"Proyek pengadaan Al-Quran terbesar terjadi pada 2011, dengan nilai Rp 25 miliar."
Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar mengaku belum menerima panggilan apa pun dari Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dengan dugaan korupsi pengadaan kitab suci AlQuran di Kementerian Agama pada 2010. Meski demikian, dia menyatakan siap dipanggil KPK untuk memberikan keterangan ihwal dugaan korupsi tersebut. "Saya secara pribadi siap untuk mengawal. Dua puluh empat jam saya siapkan waktu. Kalau memang ditemukan (korupsi), harus kita proses secara hukum," kata Nasaruddin kepada wartawan di kantornya kemarin.
Korupsi pengadaan AlQuran itu diduga terjadi di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama pada 2010. Saat itu Nasaruddin menjabat Direktur Jenderal Bimas Islam. Namun saat itu tak ada masalah dalam pro
yek tersebut karena audit oleh Inspektur Jenderal Kementerian Agama dan Badan Pemeriksa Keuangan tidak menemukan secuil pun masalah di dalamnya. "Saya bersyukur kalau, misalnya, KPK menemukan sesuatu yang tidak kami temukan," ujar Nasaruddin. Dalam proyek itu, posisi Nasaruddin adalah sebagai kuasa pengguna anggaran
(KPA) atau di tingkat eselon I yang mendelegasikan wewenang kepada pejabat pembuat komitmen (PPK) yang ada di tingkat eselon dua. Pihak PPK kemudian memberikan kewenangan kepada panitia pengadaan yang berada di tingkat eselon tiga.
"Pertanggungjawaban secara langsung ke hal sangat teknis seperti pengadaan itu ada di panitia pengadaan," ujar Nasaruddin.
Menurut Nasaruddin, selama ia memimpin Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama hingga akhir 2011, tidak pernah ada penunjukan langsung terhadap perusahaan percetakan tertentu dalam proyek pengadaan kitab suci Al-Quran. "Selalu melalui proses tender," katanya.
Sebenarnya, kebutuhan pengadaan kitab suci Al-Quran mencapai 2 juta eksemplar per tahun.
Adapun kemampuan cetak Kementerian Ag ama hanya sekitar 60-70 ribu Al-Quran per tahun. "Sangat timpang antara kebutuhan dan kesiapan anggarannya," kata Nasaruddin.
Nasaruddin mengklaim setiap tahun selalu melakukan penghematan anggaran.
Pada 2009, pagu anggaran pengadaan Al-Quran bernilai Rp 1,136 miliar untuk 42.600 eksemplar. "Tapi nilai kontrak hanya Rp 1,125 miliar, jadi ada penghematan," kata dia. Pada 2010, pengadaan Al-Quran mencapai 45 ribu eksemplar dengan pagu anggaran Rp 1,4 miliar dan nilai kontrak Rp 1,2 miliar.
Sementara itu, pada 2011, terdapat dua kali pengadaan Al-Quran, yang pertama sebanyak 67.600 eksemplar dengan pagu anggaran Rp 2,163 miliar. Total anggaran ini kemudian meningkat menjadi Rp 5,6 miliar setelah ada penambahan pengadaan untuk Al-Quran saku, AlQuran terjemahan, Juz Amma, tafsir Al-Quran, dan Surat Yasin. Kedua, pengadaan Al-Quran sebanyak 603 ribu eksemplar dengan pagu anggaran dari APBN Perubahan.
"Total anggarannya Rp 22,8 miliar," ujar Nasaruddin.
Sementara itu, anggota BPK Sapto Amal Damandari, menyatakan pihaknya siap berkoordinasi dengan KPK untuk mengetahui dengan jelas proyek yang dimaksud.
"KPK punya sistem sendiri untuk mengumpulkan (data), kami punya sistem sendiri.
Dalam memeriksa proyek, kami misalnya melihat bagaimana prosesnya, kewajaran.
Ya, kami akan berkoordinasi dulu dengan KPK," ucap Sapto kepada Tempo.
Menurut Sapto, proyek pengadaan Al-Quran dengan dana yang terbilang besar terjadi pada 2011. Total nilainya Rp 25 miliar. "Rp 5 miliar dari anggaran biasa, Rp 20 miliar dari APBNP," ucap Sapto. Hasil audit BPK atas laporan keuangan Kementerian Agama tahun 2011 sudah disampaikan kepada Presiden. "Saya sudah minta rekan-rekan kumpulkan berkas tentang ini, insya Allah berkasnya ada semua," ucapnya.
Ketua KPK Abraham Samad membenarkan bahwa saat ini lembaganya tengah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan kitab suci Al-Quran di Kementerian Agama.
PRIHANDOKO | MARTHA T | RAHMA TW
0 comments:
Post a Comment