Mempersiapkan kekuatan tidak mesti berupa menyiapkan senjata dan pelatihan perang. Tapi bisa menuntut IPTEK untuk memajukan negaranya. Kalau kita punya ilmuan yg hebat2 dan siap membela negaranya, saya yakin kita akan menjadi negara yg disegani.
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "H. M. Nur Abdurrahman" <mnur.abdurrahman@...> wrote:
>
> Apa ente sudah baca Nota Keberatan Eksepsi Ustadz Abu Bakar Ba'asyir ? Di situ sama sekali tidak ada pengakuan bahwa beliau terlibat dalam I'dad (pelatihan) di Aceh, namun beliau menyatakan bahwa I'dad itu bukan perbuatan terror. Lagi pula harus dibedakan antara kewajiban menyampaikan norma (hukum I'dad) dengan 'keterlibatan', begitu nyong.
>
> Ini sekadar tambahan informasi:
>
> *Sejam Bersama Ustadz Abu*
> Oleh Bambang Sukirno
>
> Wajahnya teduh. Rambutnya sudah lama memutih. Juga jenggotnya. Dalam penampakannya, beliau selalu mengenakan gamis. Juga surban di pundaknya. Senyumnya tak pernah lepas, jauh dari kesan angker apalagi menakutkan. "Apa
> kabar Ustadz?" Tanya rombongan di kantin Mabes Polri. 'Ruang tamu khusus' itu sedikit mengurangi keangkeran di tengah jajaran jeruji besi. "Alhamdulillah baik", jawabnya. "Mata kiri saya habis dioperasi. Mata kanan belum dioperasi sebab kataraknya masih tipis." Lanjutnya. Beliau menjelaskan bahwa para doktertengah mengkaji perlu tidaknya operasi laser untuk mata kanan beliau.
>
> Untuk kesekian kalinya Ustadz Abu Bakar Baasyir diuji dengan pemenjaraan. Kakek sepuh yang kakinya sering pegel linu itu menghuni sel dengan sedikit ventilasi dan sinar matahari. Tuduhannya bukan main-main; penyandang dana
> kamp teroris di hutan Jantho Aceh. Ancaman maksimalnya adalah hukuman mati. Toh demikian, tak tampak sikap down atau sedih. Yang ada adalah semangat untuk memberi nasehat kepada siapapun yang datang, termasuk kepada polisi. Suaranya tetap lantang. Prinsipnya tetap kukuh.
>
> "Saya katakan di pengadilan bahwa i'dad itu wajib. Itu perintah Al-Qur'an. Menolaknya berarti menentang Allah.
>
> Saya siap berdebat dengan MUI dalam hal ini." Ujar ustadz Abu kepada pembesuk. Kalimat itu memang terpublikasi di media massa setelah pembacaan pembelaan beliau di pengadilan. Kalimat yang oleh pers dipelintir sebagai otomatis pendukung kamp militer di Aceh.
>
> Saya jadi teringat cerita kawan di Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). Konon seorang wartawan datang dan menyayangkan statement ustadz semacam itu. "Bukankah hal itu justru akan memberatkan hukuman beliau?" protesnya. Kawan
> di JAT tadi memberi penjelasan, "Anda harus bedakan antara politisi dan ulama'. Fungsi ulama wajib menyampaikan kebenaran meski pahit. *Qulil-haqqa walaw kaana murran*."
>
> Kawan tadi melanjutkan; "I'dad, atau mempersiapkan kekuatan itu memang perintah Al-Qur'an. la termaktub dalam Al-Anfal ayat 60. Seorang alim tidak boleh mengingkari hal itu. Al-haq harus dijelaskan meski pahit. Pahit itu misalnya beratnya hukuman. Jadi harus dibedakan antara kewajiban menyampaikan norma dengan 'keterlibatan'. Tidak bisa statement semacam itu otomatis dihubungkan dengan keterlibatan." Wartawan itu konon manggut-manggut tanda mengerti. Mungkin selama ini ia hanya mengenal logika politisi yang berfikir untung rugi.
> Selengkapnya di *An-Najah* Edisi 68 Jumadil Ula 1432 H / Mei 2011 M
>
> Wassalam
> HMNA
>
>
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment