Advertising

Friday 21 May 2010

[wanita-muslimah] Gizi Buruk dan Generasi Hilang

 

Refleksi : Apa tanggapan Anda setelah membaca artikel tertera di bawah ini?

http://www.suarakarya-online.com/news.html?category_name=Opini

Gizi Buruk dan Generasi Hilang
Oleh Siti Fathimatuz Zahroh, AMG

Jumat, 21 Mei 2010

Tim pelajar Indonesia keluar sebagai juara umum dalam Lomba Penelitian Ilmiah Remaja Tingkat Dunia Ke-17 atau 17th International Conference of Young Scientists (ICYS) di Denpasar, Bali, belum lama ini. Tim kita yang terdiri dari Florencia Vanya Vaniara dan Evelyn L Wibowo (SMA Santa Laurencia Serpong, Banten), Muhammad Kautsar, Dian Sartika Sari, Dhicha Putri Maharani, dan Hidayu Permata Hardi (SMAN 6 Yogyakarta) berhak meraih tujuh medali emas, satu perak, dan tiga perunggu serta dua special award.

Prestasi yang berhasil diraih tim pelajar itu, sejenak menjadi pelipur lara di tengah kabar gizi buruk telah mengancam separuh lebih dari anak bangsa. Sebagaiman diberitakan Balitbang Depkes (2008), lebih dari 37 persen anak Indonesia usia 0-5 tahun (balita) kekurangan gizi yang ditandai dengan bentuk fisik stunted atau tinggi badan tidak sesuai dengan umur. Setahun kemudian, Depkes juga merilis data peningkatan gizi buruk yang menyerang lebih dari 48 persen balita merata di 23 provinsi. Menyedihkan! Dari hasil survei terhadap status gizi di rumah sakit secara umum, dengan cara antropometri dan pemeriksaan biokimiawi, diketahui bahwa 48% pasien menderita status gizi kurang pada waktu masuk rumah sakit dan setelah dirawat selama 2 minggu, meningkat menjadi 68%. Selain itu, rata-rata 75% pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami penurunan status gizi. Penurunan status gizi akan menyebabkan angka mortalitas naik dan memperpanjang lamanya rawat inap di rumah sakit. Jika tidak dilakukan penanganan secara serius, bisa dipastikan jumlah anak dan balita yang menderita gizi buruk meningkat tajam.

Ancaman Serius

Fenomena kenaikan angka gizi buruk, jelas menimbulkan keprihatinan kita bersama. Persoalan itu tidak bisa dianggap sepele, karena hal ini menyangkut masa depan 'nasib' satu generasi mendatang.

Menurut seorang pengurus pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Rachmat Sentika (2010), akibat gizi buruk, anak akan mengalami berbagai penyakit yang sangat membahayakan; seperti tumbuh kembang otak yang kurang optimal dan sebagainya. Jika status gizi tidak diperbaiki, sel-sel otak tidak bisa berkembang dan sulit dipulihkan. Perkembangan jaringan otak dengan stimulasi mencapai 80 persen pada usia 0-3 tahun. Pada usia 10 tahun perkembangan jaringan otak yang sehat disertai stimulasi akan mencapai 90 persen. Tanpa stimulasi perkembangan jaringan otak akan jauh di bawah persentase tersebut.

Kekurangan gizi pada balita terjadi bila konsumsinya melalui makanan kurang. Dampaknya, tubuh balita akan mengalami keseimbangan negatif; berat badan akan kurang dari berat badan ideal. Dampak gizi buruk yang terparah pada balita adalah marasmus. Keadaaan ini ditandai dengan kulit kering, tipis, tidak lentur, serta mudah berkerut. Rambut tipis, jarang, kering, tanpa kilap normal, dan mudah dicabut tanpa menyisakan rasa sakit. Penderita kelihatan apatis, meskipun biasanya masih sadar, dan menampakkan gurat kecemasan. Tanda-tanda itu, disokong dengan lekukan pada pipi dan cekungan di mata, menjelaskan gambaran wajah seperti orang tua.

Sementara kekurangan gizi pada masa remaja dan usia sekolah, mengakibatkan gangguan pertumbuhan, produktivitas menurun, dan tingkat kecerdasan yang rendah. Itu artinya, anak menjadi bodoh, lamban bergerak, dan sangat sulit meraih prestasi. Generasi muda demikian, jelas akan menghambat sekaligus menjadi beban pembangunan. Jika dibiarkan, 20 tahun ke depan akan muncul satu rantai generasi yang hilang.

Musuh Bersama

Sebelum bangsa ini kehilangan satu generasi, problem gizi buruk harus segera diatasi. Segenap pihak; baik pemerintah, masyarakat, stakeholder, maupun orangtua, harus bekerja sama, bahu-membahu mengenyahkan musuh bersama bangsa ini.

Dalam pandangan Andriyanto (2010), strategi cepat pemulihan gizi buruk adalah melalui pemberian makanan tambahan. Strategi ini harus dilakukan secara serentak dengan penyuluhan tentang gizi kepada orang tua. Itu artinya, peran ahli gizi di berbagai rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), harus dioptimalkan. Dalam kenyataan, banyak ahli gizi di rumah sakit dan puskesmas justru menjadi tenaga pendaftaran atau administrasi. Ironis bukan?

Program pemberian makanan tambahan (PMT) bagi penderita gizi buruk harus ditingkatkan intensitasnya. Jika semula hanya dilakukan sekali dalam sebulan, kini harus ditambah minimal dua kali dan tepat sasaran. Artinya, PMT itu harus benar-benar diberikan pada balita, bukan pada yang lain.

Bagi ibu hamil (bumil), harus ditanamkan kesadaran bahwa pemberian makanan berkualitas sejak anak berada dalam kandungan merupakan sebuah keharusan. Penelitian membuktikan bahwa 80 persen pembentukan otak anak terjadi dalam kandungan; sementara 20 persen perkembangan berikutnya terjadi saat anak lahir hingga usia dua tahun. Hal ini sering diabaikan oleh bumil maupun masyarakat pada umumnya. Mereka sering tidak tahu bahwa bayi berusia di bawah enam bulan membutuhkan air susu ibu eksklusif. Pemahaman dasar ini penting karena sangat berpengaruh terhadap masa depan anak.

Ada anggapan bahwa gizi buruk bertalian erat dengan kemiskinan. Jika demikian halnya, maka pemerintah perlu mengevaluasi program-program pengentasan kemiskinan. Jika program itu dirasa efektif membantu kesejahteraan masyarakat, maka perlu dilanjutkan. Tetapi jika ternyata kurang efektif, perlu diganti dengan program lain yang lebih menyentuh dan sejalan dengan upaya perbaikan gizi masyarakat. Sementara program unggulan yang sudah ada seperti jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), program keluarga harapan (PKH), PNPM Mandiri dan sebagainya, perlu dioptimalkan di samping harus mendukung kerja pengentasan gizi buruk.

Tidak ada salahnya jika pemerintah melalui Dinkes (Dinas Kesehatan) menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan - melalui program Corporation Social Responsibility (CSR) - guna mempercepat program pengentasan gizi buruk. Tentu saja kerja sama ini harus menguntungkan masyarakat; bukan malah membebani. Akhirnya, kita tidak ingin generasi mendatang miskin prestasi lantaran gizi buruk. Maka, kerja sama yang harmonis, holistik, terarah dan terencana, menjadi penting demi membebaskan generasi mendatang dari gizi buruk. Semoga. ***

Penulis adalah ahli gizi berstatus CPNS pada Dinas Kesehatan.

----------------------------------------------------------


[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


Get great advice about dogs and cats. Visit the Dog & Cat Answers Center.


Hobbies & Activities Zone: Find others who share your passions! Explore new interests.

.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment