Advertising

Friday, 29 June 2012

[wanita-muslimah] Re: Kisah : Ketika kematian tiba

 

Mbak Mei, dari file lama:

Pak Crouch, Kanjeng Nabi dan Si Aboe

Ketika masih menjabat Juru Bicara Deplu, penampilan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Kerajaan Inggris Raya merangkap Irlandia Utara Marty Natalegawa, jauh dari citra seorang birokrat. Tampan, cerdas, energik dan trendy. Dan saya termasuk yang agak "terkejut" ketika membaca boks yang melengkapi wawancara Marty dengan Kompas 11 Desember 2005. Ternyata alumnus London School of Economic and Political Science, menghabiskan sebagian besar waktunya di mancanegara---bahkan SMA nya pun di London---dan beristerikan perempuan Thailand Sranya Bamrungphong, mengawali nama anak laki-lakinya dengan "Raden Mohammad".

Mengawali nama anak laki-laki dengan Muhammad, adalah salah satu bentuk yang sangat umum bagi seorang muslim menunjukkan cinta mereka kepada Junjungannya. Termasuk saya. Salah satu bentuk lain ialah dengan menyayangi kucing. Adalah Harold Crouch, ahli Indonesia kondang asal Australia yang juga seorang penganut Islam, seperti dikutip Majalah TEMPO, pernah "mengeluhkan" kesukaan ummat Islam terhadap kucing. Dan Pak Crouch, tentu saja tidak salah ketika mengatakan bahwa hal ini berhubungan dengan kecintaan mereka terhadap Sang Nabi, yang memang dikenal sebagai penyayang dan pelindung binatang, terutama kucing.

Sebagaimana dikemukakan Prof Schimmel dalam bukunya "And Muhammad Is His Messenger" (1985), Nabi yang mulia itu pernah menggunting lengan bajunya karena tidak tega membangunkan seekor kucing yang ketika Nabi tidur, ikut tidur di lengan baju beliau.

Tetapi saya percaya bahwa Pak Crouch tidak berkata begitu, jika dia mempunyai kucing seperti si Aboe.

Si Aboe adalah seekor kucing kampung jantan berumur setengah tahunan yang sangat tampan dengan bulu bersih berkilat bewarna hitam ke abu-abuan, yang pada suatu hari datang begitu saja ke rumah kami. Sesuai dengan warna bulunya, oleh anak-anak saya kucing itu diberi nama si Aboe. Kehadirannya di rumah kami saya ketahui ketika pulang bertugas dari luar kota. Saya yang sejak kecil penyayang kucing, langsung jatuh cinta pada pandangan pertama kepada si Aboe.

Tetapi seperti biasa, masalah timbul karena Kur sang ratu rumah tangga saya tidak suka, bahkan "alergi" terhadap kucing. Tetapi seperti yang terjadi sebelumnya, doi akhirnya tidak bisa apa-apa. Selain Iben anak tertua, empat dari lima anak dan keempat cucu kami, mewarisi sifat penyayang berat saya kepada kucing. Akhirnya disepakati si Aboe boleh menjadi anggota keluarga kami dengan tiga syarat: pertama tidak suka nyolong ikan, kedua tidak beol di dalam rumah dan ketiga tidak mencakar jok sofa atau memecah pot kembang milik Kur. Kalau salah satu ketiga syarat tersebut dilanggar, maka si Aboe akan bernasib seperti kucing-kucing kami terdahulu: "diekstradisi"!

Saya tahu Kur tidak main-main dengan ancamannya itu, misalnya seperti yang terjadi pada salah satu kucing yang dulu pernah kami pelihara. Suatu ketika kucing tersebut sakit mencret. Meila, anak keempat kami yang ketika itu masih bersekolah di SMP yang sekarang sudah menjadi gadis dewasa dan telah bekerja, merawat kucing itu dengan telaten, termasuk membuang dan membersihkan bekas beolnya sampai kucing itu sehat kembali. Walaupun terlihat agak mangkel, Kur masih bisa "mentolerir" hal itu. Kur "naik pitam" ketika pada suatu malam Meila berhujan-hujan sendirian keluar rumah cukup jauh mencari kucing itu yang sejak siang tidak pulang-pulang, dan setelah berhasil menemukannya membawanya kucing itu pulang. Besoknya Kur tanpa dapat ditawar-tawar lagi Kur menyuruh Iben membawa kucing itu ke Pasar Kemiri, Depok, dan melepaskannya di sana.

Si Aboe memang kucing manis, tidak "beol" di rumah, dan tidak mencakar jok sofa, kecuali sekali-sekali, dan kalau ketahuan serta dihardik Kur, ia buru-buru lari ngumpet ke kolong meja atau kolong lemari. Aboe juga tidak suka mencuri ikan. Bahkan Aboe makannya rada susah, terutama bila ikan cue' yang dibeli Kur khusus buat si Aboe bila ia berbelanja ke pasar Agung sudah habis. Biasanya saya dan anak-anak merelakan sebagian rendang daging, kalio ayam, dendeng atau tongkol belado, atau belado-belado lainnya dari piring kami untuk Aboe. Caranya, pertama rendang, ayam atau dendeng tersebut digelimangi dulu ke nasi agar bumbu pedasnya bersih. Setelah itu daging atau ayam tersebut harus disuir-suir. Kalau tidak Aboe ogah menyentuhnya. Melihat ini Kur biasanya hanya geleng-geleng kepala.

Si Aboe memang kucing manis. Seperti kucing-kucing rumah lainnya, si Aboe sering lari ke sana ke sini, jingrak-jingkrakkan, terkam sana, terkam sini, guling-gulingan sendirian dan kalau sudah capek, lalu merebahkan badan dan menegakkan kepalanya dengan gagahnya sembari mengibas-ngibasnya ekornya yang pendek itu bak seekor macan Benggala. Kalau kita mencoba mengelus punggung atau perutnya, maka tangan kita akan "dicakar" atau "digigitnya", tentu saja dicakar dan digigit bohong-bohongan.

Tetapi tangan saya juga pernah digigit benaran oleh si Aboe sehingga berdarah, yaitu ketika saya mencoba mengusap-usap punggungnya pada saat Aboe yang mulai puber sedang berpacaran. "Syukurin," ujar Kur sembari mengoleskan obat antiseptik betadin ke atas luka saya iatu.

Caranya tidur manja sekali. Kaki depan dan kaki belakangnya dijulurkannya sedmikian rupa sehingga membentuk garis lurus dengan badannya.

Ira, bungsu kami yang merasa pemilik sah si Aboe, ingin kucing itu tidur dengannya. Tetapi karena sering diunyal-unyal dan diciumi, si Aboe kabur pada kesempatan pertama, dan biasanya tidur di samping Sonny anak ketiga kami yang ketika itu belum menikah dan lebih sering tidur di tikar di depan TV ketimbang di kamarnya sendiri. Biasanya sebelum tidur, Sonny melipat handuknya dan menggelar di sebelahnya. Seperti sudah tahu bahwa handuk itu disediakan untuknya, si Aboe hampir selalu tidur di samping Sony di atas handuk tersebut sampai pagi.

Si Aboe takut kepada Kur. Mendengar Kur bersuara, bahkan tertawa agak keras saja kadang-kadang sudah membuat Aboe lari terbirit-birit. Tetapi dasar kucing, kalau sedang lari-larian, sesekali secara tidak sengaja dia suka menabrak kaki Kur yang sedang berdiri atau sedang berjalan. "Nah, ini mama yang nggak suka sama si Aboe…....Kalau mama jatuh gimana", ujar Kur yang memang tidak tahan kalau dikaget-kagetin, seakan-akan mau "jatuh". "Kamu jangan macam-macam boe", jawab saya sekenanya dan belagak marah sama si Aboe. Sementara yang saya "omelin" sudah menyuruk entah di mana.

Namun bukan itu yang membikin situasi gawat. Si Aboe memang tidak suka mencuri ikan, tidak berak sembarangan, tidak mecahin perbaotan atau mencakar-cakar jok sofa, kecuali sekali-sekali. Tetapi, alaamaakk, si Aboe ternyata suka kencing di rumah. Saya melihat sendiri si Aboe masuk ke keranjang plastik berisi pakaian yang baru saja selesai disetrika, lalu mengangkat kakinya, byurrrr. Menyaksikan hal itu saya lalu melakukan "politik burung onta": memalingkan pandangan saya dari apa yang saya lihat itu. Kemudian saya mendengar dari Meila bahwa Si Aboe juga pernah mengencingin korden di ruang tamu, yang untuk mencucinya tentu saja harus di kirim ke laundry.

Akhirnya vonis pun jatuh: Si Aboe tidak boleh lagi tidur di rumah di malam hari. Jadi sebelum tidur si Aboe harus dikeluarkan dan baru boleh masuk lagi menjelang subuh. Pernah Ira mencoba menyembunyikan si Aboe di bawah selimutnya, tetapi ketahuan oleh Kur karena si Aboe tidak bisa diam karena merasa sumpek. Seperti tahu diri, si Aboe nurut saja ditaruh di luar, dan menjelang subuh baru mengeong-ngeong di depan pintu dengan suaranya yang khas. Biasanya Kur sendiri yang membukakan pintu agar si Aboe bisa masuk kembali ke rumah.

Keadaan itu berlangsung beberapa lama, sampai pada suatu Sabtu pagi, ketika saya sedang membuat catatan pengeluaran saya untuk dilaporkan ke kantor setelah kembali dari sebuah perjalan dinas ke Sulawesi Selatan, saya kaget dan hampir tidak percaya ketika mendengar Ira yang begitu melihat si Aboe terbujur kaku di depan rumah sembari menangis mengatakan bahwa Si Aboe mati. Saya tidak berani keluar untuk melihat binatang kesayangan saya tersebut terkapar tidak bernyawa. Seorang tetangga mengatakan kayaknya si Aboe memakan dengan tidak sengaja umpan beracun untuk membunuh tikus, karena ada busa di mulutnya. Mungkin saja ketika merasa pusing, si Aboe berusaha untuk pulang, tetapi sebelum sampai di pintu dan mengeong-ngeong seperti biasa untuk minta dibukakan pintu, sudah ambruk duluan di halaman. Kur yang juga terlihat ikut sedih berkata lirih: "Mama heran, kok si Aboe tadi pagi tidak mengeong-ngeong minta dibukakan pintu seperti biasa"

Sonny, yang merasa sangat kehilangan memberikan penghormatan terakhir dengan mengubur si Aboe di garasi di depan rumah kami.

Kurang lebih dua bulan setelah itu, saya dan Kur berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan Ibadah Haji. Dalam tidur saya di malam hari sekembalinya ke pemondokan kami di Makkah sepulang melaksanakan pelemparan jamarat di Mina, saya mengalami tiga mimpi yang sangat menyenangkan. Salah satu di antaranya, yang terakhir, saya melihat si Aboe, yang tampak lebih besar dan agak transparan berjalan mendekati saya sambil mengibas-ngibaskan ekornya.

"Ngapain kamu Boe..?" ujar saya sambil tertawa.

Ketika terjaga dan menyadari bahwa apa yang saya alami itu hanya sebuah mimpi belaka, saya lalu mendesis lirih:

"Duh Aboe….."

Wassalam, Darwin

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "L.Meilany" <wpamungk@...> wrote:
>
> Ketika kematian tiba
> [bagi seekor hewan lucu]
>
> Kucing saya meninggal dalam usia 5 tahun 1 bulan karena sakit [ lever, DM, ginjal]
> Payah diaturnya : dia hobi makan sukar dilarang: kalau nggak tidur, main, ganggu kucing yang lain dan makan.
> Penyakitnya yang manusia tidak sadari kemudian menggerogoti tubuhnya dengan cepat.
> Yang tadinya tambun terus menyusut. Dokter menyerah angkat tangan, kondisinya sudah kritis.
> Sebelum di eutanasia [ yang ternyata memerlukan aturan yang rumit]- dia meninggal dengan tenang,
> damai di rumah; dikelilingi segenap keluarga yang menyayanginya.
> [ Ia tidak meraung-raung seperti kucing kerabat saya waktu sekarat]
>
> Di tempat pengayoman hewan ia disemayamkan dengan baik dalam tatacara islam,
> diselimuti kain tilamnya dan dikubur. Bunga ditaburkan di atas peraduan terakhirnya.
> Disana berbarengan dengan seorang perempuan Tionghwa yg menangis terus terisak-isak, sambil menanti
> anjing golden retrievernya yang terkena serangan jantung dikremasi.
> Di sebutnya terus nama anjingnya yang berusia 10 tahun dalam isak tangisnya 'anak mami tersayang'
> Kami berdiri bersisian sambil menunggu kesibukkan pemakaman dan kremasi berlangsung.
> Kami larut dalam duka yang sama.
>
> Semoga hewan-hewan yang telah menjadi bagian keluarga itu hidup tenang bahagia di alam keabadian
> terbebas dari penderitaan di dunia.
>
> Islam rahmatan lil alamin. Bagaimanakah Allah SWT memperlakukan hewan, akan masuk surgakah dia?
> Bagaimanakah hewan memandang hidupnya, adakah takdir bagi hewan?
>
> Salam,
> l.meilany
>

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment