Advertising

Wednesday 29 June 2011

Re: [wanita-muslimah] Re: HTI affirms it's a political party

 

Catatan Jubir HTI: The Jakarta Post dan Bias Media (iasma)

Menurut para pakar komunikasi, apa yang iasma pada media massa cetak, atau
yang kita lihat di media elektronik, sesungguhya adalah realitas tangan
kedua (second-hand reality). Maksudnya, apa yang iasma atau kita lihat dan
kita dengar itu bukanlah realitas sesungguhnya melainkan formulasi atas
realitas yang ada, yang dihasilkan melalui proses-proses olah jurnalistik
baik dalam penulisan, pengambilan gambar, editing, sorting (penyaringan)
dan sebagainya. Semua itu tentu sangat bergantung pada person-person yang
melakukan tugas itu. Oleh karena itu, meski dalam teori pers harus
bersikap netral, dalam kenyataannya pemberitaan media iasm selalu
mengalami bias.

Seberapa bias dan kemana pembiasan itu terjadi sangatlah dipengaruhi oleh
iasma dan kepentingan dari media tersebut. Semakin besar ketidakselarasan
iasma dan kepentingan media terhadap obyek pemberitaan, maka kemungkinan
terjadinya bias akan semakin besar. Itu terjadi pada banyak media, di
antaranya ias The Jakarta Post. Lihatlah bagaimana ias ini menulis soal
syariah, Khilafah dan kegiatan gerakan Islam, termasuk Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI).

Dalam kasus gugatan kelompok AKKBB terhadap UU Nomer 1 PNPS Tahun 1965
misalnya, ias The Jakarta Post (TJP) pada tanggal 2 Februari 2010
memberitakan penolakan yang dilakukan oleh HTI dengan judul, "Militant
Groups Ready to Defend Controversial Law. TJP menulis, "The Islamic
Defenders Front (FPI) and Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) said they would
defend the controversial blasphemy law, calling the move to scrap the
45-year-old law as an attempt to "liberalize" and destroy Islam. The two
radical groups have met with Religious Affairs Minister Suryadharma Ali to
lend their support to the government to fight against the plan of human
rights groups to have the law reviewed by the Constitutional Court." (*)

Penggunaan istilah 'militant groups' atau 'radical groups' tentu sangat
tendensius karena istilah ini memberikan konotasi yang buruk; seolah HTI
adalah kelompok yang anti dialog dan cenderung pada kekerasan. Lagi pula
yang menolak bukan hanya HTI. Banyak ormas Islam lain seperti NU dan
Muhammadiyah yang juga menolak, tetapi tak terlalu ditonjolkan.

Bukan hanya menyebut HTI sebagai kelompok iasma atau kelompok radikal, TJP
juga menyebarkan kabar insinuatif yang mengatakan bahwa HTI turut serta
dalam pertemuan dengan Menteri Agama. Meski ias ini hanya mengutip kuasa
ias kelompok AKB, Uli Parulian, tidak tampak usaha TJP untuk melakukan
pengecekan kepada HTI. TJP pada 4 Februari 2010 menulis: Uli Parulian
Sihombing, a lawyer for the review petitioners, deplored the meeting
between the religious minister and the militant groups. "A minister should
not conduct such a meeting. The worst thing is, we are also informed that
the meeting used state funds," he told the Post.

Lebih keji lagi, TJP juga menulis kabar fitnah, bahwa demo AKKBB pada Juni
2008 lalu diserang oleh anggota HTI: In 2008, a pro-Ahmadiyah group called
the National Alliance for the Freedom of Faith and Religion, was attacked
by FPI and Hizbut Tahrir members, who strongly supported the government's
move to ban Ahmadiyah. Padahal kenyataannya tidaklah demikian.

Untuk menambah kuatnya opini terhadap buruknya tindakan HTI dan berbagai
ormas Islam yang menolak judicial review terhadap UU Nomer 1 PNPS Tahun
1965, TJP memuat sejumlah komentar dari Pembaca yang tentu saja kebanyakan
mendukung kelompok AKKBB itu. Di antaranya:

"Way to go, NGO! Crush the law (Hancurkan UU itu), it's so out-of-date
(Itu UU kuno)." (Jeffrey, Jakarta).
"This is the problem when religious entities obtain political power
(Inilah problem ketika kelompok agama mendapatkan kekuasaan politik."
(Sheldon Archer, Probolinggo, East Java).
"This is a battle between an ultra-conservative theocratic dictatorship
versus a liberal democracy which upholds human rights and freedom even for
the minorities (Ini adalah pertempuran antara kediktatoran teokratik
ultrakonservatif versus demokrasi liberal yang membela hak asasi manusia
dan kebebasan terhadap minoritas)."
++++
Bukan hanya soal judicial review, TJP juga sangat bias dalam pemberitaan
mengenai Ahmadiyah. Dalam setiap tulisan dan pemberitaannya, tampak sekali
pembelaannya terhadap Ahmadiyah. Di antaranya dengan memuat opini berjudul
Comparing the Ahmadiyah and the Hizbut Tahrir yang ditulis Bramantyo
Prijosusilo pada 16 April 2008. Bukan hanya membela Ahmadiyah, artikel ini
sekaligus menohok HTI.

Dalam tulisannya, Bram berusaha membandingkan antara Ahmadiyah dan HT.
Bahwa Ahmadiyah, sebagaimana HT, juga menjadikan khalifah dalam
kepemimpinannya. Bedanya, dalam Ahmadiyah, khalifah adalah kepemimpinan
kelompok, sedangkan dalam HT, khalifah adalah kepala iasm dari sebuah iasm
yang memiliki konstitusi tersendiri, kekuatan angkatan bersenjata dan
batas-batas geografis.

Selanjutnya Bram menyatakan, tentu ada banyak perbedaan fundamental antara
Ahmadiyah dan HT. Perbedaan utamanya adalah HT bertujuan untuk menegakkan
Khilafah. Di mana saja HT selalu aktif menyatakan bahwa demokrasi adalah
pandangan hidup Barat. Sangat jelas dalam website-nya, HT menampakkan
kebencian terhadap Yahudi dan Barat yang digambarkan sebagai penjahat yang
mengontrol dunia, yang hanya dapat dikalahkan melalui tegaknya Khilafah.
Sebaliknya, Ahmadiyah dalam websitenya memproklamirkan moto, "Love for
All, Hatred for None" dan tidak bertujuan untuk meruntuhkan pemerintahan
manapun dan bentuk pemerintah apapun.

Menurut Bram, Ahmadiyah dan HT dilarang di sejumlah iasm dengan iasm yang
berbeda. HT dilarang di banyak iasm Timur Tengah karena hendak
menggulingkan pemerintahan. Di sejumlah iasm Uni Eropa, HT dilarang karena
mengembangkan pandangan Anti Semit, dan beberapa teroris ditengarai
mempunyai link dengan HT. Ahmadiyah dilarang di sejumlah iasm Islam karena
mereka dinilai sebagai kelompok menyimpang dari Islam, khususnya pada
keyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Mesiah yang dijanjikan. Di
Indonesia, MUI meminta agar Ahmadiyah dilarang, dan sejumlah organisasi
Islam telah menyerang dan menutup masjid Ahmadiyah. Sebaliknya, HTI justru
menikmati dukungan dari beberapa menteri dan sejumlah organisasi Islam.

Kemudian Bram secara provokatif mengatakan, ada satu hal yang patut
dipertanyakan, jika Ahmadiyah yang menyerukan cinta kepada semua dan tanpa
kebencian kepada seorang pun, sementara HT menyerukan kebencian terhadap
demokrasi dan menyerukan penghancuran terhadap iasm-negara yang ada,
mengapa yang terjadi di Indonesia, orang lebih khawatir terhadap Ahmadiyah
ketimbang kepada HT yang berideologi anti demokrasi? Mengapa pula ada
menteri dalam iasm (SBY) yang mendukung iasma yang teokratik dan anti
demokrasi dengan tujuan untuk menghancurkan iasm untuk menggantikannya
dengan Khalifah. Bukankah ini sebuah sikap hipokrit?

Di bagian lain, Bram juga menuduh, dengan mengutip Ed Husain (yang pernah
hanya beberapa saat ikut halqah bersama HT Britain), bahwa HT banyak
menggunakan metode Lenin dan Trotsky. Mungkin karena pemikiran Lenin sudah
puluhan tahun dilarang di sini, maka tidak seorang pun ias menunjukkan ada
pengaruh Lenin dalam metode HT. Hanya karena HT mengemas ide Lenin dalam
jargon Islam, tidak berarti Leninisme tidak ada.

Baik Ahmadiyah maupun HT keduanya memang mengajak orang untuk mempercayai
Islam yang menjadi versinya. Bedanya, Ahmadiyah lebih concern pada aspek
spiritual, sedangkan HT pada aspek politik. Ahmadiyah akan bahagia melihat
Republik Indonesia menjadi lebih damai dan sejahtera, sedangkan HT akan
merasa senang bila berhasil menghancurkan Republik Indonesia dan
menegakkan Khilafah. Jadi mana yang lebih berbahaya untuk iasm ini?
++++
Tulisan Bram itu jelas salah besar, sangat tendensius dan provokatif.
Metode perjuangan HT murni dipetik dari metode dakwah Rasulullah saw.
Tidak sedikitpun tercampuri metode di luar Islam, apalagi dari tokoh
komunis seperti Lenin. Bagaimana pula ias menyimpulkan bahwa HT ingin
menghancurkan Indonesia? HT, melalui penerapan syariah di bawah naungan
Khilafah yang tengah diperjuangkannya itu, justru ingin menyelamatkan
Indonesia. Justru sekularisme dengan Kapitalisme itulah yang sesungguhnya
telah menghancurkan Indonesia sebagaimana tampak dewasa ini dengan
maraknya berbagai persoalan tengah melanda negeri ini dalam seluruh aspek
seperti kemiskinan, kerusakan moral, korupsi, ketidakadilan dan
sebagainya.

Tulisan ngawur seperti itu tidak akan mungkin muncul di ias yang banyak
dibaca oleh para ekspatriat dan diplomat asing di Jakarta kecuali bahwa
pengelola ias ini memang berideologi iasm dan anti ide-ide Islam yang
dikembangkan oleh HT, serta bertujuan mengembangkan kebencian pada
kelompok dan ide politik Islam. Di sinilah bias itu terjadi, dan akan
terus terjadi, karena itu memang telah menjadi tugas suci mereka.
Waspadalah! []
-------------------------
(*)
Update
MK Tolak Permohonan Uji UU Penodaan Agama
Ketua Majelis Hakim Mahfud MD mengetuk palu sebagai tanda telah diputuskannya Pengujian UU Penodaan Agama, Senin (19/04) di ruang Sidang Pleno MK.

Jakarta, MK Online - Setelah melalui proses persidangan yang panjang akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohononan uji materi UU 1/PNPS/1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (UU Penodaan Agama), Senin (11/04), di ruang sidang pleno MK. Pembacaan putusan ini dibacakan oleh sembilan Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Moh. Mahfud MD.
Perkara No.140/PUU-VII/2009 ini dimohonkan tujuh Pemohon badan hukum (organisasi non pemerintah), yakni Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (IMPARSIAL), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Perkumpulan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Perkumpulan Pusat Studi Hak Asasi Manusia dan Demokrasi (Demos), Perkumpulan Masyarakat Setara, Yayasan Desantara (Desantara Foundation), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan tiga Pemohon perorangan, yakni, (Alm) K.H. Abdurahman Wahid, Prof. DR. Musdah Mulia, Prof. M. Dawam Rahardjo, dan KH. Maman Imanul Haq. (RN Bayu Aji)

----- Original Message -----
From: <kmjp47@indosat.net.id>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, June 29, 2011 9:23 PM
Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: HTI affirms it's a political party

HTI adalah komunisme dalam baju Islam?
KM

----Original Message----
From: latifabdul777@yahoo.com
Date: 29/06/2011 19:52
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Subj: [wanita-muslimah] Re: HTI affirms it&#39;s a political party

sunny------------Kalau HTI menjadikan agama sebagai
idelogi politiknya.Kalau HTIsempat berkuasa nantinya
pasti akan terjadi penindasan2 dan pelarangan
HAM.Demokrasi,Secular dan hak kemerdekaan berexpessi dan beragama.

Ideology HTI ini harus kita perangi dgn Ideologi pulan bersama sama sebelum terlambat.

HT itu menggunakan pem demokrasi utk mengancurkan Demokrasi
dan kemerdekaan.

HTI akan menegakan SYariat Islam jahiliah, primtif, kejam dan
tdk kenal kasih sayang dan anti Amerika.

Lanjutkan di web site ini.

https://docs.google.com/document/d/1kweldc3N-QngzGWIodxspIPNiVi90HRWsPl4IGe07SA/edit?hl=en_US

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "" <ambon@...> wrote:
>
> Ref: Kalau HTI menyatakan diri sebagai partai politik berarti dikalangan kaum muslimin,
teristimewa partai muslim tradisional seperti NU, Muhamadiah, BKP menpunyai tambahan saingan baru
untuk kursi kekuasaan.
>
> http://www.thejakartapost.com/news/2011/06/29/hti-affirms-it%E2%80%99s-a-political-party.html
>
> HTI affirms it's a political party
> The Jakarta Post | Wed, 06/29/2011 6:09 PM
>
> Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) has declared itself a political party, albeit one yet to be
directly involved in national and regional elections.
>
> "Hizbut Tahrir is an Islamic political party. We have been a political party since long ago,"
Muhammad Ismail Yusanto, HTI spokesperson said Wednesday as quoted by kompas.com.
>
> He said that political parties had four interrelated functions: education, articulation,
aggregation and representation.
>
> "The only one we haven't implemented in Indonesia is the fourth function, representation. That's
more of formality, such as registering with the Law and Human Rights Ministry," Ismail said.
>
> He declined to say when HTI would formally register as a political party.

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment