Kaum Marginal di Bedeng Ancol (3-tamat)
Dan Cikapundung pun tak Lagi Bergemuruh
ANAK-ANAK bedeng memang sudah terbiasa menantang masa depan dengan keringat mereka sendiri. Tanpa modal uang ataupun pendidikan yang memadai. Mereka tegar dan berani bertaruh di tengah geliat kehidupan kota besar, Bandung. Seperti yang dilakoni dua kakak beradik, Agus dan Yayat. Bertarung mempertahankan hidup dan sebuah harga diri. Berikut penggalan kisahnya sebagaimana ditulis Denny Kurniadi.
"YA, bagi anak-anak bedeng hidup hanya nyanyian bersuara sumbang. Tak ada harmoni yang terlantun indah. Semuanya kacau-balau. Hari ini ke mana harus mencari sebatang rokok atau sekadar sepincuk nasi. Sedangkan orang-orang itu, orang-orang yang merasa dirinya lebih terhormat tak lagi punya hati. Seolah ingin berkata anak-anak bedeng tak pantas dikasihani.
Anak-anak bedeng justru tak sudi dikasihani orang. Mereka lebih memilih untuk beradu keras di kota yang lembut itu. Lebih baik jadi penarik becak atau tukang parkir, bahkan mencopet sekalian, ketimbang hidup dengan telunjuk dan cibiran orang. Ya sudah, anak-anak bedeng bertahan hidup dengan sekemampuannya sendiri. Menguras keringat disekujur tubuh.
Seperti dua pemuda itu, Agus dan Yayat. Agus jadi penarik becak dan satunya lagi entah apa yang ia kerjakan meski pulang selalu dengan darah menetes dikeningnya. Sedangkan bedeng Ancol adalah tempat yang nyaman untuk melepas kegelisahan sekaligus merancang masa depannya. Kedua pemuda itu pun kembali bermukim di sana berbagi kesedihan dengan Emak dan Abah.
"Hari ini kita makan apa, Mak?" Tanya Agus sepulang narik becak selepas magrib. Uang recehan ia hitung satu persatu. Lalu ia tersenyum. "Lumayan," gumamnya.
"O, yah, Emak dapat kiriman dari Mang Encep, semur ikan mas," jawab Emak.
"Yayat sudah pulang, Mak?"
"Belum."
Agus menarik napas. Ia khawatir kakaknya kembali digebuki orang. Tapi Emak mencoba menenangkan cucunya itu. "Sudahlah jangan gelisah, Yayat pasti ngak kenapa-kenapa. Ia jagoan kok," Emak tertawa kecil.
"Sampai kapan hidup kita seperti ini," baru saat itu Agus memelas.
"Sejak kapan cucuku jadi pemuda cengeng?" jawab Emak seraya menyediakan Agus makan.
Malam itu bulan menerangi bedeng Ancol. Penghuni bedeng asyik maksuk menikmati segarnya udara malam. Duduk-duduk di teras petak kamarnya. Bercanda sesama tetangga, seolah tak ingat lagi kalau besok entah makan apa. Anak-anak mereka juga begitu riang bermain petak umpet. Tawa mereka adalah irama reggae yang membuat orangtua bergairah.
Di salah satu kamar terdengar suara Koes Plus mendendangkan lagu "Kujemu". Lagu yang mengisahkan kejemuan seseorang dalam menghadapi kehidupannya yang terasa begitu berat. Agus bergegas keluar menikmati lagu yang seolah menyindir dirinya itu. Tapi Agus tak boleh jemu. Masih ada Emak, Abah, dan adik-adiknya yang harus Agus urus.
Bulan tenggelam diusir sang fajar yang menampakkan diri. Deru kendaraan di Jalan Mochamad Ramdhan sudah terdengar. Agus terbangun lalu siap-siap dengan becaknya. "Gus berangkat dulu, Mak," ujarnya pamit.
"Ya, hati-hati!" Emak selalu berdoa biar cucunya selamat.
Hingga tengah hari Agus hanya menarik dua orang saja. Namun tak mengapa mungkin itu rezekinya. Tapi entah kenapa saat itu Agus selalu ingat Emak dan Abah. Agus gelisah lalu ia pulang takut terjadi apa-apa. Di tengah perjalanan ia berpapasan dengan Yayat yang ternyata juga merasakan kegelisahan yang serupa.
Siang itu memang sangat tak bersahabat. Mata Agus dan juga Yayat terbelalak melihat pemandangan yang mengharukan. Puing-puing berserakan di pinggir Cikapundung. Rumah-rumah petak bedeng Ancol tempat mereka melepas lelah rata tanah dibongkar sebuah kebijakan. Seluruh penghuninya berjalan lemas pergi meninggalkan sejuta kenangan indah. Tanpa tahu harus kemana mencari pemukiman baru.
Anak-anak bedeng yang baru tiba kalang kabut mencari keluarga tercintanya. Pun begitu dengan kedua pemuda itu, bergegas mencari Emak dan Abah. Berteriak, tapi tak juga ditemukan. Bedeng Ancol telah hancur dan Cikapundung pun tak lagi bergemuruh.**
Anak-anak bedeng justru tak sudi dikasihani orang. Mereka lebih memilih untuk beradu keras di kota yang lembut itu. Lebih baik jadi penarik becak atau tukang parkir, bahkan mencopet sekalian, ketimbang hidup dengan telunjuk dan cibiran orang. Ya sudah, anak-anak bedeng bertahan hidup dengan sekemampuannya sendiri. Menguras keringat disekujur tubuh.
Seperti dua pemuda itu, Agus dan Yayat. Agus jadi penarik becak dan satunya lagi entah apa yang ia kerjakan meski pulang selalu dengan darah menetes dikeningnya. Sedangkan bedeng Ancol adalah tempat yang nyaman untuk melepas kegelisahan sekaligus merancang masa depannya. Kedua pemuda itu pun kembali bermukim di sana berbagi kesedihan dengan Emak dan Abah.
"Hari ini kita makan apa, Mak?" Tanya Agus sepulang narik becak selepas magrib. Uang recehan ia hitung satu persatu. Lalu ia tersenyum. "Lumayan," gumamnya.
"O, yah, Emak dapat kiriman dari Mang Encep, semur ikan mas," jawab Emak.
"Yayat sudah pulang, Mak?"
"Belum."
Agus menarik napas. Ia khawatir kakaknya kembali digebuki orang. Tapi Emak mencoba menenangkan cucunya itu. "Sudahlah jangan gelisah, Yayat pasti ngak kenapa-kenapa. Ia jagoan kok," Emak tertawa kecil.
"Sampai kapan hidup kita seperti ini," baru saat itu Agus memelas.
"Sejak kapan cucuku jadi pemuda cengeng?" jawab Emak seraya menyediakan Agus makan.
Malam itu bulan menerangi bedeng Ancol. Penghuni bedeng asyik maksuk menikmati segarnya udara malam. Duduk-duduk di teras petak kamarnya. Bercanda sesama tetangga, seolah tak ingat lagi kalau besok entah makan apa. Anak-anak mereka juga begitu riang bermain petak umpet. Tawa mereka adalah irama reggae yang membuat orangtua bergairah.
Di salah satu kamar terdengar suara Koes Plus mendendangkan lagu "Kujemu". Lagu yang mengisahkan kejemuan seseorang dalam menghadapi kehidupannya yang terasa begitu berat. Agus bergegas keluar menikmati lagu yang seolah menyindir dirinya itu. Tapi Agus tak boleh jemu. Masih ada Emak, Abah, dan adik-adiknya yang harus Agus urus.
Bulan tenggelam diusir sang fajar yang menampakkan diri. Deru kendaraan di Jalan Mochamad Ramdhan sudah terdengar. Agus terbangun lalu siap-siap dengan becaknya. "Gus berangkat dulu, Mak," ujarnya pamit.
"Ya, hati-hati!" Emak selalu berdoa biar cucunya selamat.
Hingga tengah hari Agus hanya menarik dua orang saja. Namun tak mengapa mungkin itu rezekinya. Tapi entah kenapa saat itu Agus selalu ingat Emak dan Abah. Agus gelisah lalu ia pulang takut terjadi apa-apa. Di tengah perjalanan ia berpapasan dengan Yayat yang ternyata juga merasakan kegelisahan yang serupa.
Siang itu memang sangat tak bersahabat. Mata Agus dan juga Yayat terbelalak melihat pemandangan yang mengharukan. Puing-puing berserakan di pinggir Cikapundung. Rumah-rumah petak bedeng Ancol tempat mereka melepas lelah rata tanah dibongkar sebuah kebijakan. Seluruh penghuninya berjalan lemas pergi meninggalkan sejuta kenangan indah. Tanpa tahu harus kemana mencari pemukiman baru.
Anak-anak bedeng yang baru tiba kalang kabut mencari keluarga tercintanya. Pun begitu dengan kedua pemuda itu, bergegas mencari Emak dan Abah. Berteriak, tapi tak juga ditemukan. Bedeng Ancol telah hancur dan Cikapundung pun tak lagi bergemuruh.**
(Denny Kurniadi, cerpenis dan penikmat budaya, tinggal di Bandung Selatan)
--
bantu kami dengan bergabung dan daftarkan diri anda di sini
__._,_.___
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
.
__,_._,___
0 comments:
Post a Comment