Berandalan Bermotor Merenggut Anak Kesayanganku (6)
Polisi Berhasil Membekuk Para Pelaku
SEBELUMNYA diceritakan, Rangga dan Adi yang terjatuh dari sepeda motor, menjadi bulan-bulanan berandalan bermotor yang memburunya. Keduanya menerima siksaan yang sangat kejam. Walaupun berteriak minta tolong dan memohon ampun, namun para berandalan itu tidak peduli, mereka terus mengayunkan tangan-tangan kejinya ke tubuh Rangga dan Dani. Warga sekitar yang melihat kejadian itu tak ada satu pun yang berani memberikan pertolongan. Ramdani baru mendengar kejadian yang menimpa anaknya itu selepas salat isya. Bagaimana selanjutnya? Berikut kisahnya seperti yang dituturkan Ramdani kepada Yulinda Andriani.
PEMAKAMAN anakku dihadiri ratusan orang yang terdiri dari teman-teman Rangga dan para tetangga. Bahkan kupikir semua orang di kampungku tumplek mengantarkan jenazah anakku. Semua orang berduka atas kepergian Rangga. Semua orang bersimpati atas kesedihan yang aku derita. Dan, semua orang marah atas tragedi yang menimpa kami. Bahkan, sebuah baliho dipasang teman-teman Rangga di jalan yang melintasi kampung kami, bertuliskan "Selamat Jalan Rangga, Kami Berduka Atas Kepergianmu".
Aku tersuruk di depan nisan anakku, menangis tersedu seperti anak kecil. Tak henti-henti kuungkapkan permintaan maafku kepadanya, karena tak berada di sisinya ketika ia sangat membutuhkan pertolongan. Seseorang berbisik kepadaku agar mengikhlaskan semuanya, dan memintaku mendoakan anakku agar diterangkan jalannya di alam keabadian. Detik itu juga doa kontan kukirimkan untuk Rangga. Buah hatiku itu adalah anak yang saleh, sepanjang hidupnya ia adalah anak yang berbakti kepada kami, ibu-bapaknya, karena itu aku yakin ia akan berada di tempat yang layak dan penuh kebahagiaan.
Polisi bergerak dengan cepat. Atas kesaksian Amin yang selamat dari kejaran para berandalan bermotor itu dan berdasarkan keterangan beberapa warga di sekitar tempat kejadian perkara, beberapa hari kemudian si Abro dan para begundalnya dibekuk. Seluruhnya berjumlah 57 orang. Mereka ditangkap polisi dari beberapa tempat persembunyiannya. Tidak segarang seperti saat membantai Rangga dan Adi, mereka tertunduk dan mengkerut dalam genggaman aparat hukum.
Menyusul setelah penangkapan para pelaku, dalam sebuah kejadian yang tak pernah kuketahui dan kusangka, sejumlah teman Rangga dan para tetangga menyerbu ke rumah orangtua Abro di kampung sebelah. Rupanya sebelumnya mereka pun sudah berkoordinasi dengan pihak keluarga dan kerabat Adi untuk melakukan serangan balas dendam itu, sehingga massa yang melakukan penyerangan itu begitu banyak. Mereka mengamuk dan merusak rumah orangtua Abro hingga berantakan. Beruntung orangtua Abro dan semua penghuni rumah sudah lebih dulu mengungsi sehingga tidak jatuh korban. Beruntung pula polisi segera datang dan berhasil menenangkan warga, sehingga akibat yang lebih buruk tidak terjadi.
Aku sendiri tidak menyetujui amuk massa itu. Apalagi kalau yang diamuk adalah rumah orangtua Abro, menurutku itu salah sasaran. Aku yakin, kedua orangtua anak itu tidak bersalah dan sangat tidak setuju dengan kelakuan anaknya yang merenggut nyawa orang lain. Mereka hanyalah orangtua biasa yang tidak seberuntung aku dalam memiliki anak. Apalagi yang kuketahui, orangtua Abro adalah orang-orang yang taat beragama dan sangat terpelajar. Mereka pun pasti mengutuk tindakan anaknya dan para berandalan itu. Dan menurutku, posisi mereka pun sangat sulit. Mereka harus menanggung malu atas kejadian itu seumur hidupnya.
Mungkin itulah akibat yang tidak ingin ditanggung almarhum Adi dengan menolak ajakan Abro untuk ikut kelompok berandalan bermotor. Adi adalah anak yang cerdas dan memiliki pandangan jauh ke depan. Ia pasti tidak ingin orang-orang yang dicintainya menanggung akibat dari ulah sok gagah dengan ikut kelompok berandalan. Almarhum Adi lebih memilih menantang ajal dengan menampik bujukan seniornya, daripada hidup menjadi kaum urakan dan pengacau yang meresahkan semua orang.
Kasus tersebut kemudian bergulir hingga pengadilan. Aku dan para tetangga mengikuti kasus tersebut dengan seksama dan penuh perhatian. Dalam pandangan kami orang-orang awam yang tidak pernah berkenalan dengan segala tetek bengek tentang hukum, Abro dan kawan-kawan sangat pantas dihukum dengan hukuman seberat-beratnya dan setimpal dengan perbuatannya. Bahkan kalau memperturutkan emosi, para berandalan itu sangat layak kalau dihukum mati, atau setidaknya harus menghuni hotel prodeo sepanjang hayatnya.
Namun rupanya pandangan sang pemegang palu keadilan berbeda dengan kami. Berdasarkan hukum yang berlaku di negeri ini, Abro dan kawan-kawan masih tergolong anak-anak di bawah umur yang belum bisa dihukum selayaknya orang dewasa. Karena itu sanksi yang diterima kawanan itu sangat ringan. Jauh lebih ringan dari penderitaan yang dirasakan almarhum Rangga dan Adi.
Aku sesungguhnya sangat tidak menerima dengan ringannya hukuman yang diterima Abro dan kawan-kawan. Bagiku itu sungguh tidak adil. Akan tetapi aku hanyalah orang biasa yang tidak memiliki pengetahuan mumpuni mengenai urusan hukum. Aku hanya bisa pasrah dan mengilkhlaskan semuanya. Kalau seperti itu hukum yang berlaku di negeri ini, aku berusaha menerimanya dengan lapang dada. Aku hanya berdoa agar almarhum Rangga dan Adi diberi ketenangan dan kelapangan di alam kuburnya. Dan semoga pula "hukuman" yang diterima Abro dan kawan-kawan dapat membina dan mengubah mereka menjadi anak-anak yang baik dan kembali ke jalan yang benar. Aku akan berusaha menutup persoalan itu sampai di situ dan menghapus segala dendam di dada. Walaupun berat, aku mencoba kembali menjalani hidup seperti sediakala.
Sekitar tiga tahun kemudian, kudengar Abro keluar dari penjara. Bahkan tak berapa lama setelah itu, kabarnya ia diterima bekerja di sebuah perusahaan. Namun itu tidak berlangsung lama. Kondisi kesehatan Abro selepas dari penjara tidak terlalu baik dan sering bolak-balik ke rumah sakit. Terakhir kudengar ia meninggal dunia dalam usia yang sangat muda. Tapi tentu saja lebih tua dari almarhum Rangga dan Adi...
Aku tersuruk di depan nisan anakku, menangis tersedu seperti anak kecil. Tak henti-henti kuungkapkan permintaan maafku kepadanya, karena tak berada di sisinya ketika ia sangat membutuhkan pertolongan. Seseorang berbisik kepadaku agar mengikhlaskan semuanya, dan memintaku mendoakan anakku agar diterangkan jalannya di alam keabadian. Detik itu juga doa kontan kukirimkan untuk Rangga. Buah hatiku itu adalah anak yang saleh, sepanjang hidupnya ia adalah anak yang berbakti kepada kami, ibu-bapaknya, karena itu aku yakin ia akan berada di tempat yang layak dan penuh kebahagiaan.
Polisi bergerak dengan cepat. Atas kesaksian Amin yang selamat dari kejaran para berandalan bermotor itu dan berdasarkan keterangan beberapa warga di sekitar tempat kejadian perkara, beberapa hari kemudian si Abro dan para begundalnya dibekuk. Seluruhnya berjumlah 57 orang. Mereka ditangkap polisi dari beberapa tempat persembunyiannya. Tidak segarang seperti saat membantai Rangga dan Adi, mereka tertunduk dan mengkerut dalam genggaman aparat hukum.
Menyusul setelah penangkapan para pelaku, dalam sebuah kejadian yang tak pernah kuketahui dan kusangka, sejumlah teman Rangga dan para tetangga menyerbu ke rumah orangtua Abro di kampung sebelah. Rupanya sebelumnya mereka pun sudah berkoordinasi dengan pihak keluarga dan kerabat Adi untuk melakukan serangan balas dendam itu, sehingga massa yang melakukan penyerangan itu begitu banyak. Mereka mengamuk dan merusak rumah orangtua Abro hingga berantakan. Beruntung orangtua Abro dan semua penghuni rumah sudah lebih dulu mengungsi sehingga tidak jatuh korban. Beruntung pula polisi segera datang dan berhasil menenangkan warga, sehingga akibat yang lebih buruk tidak terjadi.
Aku sendiri tidak menyetujui amuk massa itu. Apalagi kalau yang diamuk adalah rumah orangtua Abro, menurutku itu salah sasaran. Aku yakin, kedua orangtua anak itu tidak bersalah dan sangat tidak setuju dengan kelakuan anaknya yang merenggut nyawa orang lain. Mereka hanyalah orangtua biasa yang tidak seberuntung aku dalam memiliki anak. Apalagi yang kuketahui, orangtua Abro adalah orang-orang yang taat beragama dan sangat terpelajar. Mereka pun pasti mengutuk tindakan anaknya dan para berandalan itu. Dan menurutku, posisi mereka pun sangat sulit. Mereka harus menanggung malu atas kejadian itu seumur hidupnya.
Mungkin itulah akibat yang tidak ingin ditanggung almarhum Adi dengan menolak ajakan Abro untuk ikut kelompok berandalan bermotor. Adi adalah anak yang cerdas dan memiliki pandangan jauh ke depan. Ia pasti tidak ingin orang-orang yang dicintainya menanggung akibat dari ulah sok gagah dengan ikut kelompok berandalan. Almarhum Adi lebih memilih menantang ajal dengan menampik bujukan seniornya, daripada hidup menjadi kaum urakan dan pengacau yang meresahkan semua orang.
Kasus tersebut kemudian bergulir hingga pengadilan. Aku dan para tetangga mengikuti kasus tersebut dengan seksama dan penuh perhatian. Dalam pandangan kami orang-orang awam yang tidak pernah berkenalan dengan segala tetek bengek tentang hukum, Abro dan kawan-kawan sangat pantas dihukum dengan hukuman seberat-beratnya dan setimpal dengan perbuatannya. Bahkan kalau memperturutkan emosi, para berandalan itu sangat layak kalau dihukum mati, atau setidaknya harus menghuni hotel prodeo sepanjang hayatnya.
Namun rupanya pandangan sang pemegang palu keadilan berbeda dengan kami. Berdasarkan hukum yang berlaku di negeri ini, Abro dan kawan-kawan masih tergolong anak-anak di bawah umur yang belum bisa dihukum selayaknya orang dewasa. Karena itu sanksi yang diterima kawanan itu sangat ringan. Jauh lebih ringan dari penderitaan yang dirasakan almarhum Rangga dan Adi.
Aku sesungguhnya sangat tidak menerima dengan ringannya hukuman yang diterima Abro dan kawan-kawan. Bagiku itu sungguh tidak adil. Akan tetapi aku hanyalah orang biasa yang tidak memiliki pengetahuan mumpuni mengenai urusan hukum. Aku hanya bisa pasrah dan mengilkhlaskan semuanya. Kalau seperti itu hukum yang berlaku di negeri ini, aku berusaha menerimanya dengan lapang dada. Aku hanya berdoa agar almarhum Rangga dan Adi diberi ketenangan dan kelapangan di alam kuburnya. Dan semoga pula "hukuman" yang diterima Abro dan kawan-kawan dapat membina dan mengubah mereka menjadi anak-anak yang baik dan kembali ke jalan yang benar. Aku akan berusaha menutup persoalan itu sampai di situ dan menghapus segala dendam di dada. Walaupun berat, aku mencoba kembali menjalani hidup seperti sediakala.
Sekitar tiga tahun kemudian, kudengar Abro keluar dari penjara. Bahkan tak berapa lama setelah itu, kabarnya ia diterima bekerja di sebuah perusahaan. Namun itu tidak berlangsung lama. Kondisi kesehatan Abro selepas dari penjara tidak terlalu baik dan sering bolak-balik ke rumah sakit. Terakhir kudengar ia meninggal dunia dalam usia yang sangat muda. Tapi tentu saja lebih tua dari almarhum Rangga dan Adi...
(tamat)**
--
silahkan bantu kami dengan bergabung dan daftarkan diri anda di sini
__._,_.___
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
.
__,_._,___
0 comments:
Post a Comment