, dimana penganggur usia muda yang biasa dijuluki booemerang mencapai 18 persen-22 persen. Kondisi yang sama juga terjadi di Uni Eropa dengan tingkat pengangguran mencapai 9 persen-10 persen, dimana pengangguran usia muda mencapai 21 persen-22 persen. Bahkan, beberapa di zona euro, seperti Yunani dan Spanyol tingkat penganggurannya mencapai di atas 20 persen. Kondisi ini tentu akan sangat membahayakan stabilitas ekonomi dan politik jika tidak ada solusi. Inggris yang dikenal dengan kekuatan ekonominya juga mengalami tren pengangguran usia muda yang tinggi.
Namun, fenomena pengangguran usia muda yang paling tinggi justru terjadi di Timur Tengah (middle east) dan Afrika Utara, dimana menurut data International Labour Organization (ILO) tahun 2010, tingkat pengangguran usia muda di Timur Tengah dan Afrika Utara hampir mencapai 24 persen. Turunnya sejumlah pemimpin diktator di kedua kawasan ini tahun lalu yang dimulai dari revolusi Jasmin di Tunisia dan jadi efek domino ke kawasan lainnya, merupakan dampak langsung dari tingginya tingkat pengangguran usia muda. Para penganggur usia muda ini sangat frustasi dan akhirnya melakukan demonstrasi menuntut pemerintah turun.
Solusi Harus Dicari
Pemerintah harus sekuat tenaga mendorong penurunan pengangguran usia muda, ditengah keterbatasan kapasitas ekonomi. Pemerintah harus menempatkan generasi muda sebagai aset yang berharga bagi modal pembangunan ekonomi. Masih munculnya penyakit sosial yang muncul dari generasi muda, bukan tidak mungkin terjadi karena pemerintah gagal memberikan lapangan pekerjaan bagi mereka.
Fungsi APBN sebagai stimulus bagi pertumbuhan ekonomi juga tidak berfungsi secara maksimal, karena terbelenggu oleh tingginya subsidi, belanja rutin pemerintah, dan pembayaran utang. Sementara, untuk belanja yang lebih produktif dan memberi efek berganda, seperti infrastruktur tidak terakselerasi dengan sempurna. Kualitas infrastruktur yang buruk sekaligus jadi penghambat daya saing ekonomi Indonesia.
Walaupun, anggaran pemerintah terbatas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi hal itu tidak menjadi alasan bagi pemerintah untuk tidak berusaha menurunkan pengangguran usia muda. Setidaknya ada beberapa hal yang bisa/sudah dilakukan pemerintah bersama dengan seluruh stakeholder yang ada;
Pertama mendorong program Corporate Sosial Responsibility (CSR) BUMN bagi program kewirausahaan (enterprenuership) yang ditujukan bagi kaum muda, khususnya di daerah-daerah yang aksesnya terbatas. Memberikan pemberdayaan bagi kaum muda, sehingga dapat merangsang kreatifitas untuk menciptakan sesuatu yang memberi nilai tambah.
Kedua meningkatkan investasi pemerintah untuk peningkatan kualitas dan kuantitas balai-balai latihan kerja (BLK) dan pusat-pusat training (training centre). Hal tersebut sangat efektif jadi wadah bagi penganggur usia muda untuk meningkatkan dan memperdalam keahlian (skill) yang lebih spesifik, sehingga diharapkan memberikan nilai tambah ketika masuk ke pasar tenaga kerja.
Ketiga meningkatkan komunikasi dan kerjasama antara dunia pendidikan dengan pasar tenaga kerja. Pendidikan tinggi harus memiliki kemandirian untuk dapat membuat kurikulum yang berbasis sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, sehingga mismatch antara dunia pendidikan tinggi dan pasar tenaga kerja dapat terus diminimalisir. Kurikulum kewirausahaan yang saat ini berkembang di beberapa pendidikan tinggi merupakan hal positif yang terus ditingkatkan. Diharapkan kurikulum kewirausahaan bisa memberikan wawasan bagi lulusan pendidikan tinggi melihat pasar kerja dari sisi yang lain.
Keempat pemerintah dapat mendorong sektor swasta (private) dan BUMN untuk membuka akses bagi program magang dan training untuk lulusan pendidikan tinggi, sehingga ada kesinambungan antara teori dan praktik, Jerman dan Austria cukup berhasil menekan tingkat pengangguran usia muda ketika krisis keuangan global terjadi dengan program-program magang dan training.***
Penulis adalah Analis PT. Millenium Danatama Indonesia Asset Management
__._,_.___
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
.
__,_._,___
0 comments:
Post a Comment