Advertising

Wednesday, 25 January 2012

Re: Re: [wanita-muslimah] Re: No Need to Believe: Indonesia's Atheists

 

wadooh kok jadi muter-muter yak :), mungkin penjelasan Abah terlalu canggih, sehingga saya perlu mereply lagi :

(1) yang namanya membandingkan itu ya seharusnya apple to apple dong abah HMNA :), apel ya dibandingkan dengan apel, jangan apel dibandingkan jeruk atau tomat.

- MUSLIMUUN artinya orang-orang yang ber-Islam alias orang yang menganut islam, ini kan jelas-jelas saya sampaikan bukan asmaa-ulhusna, makanya abah HMNA jawab dulu benar apa enggak ?? kan sudah saya sampaikan bahwa muslimuun itu menunjuk hamba Allah, makanya asmaa-ulhusna tidak ada nama diri Allah menggunakan muslimun. Bahwa muslimuun satu akar kata dengan al salaam itu semua juga sudah tahu, lha artinya saja kan berbeda meskipun akar katanya sama ? al salam memang termasuk asmaa-ulhusna, lha muslimuun ?, sekali lagi, apa termasuk asmaa-ulhusna ??

- makanya muslimuun (hanya untuk makhluq) tidak cocok alias tidak pas bila dibandingkan dengan MUQTADIRUN karena, al muqtadir termasuk asmaa-ulhusna, di alqur'an ada penyebutan mufrad maupun jama', begitu pula al qaadir juga termasuk asmaa-ulhusna, dan memang satu akar kata tetapi keduanya (baik al muqtadir maupun al qaadir) adalah termasuk asmaa-ulhusna.

- begitu pula MUNTAQIMUUN tidak cocok dibandingkan dengan muslimuun, karena muntaqimuun sebagaimana disebut dalam qur'an adalah Allah Maha Membalas dalam bentuk jama' artinya melibatkan banyak pihak, Muntaqimuun menyandang nama diri Allah, sedangkan Muslimuun tidak menyandang nama diri Allah, nama muslimun hanya untuk menunjuk hamba-Nya.

(2) soal penerjemahan, saya sepakat kalau MUSLIMUUN diterjemahkan sebagai orang-orang yang menganut islam, saya tidak sepakat kalau MUQTADIRUUN diartikan orang-orang yang berada dalam kekuasaan Allah, karena dalam konteks asmaa-ul husna, Allah juga menggunakan bentuk jama' (plural) di samping juga mufrad (singular).Begitu pula MUNTAQIMUUN bukan berarti orang-orang yang berada dalam pembalasan Allah, tetapi lebih kepada nama diri Allah, yakni Allah maha Pembalas karena dalam bentuk jama' maka Allah melibatkan banyak pihak dalam melakukan aksi pembalasan atau menghukum maupun menyiksa.

Adapun penerjemahan muntaqimuun di qur-an versi Depaq RI yang diprotes abah, " ......... Tsumma a'radha 'anhaa innaa mina l-mujrimiina muntaqimuun (As-Sajdah, 32:22), ......... kemudian ia berpaling daripadanya (dan tetap mengingkarinya); Sesungguhnya Kami tetap membalas". masih menurut abah, "muntaqimuun itu isim (kata benda), kok diterjemahkan menjadi Kami membalas, itu fi'il (kata kerja). Aslinya kata benda muntaqimuun, yang banyak itu orang-orang yang mendapat siksaan. Karena terjemahannya kata kerja, maka terjadi perubahan makna, yaitu yang banyak itu yang membalas dengan siksaan".

Menurut saya yang lebih pas adalah " .....  kemudian dia berpaling darinya ?, sungguh Kami adalah Pembalas-pembalas (karena bentuk jama') kepada orang-orang yang berdosa (mujrimiin).

Wassalam
Abdul Mu'iz

Pada 26 Januari 2012 10:57, H. M. Nur Abdurrahman <mnur.abdurrahman@yahoo.co.id> menulis:
 

Muslimuun berasal dari akar kata Sin-Lam-Mim, dan akar kata ini menurunkan asmaa al-husnaa As-Salam.
Muqtadiruun berasal dari akar kata Qaf-Dal-Ra, dan akar kata ini menurunkan asmaa al-husnaa Al-Qaadir dan Al-Muqtadir
Muntaqimuun berasal dari akar kata Nun-Qaf-Mim, dan akar kata ini menurunkan asmaa al-husnaa Al-Muntaqim
 
Jadi perbandingan itu sangat pas.
 
Dalam ayatnya yang asli dalam bahasa Arab Al-Quran:
Tsumma a'radha 'anhaa innaa mina l-mujrimiina muntaqimuun (As-Sajdah, 32:22), diterjemahkan:

kemudian ia berpaling daripadanya (dan tetap mengingkarinya); Sesungguhnya Kami tetap membalas
 
Coba diperhatikan: muntaqimuun itu isim (kata benda), kok diterjemahkan menjadi Kami membalas, itu fi'il (kata kerja).
Aslinya kata benda muntaqimuun, yang banyak itu orang-orang yang mendapat siksaan
Karena terjemahannya kata kerja, maka terjadi perubahan makna, yaitu yang banyak itu yang membalas dengan siksaan.
 
Itulah yang saya maksud dengan terjemahan menimbulkan masalah, yaitu terjadinya perubahan makna.
Wassalam
HMNA
 

----- Original Message -----
From: Mu'iz, Abdul
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Thursday, January 26, 2012 4:47 AM
Subject: Re: Re: [wanita-muslimah] Re: No Need to Believe: Indonesia's Atheists
 

 
Betul, saya sepakat, problem menterjemahkan itu yang bermasalah.
 
- Muslimuun itu terjemahannya yang berislam dalam bentuk jama' atau kaum yang menganut islam, makanya di asmaa ulhusna tidak ada nama Allah menyandang "al muslim" di al Qur-an, muslim maupun muslimuun selalu menunjuk para hamba-Nya, bukan diri Allah.
 
- Muqtadirun itu itu terjemahannya yang berkuasa dalam bentuk jama' lihat QS 43:42. Menurut hemat saya tidak tepat kalau Muqtadirun diterjemahkan seperti versi abah yaitu "orang-orang yang dalam kekuasaan azab Allah". Makanya ada asmaa ulhusna al muqtadir (lihat 99 asmaa ulhusna no urut 70) di al Qur'an dapat ditemui bentuk mufrad (QS 18:45, 54:47, dan 54:55), maupun bentuk jama' (QS 43:42) terjemahan ayat-ayat tsb semuanya menunjuk nama Allah sudah benar, kalau menurut versi abah "orang-orang yang dalam kekuasaan azab Allah" maka maknanya menjadi rancu.
 
- Muntaqimun itu terjemahan yang membalas dalam bentuk jama', makanya di asmaa ulhusna versi bukhari (99 nama Allah) disebut al muntaqim urutan 81 dalam bentuk mufrad, padahal di Qur-an tidak ada dalam bentuk mufrad, tetapi bentuk Jama', makanya muntaqimuun (di QS. 32:22, 34:41, dan 44:16) semuanya menunjuk mubtada "anaa" yakni Allah sendiri yang menyandang nama Maha Membalas, jadi kurang tepat kalau diterjemahkan seperti versi abah yaitu "orang-orang dalam keadaan mendapat siksaan" tetapi Allah menyiksa dengan melibatkan banyak pihak makanya redaksinya menjadi jama'.
 
Itulah yang saya maksud perbandingan tsb kurang pas.
 
Wassalam
Abdul Mu'iz
 

Powered by Telkomsel BlackBerry®
 
--------------------------------------------------------------------------------
 
From: "H. M. Nur Abdurrahman" <mnur.abdurrahman@yahoo.co.id>
Sender: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Date: Thu, 26 Jan 2012 02:30:01 +0800
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
ReplyTo: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: Re: Re: [wanita-muslimah] Re: No Need to Believe: Indonesia's Atheists
 

 

 
Muslimuun artinya orang-orang dalam keladaan selamat. Muntaqimuun artinya orang-orang dalam keadaan mendapat siksaan. Muqtaqdiruun artinya orang-orang yang dalam kekuasaan azab Allah.  Lalu apanya yang kurang pas jika membandingkan muntaqimuun dengan muslimuun  dan muqtaqdiruun. Ketiga-tiganya menyatakan banyak orang-orang, Banyak orang-orang yang dalam keadaan selamat. Banyak orang-orang yang dalam keadaan mendapat siksaan. Banyak orang-orang yang dalam kekuasaan azab Allah.
 
Masalahnya, karena ayat (32:22). diterjemahkan:
Dan tidaklah ada yang lebih zalim daripada orang yang diberi ingat dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya (dan tetap mengingkarinya); Sesungguhnya Kami tetap membalas.
 
Muntaqimuun itu isim (kata benda), orang-orang yang dalam keadaan mendapat siksaan. Jadi yang banyak itu orang-orang. Kok diterjemahkan menjadi fi'il (kata kerja) Kami membalas, sehingga terkesan yang membalas dengan siksaan itu banyak.
 
Jadi Pak Abd. Muiz masalahnya terletak dalam terjemahan, yaitu kata benda diterjemahkan menjadi kata kerja. Sehingga banyak orang-orang yang disiksa berubah menjadi yang menyiksa itu banyak.
 
Wassalam
HMNA
 
 
 

----- Original Message -----
From: Mu'iz, Abdul
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, January 25, 2012 4:02 PM
Subject: Bls: Re: [wanita-muslimah] Re: No Need to Believe: Indonesia's Atheists
 

 
 
Sebenarnya kurang pas membandingkan muntaqimuun dengan : muslimuun dan muqtadirun. Karena dalam menampilkan al salam (source of peace), Allah bisa tampil dalam bentuk mufrad, untuk memberikan kesalamatan dan kedamaian, Allah bisa tanpil sendiri tanpa melibatkan pihak lain, begitu pula dalam menampilkan al muqtadir (powerfull), Allah bisa tampil dalam bentuk mufrad, untuk menetapkan segala sesuatu bisa tampil sendiri tanpa melibatkan pihak lain. Kenyataannya dalam qur'an, Allah tidak pernah menyebut intiqam dalam bentuk mufrad (al muntaqim), melainkan muntaqimuun artinya selalu melibatkan pihak lain.
 
 
 
Padahal Allah itu Maha Kuasa dan qiyamuhu bi nafsihi (mandiri tidak tergantung pada pihak lain), tetapi dengan tiadanya penyebutan al muntaqim, menurut Quraisy Syihab, Allah ingin menyembunyikan kebengisan-Nya. Bandingkan misalnya dengan Maha Memberi Rezeki (al Razzaq) Allah masih menampilkan redaksi mufrad. Artinya ada suatu pesan moral bahwa dalam membalas (avenger) Allah selalu melibatkan banyak pihak.
 
 
 
Sebenarnya asmaa ulhusna tidak hanya terbatas pada 99 nama, tergantung rujukan yang dipakai :
1) Bukhari muslim meriwayatkan ada 99
2) At Thabathabai berpendapat ada 127
3) Ibnu Barjam Al-andalusi berpendapat ada 132
4) Al Qurthubi berpendapat ada 200
5) Abubakar ibnul Araby berpendapat ada 1000
(lihat karya pak Quraisy Syihab : menyimak tabir asmaa ulhusna).
 

Bahkan menurut rujukan atau referensi nasrani dan yahudi nama-nama allah yang baik tsb lebih banyak lagi.
 

Wassalam
Abdul Mu'iz
 
 
 

--------------------------------------------------------------------------------
Dari: H. M. Nur Abdurrahman <mnur.abdurrahman@yahoo.co.id>
Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Dikirim: Rabu, 25 Januari 2012 14:03
Judul: Re: Re: [wanita-muslimah] Re: No Need to Believe: Indonesia's Atheists
 
 
 
 
Kata-kata dalam Al-Quran yang berasal dari akar-kata, di mana diturunkan kata-kata asmaa al-husnaa
 
Wa antum muslimuun (S.Al-Baqarah, 2:132), artinya: Dan kamu dalam keadaan selamat". Muslimuun = orang-orang dalam keladaan selamat. Muslimuun asalnya dari akar-kata Sin-Lam-Mim, dimana diturunkan asmaa al- husnaa As-Salam.
 
Tsumma a'radha 'anhaa innaa mina l-mujrimiina muntaqimuun (As-Sajdah, 32:22), atinya: Sesungguhnya kepada orang-orang berdosa dalam keadaan mendapat siksaan. Muntaqimuun artinya orang-orang dalam keadaan mendapat siksaan. Muntaqimuun, asalnya dari akar kata (Nun-Qaf-Mim) , dimana diturunkan asmaa al-husnaa al-muntaqim
 
Fainnamaa nadzhabanna bika fainnaa minhum muntaqimuun (S.Al-Zukhruf, 43:41), artinya: sungguh, jika Kami mewafatkan kamu (sebelum kamu mencapai kemenangan), maka sesungguhnya kepada mereka dalam keadaan mendapat siksaan (di akhirat).
 
Aw nuriyannaka lladzii wa adnaahum fainaa 'alaihim muqtadiruun (S.Az Zukhruf, 43:42), artinya: Atau Kami memperlihatkan kepadamu (azab) yang telah Kami ancamkan kepada mereka, maka sesungguhnya kepada mereka dalam kekuasaan (azab Allah). Muqtaqdiruun artinya orang-orang yang dalam kekuasaan azab Allah. Muqtaqdiruun, asalnya dari akar kata (Qaf-Dal-Ra), dimana diturunkan asmaa al-husnaa Al-Qaadir dan Al-Muqtadir.
 
Alhasil, Muslimuun, Muntaqimuun dan Muqtaqdiruun bukanlah asmaa al-husnaa, melainkan kata-kata yang akar-katanya dari masing2 Sin-Lam-Mim, Nun-Qaf-Mim Qaf-Dal-Ra, di mana diturunkan asmaa al-husnaa As-Salam, Al-Muntaqim, Al-Qaadir dan Al-Muqtadir.
 
Wassalam
HMNA
 
 
 
----- Original Message -----
From: Mu'iz, Abdul
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, January 24, 2012 1:08 PM
Subject: Bls: Re: [wanita-muslimah] Re: No Need to Believe: Indonesia's Atheists
 

 
 
Abah HMNA,
 

(1) terkait asmaa ulhusna "al muntaqim" saya sebenarnya fokus ke mufrad (singular) dan jama' (plural) mengapa abah menjadi fokus ke penggunaan "al" mempersoalkan ism nakirah dan ma'rifah ?
 

(2) al muntaqim jelas merupakan bentuk mufrad jamaknya adalah al muntaqimuun. Di al qur'an tidak pernah menyebut al muntaqim (dalam bentuk mufrad) yang sering disebutkan adalah al muntaqimun, lalu abah merespons di al qur'an tidak ada al muntaqimuun tetapi muntaqimuun tanpa al. Mengapa mempersoalkan muntaqimuun tanpa al ? memangnya kalau tanpa al apakah menurut abah HMNA muntaqimuun bukan asmaa ulhusna ? bukankah muntaqimuun tanpa al itu lebih merupakan faktor gramatikal alias nahwu ?
 
 
 
(3) Memang di hadits Bukhari Muslim menyebutkan ada 99 asmaa ulhusna, no urut 81 dalahdaftar no urut 81 adalah al "muntaqim" dalam bentuk mufrad, tidak tergelitikkah kita untuk mempertanyakan mengapa di al Qur'an disebut jama' (al muntaqimuun), menurut saya merujuk pendapat Qur'aisy Syihab bahwa Allah ingin menunjukkan kepada para hamba-Nya bahwa dalam menimpakan hukuman Allah tidak bekerja sendiri melainkan melibatkan banyak pihak. Berbeda dalam hal memberikan rizqi, Allah tidak selalu menggunakan bentuk jama' pernah menggunakan bentuk mufrad.
 

Wassalam
Abdul Mu'iz
 
 
 
--------------------------------------------------------------------------------
Dari: H. M. Nur Abdurrahman <mnur.abdurrahman@yahoo.co.id>
Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Dikirim: Senin, 23 Januari 2012 23:40
Judul: Re: Re: [wanita-muslimah] Re: No Need to Believe: Indonesia's Atheists
 
 
 

Mu'iz, Abdul wrote:
saya menginformasikan bahwa dalam pemakain redaksi di Qur-an tidak ada dalam bentuk mufrad (singular), semuanya disajikan dalam buntuk jama' (plural). Namun saya tidak tahu apanya yang dibantah abah HMNA ?, muntaqimuun (QS 32:22, QS 43:41, QS 44:16) jelas-jelas dalam bentuk jama'
(((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((
HMNA:
Apanya yang saya bantah? Baiklah saya copy paste:
----- Original Message -----
From: H. M. Nur Abdurrahman
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Monday, January 23, 2012 12:36 AM
Subject: Re: Re: [wanita-muslimah] Re: No Need to Believe: Indonesia's Atheists
 
Mu'iz, Abdul wrote:
al muntaqimuun di al Qur-an dapat dibaca di QS al Zukhruf 43:41 dan QS as Sajdah 32:22.
((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((
 
HMNA:
Tidak ada al-muntaqimuun (bentuk ma'rifah/definite)) dalam Al-Quran, melainkan muntaqimuun (bentuk nakirah/indefinite)
Fainnamaa nadzhabanna bika fainnaa minhum muntaqimuun (S.Al-Zukhruf, 43:41)
Tsumma a'radha 'anhaa innaa mina l-mujrimiina muntaqimuun (As-Sajdah, 32:22)
 
***********************************
Pak ANB, dan Pak Abd. Muiz, jadi yang saya bantah yaitu tulisan Pak Abd.Muiz: "al muntaqimuun di al Qur-an dapat dibaca di QS al Zukhruf 43:41 dan QS as Sajdah 32:22." Tulisan tsb-lah yang saya bantah, bahwa: "Dalam Al-Quran tidak ada al muntaqimuun, melainkan muntaqimuun, tanpa al."
 
Wassalam
 
 
 
----- Original Message -----
From: "Mu'iz, Abdul" <quality@posindonesia.co.id>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Monday, January 23, 2012 11:12 AM
Subject: Re: Bls: Re: Re: [wanita-muslimah] Re: No Need to Believe: Indonesia's Atheists
 
Pak ANB,
 
(1) Sebenarnya kami (saya dan abah HMNA) sama-sama menyepakait bahwa al muntaqim adalah asmaa ulhusna, hanya saya menginformasikan bahwa dalam pemakain redaksi di Qur-an tidak ada dalam bentuk mufrad (singular), semuanya disajikan dalam buntuk jama' (plural). Namun saya tidak tahu apanya yang dibantah abah HMNA ?, muntaqimuun (QS 32:22, QS 43:41, QS 44:16) jelas-jelas dalam bentuk jama' tetapi yang dipermasalahkan abah HMNA adalah ketiadaan "al", mungkin karena asmaa ulhusna dalam bentuk definite article maka muntaqimuun (bentuk jama') di qur'an karena tanpa "al" maka di benak abah muntaqimuun tsb bukan termasuk asmaa ulhusna. Kalau benar pemikiran abah HMNA demikian maka tentu keliru. Karena ada juga asmaa ulhusna yang bentuk mufrad (singular) juga tanpa "al" contohnya sudah saya sebutkan yaitu al alim" di QS 2:263.
 
(2) Adapun makna al muntaqim ya dekat dengan hal-hal pembalasan, siksaan atau hal-hal yang menyakitkan. Dalam hal apa Allah tampil sebagai al muntaqim ?
 
a) Allah menghancurkan mereka yang suka menantang, menghukum penjahat, dan memperkeras hukuman atas penindas.
 
Contohnya Kaum Ad yang menentang Nabi Hud dan mereka manantang ditimpakan azab, Kaum Tsamud yang menentang Nabi Syuaib, mereka juga menantang diberi azab, Kaum Sodom dan Gomorah yang menentang Nabi Luth, juga meremehkan azab juga meminta didatangkan azab. Ini contoh masa dahulu.
 
Bagaimana dengan contoh masa sekarang ?, intiqam juga berlaku misalnya kalau pendduduk jorok hidup tidak tertib, buang sampah sembarangan sehingga menyumbat air selokan, kawasan resapan air dan hutan lindung dijadikan villa atau pabrik maupun plaza maka akan terjadi banjir, yang bakal menderita tidak hanya kaum yang bersalah tetapi semua wilayah akan mendapat penderitaan yang sama tanpa pandang bulu meskipun hidup tertib (misalnya buang sampah pada tempanya), contoh lain penduduk yang gemar mencuri listrik, main batol arus listrik seenaknya sendiri sehingga berpotensi korsluit maka tertimpa musibah kebakaran. Negeri yang gak kunjung tuntas mengatasi korupsi, maka akan dirundung malapetaka silih berganti bak benang kusut.
 
Nah, kalau contoh di akhirat ya neraka merupakan balasan (intiqam) bagi hamba-hamba Allah yang kafir. Adapun balasan bagi orang yang beriman dan beramal sholeh dapat balasan juga berupa syurga, biasanya balasan syurga bukan menggunakan istilah intiqam melainkan pahala atau ajrun ghairu mamnuun alias pahala yang tiada putus2nya.
 
Wassalam
Abdul Mu'iz


__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment