JAKARTA HERITAGE TRAILS
Jelajah Pecinan Tempo Doele
Oleh: Asep Kambali
Pendiri/Ketua Komunitas Historia Indonesia (KHI) & Jakarta Heritage Community (JHC)
Jejak
masa lampau Jakarta sulit dilacak keberadaannya. Melalui beberapa situs
sejarah yang lolos dari kebiadaban masa kini lah masa lampau itu dapat
terungkap. Salah satu ciri khas yang umum terdapat disetiap sejarah
suatu kota adalah terdapatnya pemukiman Tionghoa atau biasa disebut
Pecinan (China Town) di kota itu. Kawasan Pecinan, dalam sejarahnya
selalu menjadi penopang sekaligus jantung perekonomian. Tak heran, jika
Pecinan terdapat hampir di berbagai kota besar di Dunia, termasuk
Jakarta. Kini, etnis Tionghoa telah menjadi ciri sekaligus jiwa yang
mewarnai sejarah kebudayaan dari kota ini.
Artikel 1___________
PECINAN JAKARTA,
Pusat Ekonomi dan Akulturasi Budaya
Jauh
sebelum Belanda membangun Batavia (kini Jakarta) tahun 1619,
orang-orang Cina sudah tinggal di sebelah Timur muara Ciliwung tidak
jauh dari pelabuhan itu. Mereka menjual arak, beras dan kebutuhan
lainnya termasuk air minum bagi para pendatang yang singgah di
pelabuhan. Namun, ketika Belanda membangun loji di tempat itu mereka
pun diusir. Baru, setelah terjadinya Pembantaian Orang Tionghoa di
Batavia (9 Oktober 1740), orang-orang Tionghoa ditempatkan di kawasan
Glodok yang tidak jauh dari 'Stadhuis' (kini Museum Fatahillah) dengan
maksud agar mudah diawasi.
Di Pecinan Glodok dan sekitarnya tempo doeloe konglomerat Khouw pernah
berjaya; ribuan orang China juga pernah dibantai; perayaan Imlek;
semarak Cap Go Meh; nostalgia Peh Cun, panasnya perjudian dan madat,
serta aktivitas perdagangan dan perekonomian yang terus bergelora.
Jejak-jejak itu, kendati terus memudar, masih tetap terasa kental.
Walau sempat di kekang puluhan tahun, kini etnis yang mendarah menjadi
daging dari suku Betawi ini tengah merayakan Imlek dan Cap Go Meh.
Aksara China, bahasa Mandarin, berbagai pertunjukan tradisi lama
Tionghoa pun semakin semarak.
Sejak dulu, kawasan Glodok memiliki potensi dan letak yang strategis,
maka tak aneh jika mendorong banyak orang mengadu nasib. Tak hanya
orang China, orang Eropa, dan kaum pribumi pun banyak tumpah ruah di
Glodok. Saat ini, orang Betawi (dari kata Batavia) yang belakangan
muncul pada abad ke-19 sebagai suku tersendiri merupakan akulturasi
dari banyak budaya itu.
Glodok kini, bukan hanya dikenal sebagai pusat perdagangan elektronik.
Wilayah perekonomian yang tak henti berdenyut ini bukan pula sekedar
kawasan yang identik sebagai Pecinan saja. Karena dalam sejarah
kontemporer Jakarta, glodok memiliki banyak arti: perjuangan kaum
imigran, kejayaan, keterpurukan dan perlawanan terhadap nasib dan
penindasan. Ini berlaku bagi siapa saja yang tinggal di Glodok dan
sekitarnya.
Artikel 2___________
PECINAN LAIN DI JAKARTA
Sesungguhnya, kawasan Pecinan di Jakarta tidak saja identik dengan
Asemka, Glodok, Pancoran dan Petak Sembilan. Karena dalam sejarah
Jakarta, kawasan lain sebagai Pecinan banyak bermuculan setelah pusat
kota Batavia dipindahkan ke Weltevreden (kini Monas dan Lapangan
Banteng) diawal abad ke-19. Kawasan –kawasan lain sebagai Pecinan itu
misalnya terdapat di Passer Baroe, Meester Cornelis Senen (Jatinegara)
Pasar Senen; Pasar Tanah Abang, dsb. Di setiap kawasan tersebut hingga
saat ini masih dapat kita temui jejak sejarah Tionghoa yang unik dan
menarik untuk ditelusuri.
Pancoran dan Glodok
Nama 'pancoran' berasal dari pancuran air yang terbuat dari bambu.
Dahulu, di Glodok memang terdapat sumber air yang mampu memenuhi
kebutuhan air minum masyarakat Kota Batavia. Air dari Pancoran di
alirkan ke taman Fatahillah menggunakan pipa tanah liat. Pipa ini
sempat dipotong dan dihancurkan oleh Pemda DKI demi pembuatan Tunel
yang menghubungkan Stasiun BeOS dan Museum Bank Mandiri pada tahun 2006
lalu. Di tengah taman Fatahillah kemudian dibuat tempat minum kuda dan
masyarakat (1873). Alat itu menyerupai kubah Museum Fatahillah.
Sedangkan nama 'glodok' berasal dari suara air yang berbunyi
'grojok-grojok' kemudian lidahnya kepleset menjadi 'glodok.' Versi lain
menyebutkan bahwa glodok berasal dari grobak pengangkut air tersebut
yang bernama "golodok."
Sebagai
kawasan pecinan, Pancoran –Glodok merupakan kawasan paling padat dan
ramai. Beberapa bangunan bergaya Tionghoa masih terdapat di sini.
Namun, jumlahnya sangat sedikit karena banyak yang dihancurkan oleh
pemiliknya. Antara lain yang masih selamat: Kelenteng Jin de Juan;
Gereja Santa Maria de Fatima; dan Kelenteng Toa Sai Bio.
Passer Pagi Lama –Asemka
Pasar Pagi Lama terletak di Asemka, tepatnya di belakang Museum Bank
Mandiri. Di sini lah pusat grosir terbesar Indonesia yang menjual
berbagai jenis barang murah dari kelontong hingga asesoris. Sebagai
Pecinan, di sini juga tentunya banyak terdapat rumah bergaya Tionghoa.
Ciri umum rumah Tionghoa adalah di bawah toko, di atas sebagai tempat
tinggal (ruko, rumah dan toko). Ada juga yang hanya satu lantai saja.
Sayang, rumah-rumah itu kini banyak yang didiamkan, dihancurkan
pemiliknya, ditiban dengan bangunan baru atau sama sekali dihancurkan.
Para
pedagang asongan kereta jalur Kota-Bogor, Kota-Cikampek, dan Kota-Merak
biasanya berbelanja di sini. Pedagang asongan bis-bis antar kota juga
demikian. Jika Anda tertarik untuk berjualan, tempat ini sangatlah
tepat. Bayangkan saja harga 1 buah ballpoint yang dijual di bis/kereta
dengan harga Rp. 1000,-/buah, di sini dibeli dengan harga bisa sampai
Rp. 250/buah. Tentunya harus membeli dalam jumlah yang banyak.
Jalan Perniagaan & Rumah Keluarga Souw
Di sebelah Selatan Pasar Pagi Lama, terdapat Jl. Perniagaan, jalan ini
dahulu disebut Jl. Patekoan. Konon, nama Patekoan berarti '8 buah
teko/poci' (pat te-koan). Di daerah ini pernah tinggal seorang Kapiten
Cina Gan Djie (1663-1675). Istrinya yang berjiwa sosial, setiap hari
menyediakan 8 buah teko (poci) berisi air teh. Angka 8 sengaja dipilih
sebab angka ini mempunyai konotasi baik atau 'hoki.' Dahulu belum
banyak orang yang berjualan makanan dan minuman, jadi bagi pejalan kaki
yang kelelahan/kehausan dipersilahkan minum air teh yang disediakan.
Jl. Patekoan kini dinamankan Jl. Perniagaan yang sama sekali tidak
mengandung makna apa-apa, selain bisnis.
Masih dari jalan perniagaan, terdapat rumah tua milik keluarga Souw.
Keluarga Tionghoa ini dahulu terkenal sangat kaya-raya. Salah satunya
adalah kakak-beradik Souw Siauw Tjong dan Souw Siauw Keng. Souw Siauw
Tjong selain orang kaya dia berjiwa sosial. Ia mendirikan
sekolah-sekolah bagi anak-anak boemipoetra di tanah miliknya, membantu
orang-orang miskin, menyumbangkan makanan dan bahan bangunan ketika
terjadi kebakaran. Maka, Tjong diberikan gelar luitenant titulair
(kehormatan) oleh pemerintah Hindia Belanda pada Mei 1877. Namanya juga
tercantum sebagai donor pada pemugaran Kelenteng Boen Tek Bio Tanggeang
1875 dan Kelenteng Kim Tek Ie (kini Jin de Juan) Batavia tahun 1890.
Sedangkan Souw Siauw Keng (1849-1917) diangkat menjadi luitenant der
Chineezen di Tanggerang tahun 1884.
Beberapa meter dari rumah besar Keluarga Souw, terdapat bangunan yang
kini menjadi sekolah SMAN 19 Jakarta. Di kalangan anak-anak Kota,
sekolah ini sangat populer dengan sebutan cap-kau, artinya "sembilan
belas". Gedungnya sangat bersejarah, sebab di tempat inilah pertama
kali berdiri sebuah organisasi Tionghoa "modern" di kota Batavia,
bahkan di Hindia Belanda. Pada 17 Maret 1900 berdiri perhimpunan Tiong
Hoa Hwee Koan (THHK). Tahun berikutnya THHK mendirikan sekolah modern
pertama yang disebut Tiong Hoa Hak Tong disusul pembukaan cabang-cabang
lain di seluruh Hindia Belanda. Berdirinya sekolah-sekolah ini
merupakan reaksi masyarakat Tionghoa terhadap pemerintah Belanda yang
selama itu tidak pernah meberikan pendidikan kepada anak-anak mereka.
Akibat perkembangan yang sangat pesat, pemerintah kolonial Belanda,
yang khawatir anak-anak Tionghoa akan "tersedot" semua ke sekolah yang
dibentuk THHK itu, serta-merta Belanda mendirikan Hollandsch Chineesche
School (HCS), yaitu sekolah berbahasa Belanda bagi anak-anak Tionghoa.
Pada 1965, THHT yang di Jl. Patekoan itu di tutup oleh pemerintah Orde
Baru dan bangunannya diambil alih menjadi sekolah pemerintah dengan
nama SMAN 19 Jakarta.
Doeloe, Kawasan Elit Mangga Dua
Wilayah Mangga Dua berada di luar benteng kota Batavia, merupakan
wilayah penempatan bagi pemukiman pribumi kelompok etnis. Posisinya
sebelah tenggara Kasteel Batavia. Wilayah ini menjadi lahan pertanian
bagi keperluan Kasteel Batavia. Dalam perkembangan berikutnya, banyak
pejabat VOC Belanda dan orang kaya Eropa yang memilih membangun
bungalow di daerah ini. Salah satu yang terkenal adalah Pieter
Erberveld yang memiliki tanah luas di Mangga Dua.
Di pojok tenggara Kasteel Batavia terdapat tempat hiburan yang disebut
dengan Macao Pho, di sini banyak wanita penghibur yang didatangkan dari
Macao/ daratan Cina untuk menghibur para pelaut yang datang bersampan
melewati Ciliwung yang menghubungkan Jassenberg (jembatan Jassen)
dengan pelabuhan. Ada tempat hiburan ada juga tempat ibadah. Maka, di
sini juga terdapat Gereja Sion bagi orang-orang Portugis tawanan VOC
Belanda yang dimerdekakan karena pindah anutan dari Katholik menjadi
Protestan (kaum mardijker).
Di Mangga Dua terdapat banyak peninggalan sejarah, yaitu: Mesjid Mangga
Dua yang dibangun awal abad ke-20, di dalamnya terdapat makam keramat;
Areal pemakaman orang-orang Tionghoa, termasuk makam Kapitein Cina
pertama di Batavia, Souw Beng Kong. Ia adalah sahabat lama dari Jan
Pieterzon Coen. Ketika JP. Coen menjadi Gubernur Jenderal VOC dan mulai
membangun Kasteel Batavia, ia mengajak Souw Beng Kong yang berada di
Banten untuk membawa masyarakat Cina bergabung di Batavia. Kemudian
Souw Beng Kong datang ke Batavia dengan membawa 300 orang Cina. Maka,
ia diberi pangkat Kapitein, sebuah pangkat tertinggi bagi kelompok
etnis yang menjadi abdi VOC. Kelompok masyarakat lain juga diberi
pangkat demikian Seperti Kapitein Arab; Kapitein Banda, Kapitein Bali;
juga pangkat Mayor dan Liutenant.
Barang Mewah di Passer Baroe
Passer Baroe mulai ada sejak tahun 1821. Dinamakan pasar baru karena
pada saat itu pasar ini relatif baru dari dua pasar yang telah ada
sebelumnya yaitu pasar Senen dan pasar Tanah Abang yang dibangun sejak
1735. Passer Baroe awalnya merupakan perkampungan yang dihuni
masyarakat Tionghoa. Kemudian menjadi daerah pertokoan, walaupun
keadaannya masih sepi. Memasuki abad ke-20, jalan yang membelah pasar
itu akhirnya dipenuhi toko-toko. Itu pula yang mendorong pemerintah
Hindia Belanda memperindah Passer Baroe dengan mengucurkan dana yang
cukup besar. Maka, dibuatlah trotoar di kiri kanan jalan. Semakin hari
Pasar Baru semakin bersinar.
Kala itu barang-barang yang dijual masih berupa kelontong, bukan sepatu
atau tekstil seperti sekarang ini. Baru pada tahun 1903, Tio Thek Hong
mendirikan toko di pojok kanan jalan perempatan gang Kelinci dan Pasar
Baru. Area ini menjual barang-barang anyar dari Eropa dan Amerika. Di
toko ini pembeli juga tak harus menawar karena harganya pasti. Berkat
Tio Tek Hong pula area ini naik daun.
Pasar baru dikenal sebagai daerah elit karena berada dekat dengan
kawasan rijswijk (jalan Veteran) yaitu kawasan khusus dimana
orang-orang kaya tinggal. kalau kawasan rijswijk didominasi oleh
bangunan perkantoran dan tempat tinggal, maka kawasan ini adalah tempat
untuk rekreasi dan belanja mereka. Namun, kini pasar baru pamornya
mulai memudar. Hal ini karena menjamurnya pasar-pasar raksasa yang
lebih modern seperti hypermart dan mall-mall.
Kawasan Meester Cornelis Senen-Jatinegara
Pada masa penjajahan Belanda, Jatinegara merupakan pusat dari kabupaten
yang dikenal sebagai Meester Cornelis. Kabupaten Jatinegara saat itu
meliputi Bekasi, Cikarang, Matraman dan kebayoran. Nama Meester
Cornelis diganti menjadi Jatinegara pada masa pendudukan Jepang sekitar
tahun 1942. Meskipun demikian, nama Jatinegara yang berarti 'negara
sejati' itu sudah dipopulerkan oleh Pangeran Ahmad Jayakarta saat
beliau mendirikan perkampungan Jatinegara Kaum di wilayah Pulo Gadung,
Jakarta Timur. Versi lain mengatakan bahwa nama Jatinegara diadaptasi
dari banyaknya pohon jati yang masih ditemukan di kawasan tersebut pada
masa pendudukan Jepang, sehingga nama Meester Cornelis diganti menjadi
Jatinegara.
Pada pertengahan abad ke 17, Belanda memberikan ijin pembukaan hutan di
sebuah kawasan yang jaraknya kira-kira 15-20 kilometer dari Batavia
kepada Cornellis Senen (seorang guru agama Kristen). Cornellis Senen
adalah seorang keturunan Portugis yang berasal dari Lontor, Pulau
Banda. Dia mampu berkhotbah dalam bahasa Melayu maupun Portugis
(Kreol). Cornellis Senen biasa dipanggil Meester yang berarti tuan
guru. Konon beliau ditolak oleh panitia ujian saat beliau ingin
menempuh ujian untuk menjadi seorang pendeta pada tahun 1657. Bisa jadi
beliau ditolak karena beliau bukan asli keturunan Belanda. Namun
demikian, beliau diberi hak untuk membuka hutan dan menebang pohon jati
di tepi sungai Ciliwung. Hutan yang dibukanya kini menjadi daerah padat
penduduk yang dikenal sebagai Jatinegara. Nama Meester sendiri
diabadikan menjadi Pasar Meester. Di pasar ini banyak terdapat
peninggalan sejarah berupa rumah-ruamh Tionghoa lama, tentunya hal itu
mengindikasikan sebagai Pecinan. Objek sejarah lain yang terdapat di
Jatinegara yaitu: Gereja Koinonia yang dibangun akhir abad ke-19; SMPN
14 Jakarta; Stasiun Kereta Api Jatinegara; Gedung Eks. Kodim 0505;
Kantor Pos Jatinegara; dll.
Pertama di Batavia, Passer Senen dan Tanah Abang
Kedua pasar ini didirikan oleh seorang Belanda bernama Justinus Vinck
pada tahun 1735 di atas tanah miliknya. Pasar Senen didirikan di
Weltevreden (kini Monas dan Lapangan Banteng) sebelah Timur, sedangkan
di tempat lain dibangun juga pasar Tanah Abang. Untuk menghubungkan
kedua pasar itu maka dibuatlah jalan yang melewati Kampung Lima,
Jembatan Prapatan sampai simpang Senen – Kramat. Inilah jalan pertama
yang menghubungkan timur dan barat Jakarta.
Di pasar Senen atau Vinckepasser dahulu banyak dijual sayuran. Berbeda
dengan sekarang yang banyak menjual pakaian bekas dan bursa kue subuh.
Nama pasar Senen sendiri berasal dari nama hari, karena hanya buka tiap
hari Senen saja. Berbeda dengan pasar Senen, di pasar Tanah Abang
dahulu banyak dijual kambing. Namun, tidak sampai hari ini, karena
harus beralih mejadi bursa tekstil terbesar di Indonesia. Hari bukanya
juga hanya Sabtu saja. Hal ini bahkan sampai pemerintah menetapakan
hari Senen dan Sabtu sebagai hari pasar. Sejak 1751 pasar Tanah Abang
buka juga hari Rabu. Kini, kedua pasar itu buka tiap hari karena
kebutuhan masyarkat yang terus meningkat.
Keadaan pasar di masa lalu tidak seperti sekarang. Dahulu pasar terbuat
dari atap rumbia dan bertiangkan bambu. Pemilik petak pasar umumnya
adalah orang-orang Tionghoa. Maka jangan heran hampir di setiap pasar
besar yang ada di Batavia kebanyakan pedagangnya adalah orang Tionghoa.
Mereka bahkan membuat rumah di atas tokonya atau di sekitar pasar.
Orang Tionghoa juga sebagai petani dan pengusaha lain. Maka tak aneh
jika mereka banyak mendominasi perdagangan, hingga akhirnya
membangkitkan gairah perekonomian kota. Jika ditelusuri, sejarah
perekonomuan bangsa ini tidak terlepas dari peran orang-orang Tionghoa
di dalamnya.
Kaum Pecinan dalam lembaran sejarah Jakarta sering dilupakan orang.
Padahal, diawal berdirinya Batavia, orang Tionghoa sengaja didatangkan
secara besar-besaran oleh Belanda, dipekerjakan, dikuras, ditindas,
dikekang, ditangkap, diasingkan, dan dibuang ke laut untuk kepentingan
penjajahan. Mereka dengan sadis dibantai oleh VOC –Belanda pada 9
Oktober 1740. Bahkan setelah kemerdekaan Indonesia, mereka juga dipaksa
bungkam akan eksistensinya. Kini setelah Reformasi, kaum Pecinan
mendapatkan kebebasan. Atmosfir kemerdekaan yang sesungguhnya itu kini
telah diperoleh. Sejarah pun telah mencatat, bahwa mutlak sekali jika
kaum Pecinan telah menjadi warna dalam akulturasi kebudayaan
Indonesia.**
"Barang siapa tidak mau mengenal masa lalu, berarti ia tidak mau mengenal dirinya."
"Save Our Heritage!"
KOMUNITAS HISTORIA INDONESIA (KHI)
Komunitas Peduli Sejarah dan Budaya Indonesia
Phone : (021) 3700.2345, Mobile: 0818-0807-3636
E-mail/FB : komunitashistoria@
Mailing list: http://groups.
Homepage : http://www.komunita
Lebih aman saat online. Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih cepat yang dioptimalkan untuk Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. Dapatkan IE8 di sini!
http://downloads.
[Non-text portions of this message have been removed]
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment