Advertising

Tuesday 1 May 2012

Re: [wanita-muslimah] Re: Tentang qurban dan sesajen

 


Iya Mas Chodjim, saya sudah baca jawaban mas ini untuk mbak Mia, justru itulah saya tanyakan lagi, apa dasar mas Chodjim menafsirkan "bi ghulamin halim" (dengan anak yang santun) itu sebagai frasa yang mengacu kepada Ishaq, bukan Ismail? Adakah dalil tafsir atau hadis untuk frasa itu?

Sebab "setting" ayat 37: 101 berbeda sama sekali dengan berita kelahiran Ishaq pada ayat-ayat lain yang mas Chodjim sebutkan (11:71-72, 51:28-29, dan 15:53). Pada ketiga surat itu berita kelahiran Ishaq selalu dimulai dengan kedatangan tamu tak dikenal (malaikat) ke rumah Ibrahim yang membuat Ibrahim takut, sebelum malaikat menjelaskan bahwa kedatangan mereka membawa dua tujuan (1) untuk mengabarkan kelahiran Ishaq dan (2) untuk memberi peringatan kepada kaum Luth. Bahkan pada ayat 11:71-72 dan 51:28-29 ada tanya jawab antara malaikat dengan Sarah, yang merasa mustahil bisa melahirkan karena kondisinya sudah uzur.

Kondisi ini (kedatangan tamu tak dikenal/malaikat ke rumah Ibrahim) sama sekali tak diceritakan pada 37: 101, bukan?  Bahkan pada ayat sebelumnya, digambarkan Nabi Ibrahim berdoa: Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh (37:100).
Kalau memang "bi ghulamin halim" yang dimaksudkan dalam ayat ini juga mengacu pada Ishaq, mengapalkan ayat 37:100-101 ini BERBEDA SEKALI penggambarannya dengan 11:71-72, 51:28-29 dan 15:53?

Selain itu, bukankah doa Ibrahim pada 37:100 itu lebih mudah dipahami sebagai munajat seorang lelaki yang BELUM PUNYA anak? sementara saat tamu asing/malaikat mengabarkan kelahiran Ishaq kepada Ibrahim dan Sarah, Ibrahim SUDAH memiliki seorang putra, Ismail, dari Hajar.

Mohon pencerahan mas Chodjim.

salam,

Akmal Nasery Basral

On May 1, 2012, at 2:40 PM, "chodjim" <chodjima@gmail.com> wrote:

 



Mas Akmal, sebenarnya telah saya terangkan pada uraian tentang kelahiran  Ishaq dan Ismail yang saya postingkan pada Mbak Mia. Ini saya posting lagi.
 
Berita kelahiran Ishaq secara khusus dimuat di beberapa ayat, yaitu 11:71-72, 51:28-29, 15:53, 37: 101-112. Nah, pada 37: 101 dan 112 inilah hampir seluruh umat Islam terjebak teka-teki Ismail-Ishaq. Padahal, ayat 101 itu tentang berita kelahiran seorang anak yaitu Ishaq dan ayat 112 menegaskan bahwa Ibrahim menerima berita gembira bahwa Ishaq dipilih menjadi seorang nabi yang tergolong dalam golongan orang yang saleh. Jadi, ayat 37:101 itu memberitakan tentang kelahirannya, sedangkan ayat 112 tentang pemilihan Ishaq sebagai nabi. Jadi, 37:112 sama sekali tidak menjelaskan kelahiran Ishaq.
 
Dalam kaitannya dengan Ibrahim, Ismail disebut dalam Alquran secara "ujug-ujug" (tiba-tiba), yaitu sebagai pemuda yang mendampingi Ibrahim dalam membangun "sistem tauhid" yang disebut sebagai "bayt", yaitu dalam Q. 2:125-140 dan pernyataan Ibrahim bahwa dia dikaruniai anak Ismail dan Ishaq.. Umat Islam terjebak lagi makna "bayt" menjadi Ka'bah, akhirnya penerjemah Alquran ngayawara (memaksakan diri) untuk melawan realitas makna.
 
Wassalam,
 
chodji
 
----- Original Message -----
Sent: Tuesday, May 01, 2012 2:23 PM
Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Tentang qurban dan sesajen

 


Mas Chodjim yang baik,
Sebetulnya saya sangat tertarik untuk berdiskusi tentang hal-hal di bawah ini, tapi waktu sedang "tak bersahabat".

For starter saja, dalam banyak versi Ibnu Abbas wafat umur 71 tahun pada tahun 68 H, sehingga diperkirakan lahir tahun ke-3 sebelum hijrah, sehingga saat Nabi wafat beliau berusia sekitar 13 tahun. Masih muda memang, tapi bukankah Ibnu Mas'ud yang berusia 36 tahun lebih tua dari Ibnu Abbas sendiri pernah berkata bahwa Ibnu Abbas adalah "Tarjaman Al Qur'an" atau orang yang pemahaman Al Qur'annya "paling matang dibandingkan kami semua, bagaimana jika dia seumuran dengan kami?" ujar Ibnu Mas'ud.

Karena konteks diskusi ini soal Ismail-Ishaq, maka pengalaman perang Ibnu Abbas adalah non-faktor dalam menjelaskan perbedaan tafsir tentang siapa anak Ibrahim yang sebetulnya dikurbankan. 

Tapi ya itu tadi, saya belum bisa tambahkan argumen lain, karena sedang "belibet" urusan lain. Moga-moga bisa secepatnya bertukar pikiran dengan mas Chodjim dkk tentang hal ini.

Sebab bukankah aneh jika untuk sejarah Habil vs Qabil yang jauh lebih tua saja umat Islam bisa punya pemahaman tunggal bahwa Qabil yang membunuh Habil, dan bukan sebaliknya, mengapa dalam peristiwa kurban (versi Islam, terjadi di Mina. Tak  usahlah kita bahas soal kurban bakaran versi Kitab Kejadian di bukit Moria), pemahaman umat Islam terbelah antara yang meyakini kejadian itu terjadi pada Ismail atau Ishaq?

Pertanyaan awal saya: mohon mas Chodjim uraikan tafsir bahwa yang dimaksud Q:S: 37: 101 itu adalah Ishaq, dan bukannya Ismail.

Terima kasih.

Salam,

ANB

On May 1, 2012, at 9:16 AM, "chodjim" <chodjima@gmail.com> wrote:

 



Sewaktu diskusi dengan alm. Abah HMNA sekitar Idul Adha tahun lalu, saya telah menyampaikan bahwa secara tinjauan antropologis, Ishaq yang akan dikorbankan. Malah, saya tambahkan bahwa sahabat besar Ibnu Mas'ud dengan tegas menyatakan bahwa Ishaq yang dikorbankan. Pada waktu itu, Mbak Mia menyatakan bahwa "make a sense" (saya lupa kata persisnya) kalau Ishaq yang dikorbankan.
 
Ibnu Abbas tidak dimasukkan sebagai sahabat, melainkan tabiun, karena ketika Rasul wafat Ibnu Abbas baru berumur 5 tahun. Dengan kata lain, Ibnu Abbas tidak berkiprah dalam perjuangan Islam bersama Rasulullah. 
 
Tentu pagi ini saya akan memberikan penjelasan ulang, dan terlepas dari sikap kompromistik "happy ending" bagi keduanya.
 
Anak tunggal
Dalam budaya Semitik, yang dianggap anak adalah anak dari permaisuri. Selain itu, pada masa remajanya Ishaq, memang yang berkumpul dengan Ibrahim adalah Ishaq saja. Oleh karena itu, Ishaq secara antropologis disebut "anak tunggal". Hal ini sama dengan Isa al-Masih yang disebut sebagai anak tunggal Tuan (Lord, bukan God)) semesta alam, meski dalam budaya Semitik orang-orang beriman disebut sebagai anak-anak Tuan semesta alam. Di Jazirah Arab, para malaikat juga disebut sebagai putri-putri atau anak-anak perempuan Tuan (Q. 17:40, 37:150)
 
Tradisi
Sebuah tradisi yang terus-menerus dilestarikan tidak berarti itu sebuah kenyataan asal tradisi itu. Penerusan suatu tradisi dalam ilmu budaya bisa dianggap sebagai suatu "strategi budaya" (strategy of culture). Contohnya, baik masyarakat Islam di ranah Minang, Bengkulu, Jambi dan Palembang, maupun masyarakat Islam di Jawa, ada tradisi "Suran" (membuat bubur Suro, melakukan festival Suro, dan sejenisnya) hingga hari ini; yang notabene itu adat saudara-saudara kita dari Syi'ah. Namun, kita tidak bisa mengatakan bahwa masyarakat di daerah-daerah itu sebagai orang Syi'ah. Malah, hampir semua pelaku itu adalah orang-orang Islam yang bermazhab Syafii.
 
Pelestarian kurban oleh orang Arab (jangan lari ke Islam dulu) pra-Islam dan selanjutnya diteruskan di era Islam menunjukkan "strategi kebudayaan" dalam Islam untuk dapat memenangkan persaingan dengan Yahudi dan Nasrani waktu itu. Jikalau dilihat dari asal-usul, banyak hal yang dilakukan oleh orang Arab itu ditiru dari orang-orang Yahudi yang menghuni daerah-daerah subur di Jazirah Arabia. Sebelum Nabi membangun umat, orang Arab itu minder terhadap para Yahudi. Nah, dengan strategi budaya yaitu dengan cara mempertahankan budaya kurban, haji, salat, puasa, ternyata Kanjeng Nabi Muhammad memenangkan pertarungan ajaran.
 
Akan tetapi, keadaan telah berubah jauh daripada kehidupan di masa awal-awal perkembangan agama Islam. Akankah kurban (hewan) yang dilestarikan di masa sekarang bisa memenangkan dalam "istabiq al-khayrat"?
 
Silakan merenung..., dan memikirkan strategi budayanya.
 
Wassalam,
 
chodjim
 
 
----- Original Message -----
Sent: Tuesday, May 01, 2012 2:31 AM
Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Tentang qurban dan sesajen

 

Ishak atau Ismail?


Generasi Sahabat (Umar cs.) termasuk yang memilih Ishak,
sedang generasi tabiin (Ibn Abbas cs) memihak Ismail.

Does it matter?


2012/4/30 Akmal N. Basral <anb99@yahoo.com>
 

Pak Wikan,
Nama Ismail memang tidak disebutkan secara tersurat. Dalam Q:S: 37: 101 hanya berbunyi: 
------
maka Kami beri kabar gembira kepadanya (Ibrahim)  dengan kelahiran seorang anak yang sangat sabar/santun (بِغُلٰمٍ حَلِيْمٍ)'
------
Setelah itu dilanjutkan dengan ayat 102-111 yang mengisahkan Ibrahim menceritakan mimpinya kepada sang anak, sampai pada proses pengurbanan, sang anak digantikan Allah dengan "seekor sembelihan yang besar". 

Namun pada ayat 112, Allah berfirman:
-------
Dan Kami beri dia (Ibrahim) kabar gembira dengan kelahiran Ishaq, seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh.
--------

Dari urutan kronologi ayat Q: S: 37: 101-112 itu berarti:

1. Yang menjalani proses pengurbanan BUKAN Ishaq
2. Yang mengalami adalah anak Ibrahim yang lahir lebih dulu (kakak) Ishaq.
3. Tak dijelaskan secara spesifik pada rangkaian ayat itu apakah Ishaq dan kakaknya berasal dari satu ibu (ibu kandung yang sama) atau tidak.

Jadi siapakah kakak Ishaq itu? Sependek pengetahuan saya, Al Qur'an juga tak pernah mendeskripsikan secara harfiah semisal "Ismail kakak Ishaq". Pola deskripsi yang lazim dalam Qur'an adalah penyebutan berderet: Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub (2:136, 2:140, 3: 84)

Namun ada satu ayat (14: 39) di mana Ibrahim menyatakan dengan jelas kebahagiaannya memiliki dua putra, Ismail dan Ishak, yang disebutkan secara jelas:

------
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua, Ismail dan Ishaq. Sungguh, Tuhanku benar-benar Maha Mendengar doa.
-------

Lagi, Al Qur'an tidak menjelaskan seberapa tua saat Ibrahim dianugerahkan Ismail dan Ishaq itu.

Namun dalam kitab Kejadian (Genesis 15:5) disebutkan bahwa saat Ibrahim sedang gelisah karena masih belum juga dianugerahkan anak di usianya yang sudah tua, Tuhan berfirman menyuruhnya keluar tenda. "Sekarang, pandanglah langit dan hitunglah bintang-bintang di sana, bila engkau sanggup." Ibrahim pun menatap langit dan terdengarlah suara: "Sebanyak itulah anak keturunannya nanti." 

Saat itu Ibrahim sudah berusia 85 tahun dan istrinya Sarah, 76 tahun. Menyadari usianya yang sudah lanjut untuk melahirkan bayi, Sarah mengizinkan Ibrahim menikahi Hajar, budak mereka asal Mesir. Setelah itu malaikat datang mengabarkan kabar gembira Tuhan kepada Hajar, "Aku akan memperbanyak keturunanmu yang tak terhitung jumlahnya. Berbahagialah! Kamu akan dikaruniai seorang anak. Namailah Ismâ'îl karena Tuhan telah mendengar penderitaanmu." (16: 10-11). Hajar lalu menemui Ibrahim dan Sarah, menyampaikan pesan malaikat. Ketika akhirnya Hajar betul-betul hamil dan melahirkan bayi lelaki, Ibrahim memberinya nama Ismâ'îl yang berarti "Tuhan telah Mendengar".

Ketika Ibrahim berusia 100 tahun, dan Sarah 90 tahun, Tuhan menjawab doa Ibrahim dengan sebuah kabar gembira lagi.

Ibrahim berdoa, "Semoga Ismâ'îl hidup dalam hidayahMu ya Allah." Dan Allah menjawab, "Aku mendengar doamu tentang Ismâ'îl, tenanglah. Aku merahmatinya dan Aku akan menjadikan dia pemimpin suatu bangsa yang besar. Tetapi kehendak-Ku tentang Ishaq telah Kutetapkan, dan Sarah akan melahirkannya tahun depan." (17: 20-21).

Jadi dari penjelasan Genesis, ada beda umur 15 tahun antara Ismail dan Ishaq. Urutan genealogis ini sinkron dengan penjelasan Q:S: 37: 101-112 yang sudah dikutip di atas. Dan karena proses pengurbanan melibatkan "anak Ibrahim" (saat sang anak masih kanak-kanak, belum menja

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment