Kolom IBRAHIM ISA
Minggu, 1 Januari 2012
----------------------
SAMPAI DIMANA Agama JADI PENGYULUH MANUSIA BERMARTABAT
MANUSIA?
* * *
Minggu, 01 Januari 2012, Tahun Baru.
Tadi malam di banyak tempat, hampir di seluruh dunia merayakan TAHUN
BARU 2012 menurut cara dan tradisinya masing-masing. Berkat teknik
telekomunikasi yang berkembang terus bertambah canggih, peralihan tahun
2011 ke tahun 2012, bagaimana itu dirayakan bisa diikuti dengan santai
di layar TV di rumah yang dihangati alat-pemanas.
Bisa diasumsikan bahwa pada detik-detik itu, tidak sedikit orang
tertegun sejenak. memikirkan apa yang telah terjadi dan dialami tahun
lalu. Memandang ke depan penuh kekahwatiran dan harapan. Apalagi
mereka-mereka yang 'tak-punya'. Bagi mayoritas rakyat yang miskin-papa
harapan sering merupakan impian yang sayup-sayup, kemudian . . . . lenyap!
Peristiwa detik-detik peralihan dari 2011 ke 2012, di mana-mana yang
sama adalah suara mercon yang bergemuruh ramai. Angkasa gelap gelap
gulita, tiba-tiba cerah gemerlapan. Dihiasi oleh cahaya aneka-warna
indah mercon kembang-api (kata orang Betawi dulu) yang mengagumkan,
mempesona, menikmatkan dan mencengkam.
Wahai, pandainya manusia membuat varian mesiu yang biasanya dikenal
menjadi pemusnah kehidupan dan budaya, menjadi suatu pameran keindahan
yang menerangi kegelapan.
Sayang hanya seketika saja.
Membikin orang sejenak lupa segala beban dan duka, ikut gembira dengan
suasana tutup tahun dan memasuki tahun baru.
* * *
Tertegun aku fikir: Apa yang paling baik disajikan kepada pembaca
memasuki Tahun Baru 2012.
Tema agama! Khususnya agama Islam. Itu kan agama yang di Indonesia
paling banyak pemeluknya. Tapi di luar orang sangat peka. Banyak
dikomentari, -- mengapa Indonesia yang sering dibanggakan sebagai negeri
dan rakyatnya amat toleran, tapi tokh pengikut dari sutu aliran tertentu
(Ahmadiyah) mengalami perlakuan sedemikian itu? Pemerintahnya ikut-ikut
lagi!
* * *
Untuk menggugah perhatian dan pemikiran sekitar masalah: Mengapa
Indonesia yang pengikut agama Islamnya terbesar di dunia, tapi dalam hal
pemberlakukan ajaran Islam, dalam kehidupan bermasyrakat sehari-hari,
dikatakan ada di bawah Selandia Baru, bahkan di bawah Jepang yang
agamanya Shinto dan Budhisme. Ini yang a.l. dikemukakan oleh Rehman dan
Askari (dalam tulisan Munawar di bawah ini):
"bukan semarak ritual, melainkan seberapa jauh ajaran Islam itu
membentuk kesalehan sosial berdasarkan ajaran Alquran dan Hadis. Contoh
perilaku sosial di Indonesia yang sangat jauh dari ajaran Islam adalah
maraknya korupsi, sistem ekonomi dengan bunga tinggi, kekayaan tidak
merata, persamaan hak bagi setiap warga negara untuk memperoleh
pelayanan negara dan untuk berkembang, serta banyak aset sosial yang
mubazir. Apa yang dikecam ajaran Islam itu ternyata lebih mudah
ditemukan di masyarakat muslim ketimbang negara-negara Barat".
Maka silakan baca tulisan (tiga bagian) oleh seorang bernama H. MUNAWAR
M. SAAD, Dosen STAIN Pontianak dan sedang menyelesaikan program doktor
di UGM Yogyakarta.
Ditayangtkan oleh Sunny (Swedia) dng mengambil sumber EQUATOR-NEWS.COM.
* * *
Antagonisme Penerapan Ajaran, Islam di Indonesia
(1)
*H. Munawar M. Saad*
Sabtu, 24 Desember 2011
Antagonisme Penerapan Ajaran Islam di Indonesia (1)
H. Munawar M. Saad <Dosen STAIN Pontianak dan sedang menyelesaikan
program doktor di UGM Yogyakarta>
Kita menyadari bahwa Islam di Indonesia adalah agama mayoritas, dan
praktik ritualisme keagamaan di negeri ini cukup semarak. Jemaah haji
Indonesia merupakan jemaah terbesar di dunia. Bahkan tiap tahun kuota
haji untuk Indonesia selalu bertambah, seiring besarnya minat masyarakat
untuk menunaikan ibadah haji.
Musabaqah Tilawatil Quran dan Seleksi Tilawatil Quran secara berkala
selalu diselenggarakan, mulai tingkat kecamatan sampai tingkat nasional.
Tentu telah menelan biaya yang tidak sedikit. Tiap perayaan hari-hari
besar keagamaan selalu diperingati, mulai dari tingkat RT sampai istana
negara.
Ketika datang bulan suci Ramadan, surau-surau dan masjid bahkan hotel
dan kantor mengadakan Salat Tarawih berjemaah. Hampir 20 stasiun tv,
baik swasta maupun pemerintah menyiarkan dakwah Islam. Di sekolah juga
praktik ritualisme keagamaan terjadi. Tiap masuk sekolah siswa atau
murid wajib berdoa, mengucapkan salam dan mencium tangan guru. *Di
kampus tumbuh pesat pusat kajian keagamaan dan diskusi tentang Islam. Di
masyarakat juga tidak mau ketinggalan, majelis taklim ibu-ibu tumbuh di
mana-mana bak jamur tumbuh di musim hujan.*
Jumlah masjid tiap tahun bertambah, pembangunan masjid dan surau juga
semakin meningkat. Di mana-mana masjid dan surau seakan berlomba-lomba
memperindah dan memperluas bangunannya. Demikian juga pada
kelompok-kelompok tertentu, bermunculan kegiatan dakwah Islam. *Pendek
kata di Indonesia kegiatan dakwah Islam dan pengajian keislaman luar
biasa. Satu sisi ini sangat membanggakan.*
Akan tetapi penulis kaget membaca hasil penelitian sosial bertema "How
Islamic are Islamic Countries" yang dilakukan oleh Scheherazade S Rehman
dan Hossein Askari dari The George Washington University, yang
menyimpulkan bahwa *negara yang paling Islami (menerapkan nilai-nilai
keislaman dalam kehidupan bermasyarakat) justru negara non-Islam.*
Hasil penelitiannya dipublikasikan dalam Global Economy Journal
(Berkeley Electronic Press, 2010). Menilai Selandia Baru berada di
urutan pertama negara yang paling Islami di antara 208 negara, diikuti
Luksemburg di urutan kedua. Sementara *Indonesia yang mayoritas
penduduknya muslim menempati urutan ke-140.* Dari 56 negara anggota OKI,
yang memperoleh nilai tertinggi adalah Malaysia (urutan ke-38), Kuwait
(48), Uni Emirat Arab (66), Maroko (119), Arab Saudi (131), Indonesia
(140), Pakistan (147), dan terburuk adalah Somalia (206). Negara barat
yang dinilai mendekati nilai-nilai Islam adalah Kanada di urutan ke-7,
Inggris (8), Australia (9), dan Amerika Serikat (25).
Sekali lagi, penelitian ini tentu menyisakan banyak pertanyaan serius
yang perlu juga dijawab melalui penelitian sebanding. *Jika masyarakat
atau negara muslim korup dan represif, apakah kesalahan ini lebih
disebabkan oleh perilaku masyarakatnya atau pada sistem pemerintahannya?
Atau akibat sistem dan kultur pendidikan Islam yang salah?*
Namun, satu hal yang pasti, penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku
sosial, ekonomi, dan politik negara-negara anggota OKI justru berjarak
lebih jauh dari ajaran Islam dibandingkan negara-negara nonmuslim, yang
perilakunya lebih Islami. Pertanyaan dasarnya adalah seberapa jauh
ajaran Islam dipahami dan memengaruhi perilaku masyarakat muslim dalam
kehidupan bernegara dan sosial? *"Kehidupan sosial di Jepang lebih
mencerminkan nilai-nilai Islam ketimbang yang mereka jumpai, baik di
Indonesia maupun di Timur Tengah."*
Ajaran dasar Islam yang dijadikan indikator dimaksud diambil dari
Alquran dan hadis, dikelompokkan menjadi lima aspek. Pertama, ajaran
Islam mengenai hubungan seseorang dengan Tuhan dan hubungan sesama
manusia. Kedua, sistem ekonomi dan prinsip keadilan dalam politik serta
kehidupan sosial. Ketiga, sistem perundang-undangan dan pemerintahan.
Keempat, hak asasi manusia dan hak politik. Kelima, ajaran Islam
berkaitan dengan hubungan internasional dan masyarakat nonmuslim.
Setelah ditentukan indikatornya, lalu diproyeksikan untuk menimbang
kualitas keberislaman 56 negara muslim yang menjadi anggota Organisasi
Kerjasama Islam (OKI), yang rata-rata berada di urutan ke-139 dari
sebanyak 208 negara yang disurvei. (bersambung)
Senin, 26 Desember 2011
Antagonisme Penerapan Ajaran Islam di Indonesia (2)
H. Munawar M. Saad
<Dosen STAIN Pontianak dan sedang menyelesaikan program doktor di UGM
Yogyakarta>
Kesimpulan penelitian di atas tak jauh berbeda dari pengalaman dan
pengakuan beberapa ustaz dan kiai sepulang dari Jepang setelah kunjungan
selama dua minggu di Negeri Sakura. Program ini sudah berlangsung enam
tahun atas kerja sama *Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta* dengan Kedutaan Besar Jepang di Jakarta.
Para ustaz dan kiai itu difasilitasi untuk melihat dari dekat kehidupan
sosial di sana dan bertemu sejumlah tokoh. Setiba di tanah air, hampir
semua mengakui bahwa kehidupan sosial di Jepang lebih mencerminkan
nilai-nilai Islam ketimbang yang mereka jumpai, baik di Indonesia maupun
di Timur Tengah. Masyarakat terbiasa antre, menjaga kebersihan,
kejujuran, suka menolong, dan nilai-nilai Islam lain yang justru makin
sulit ditemukan di Indonesia.
Pernyataan serupa pernah dikemukakan Muhammad Abduh, ulama besar Mesir,
setelah berkunjung ke Eropa. "Saya lebih melihat Islam di Eropa, tetapi
kalau orang muslim banyak saya temukan di dunia Arab," katanya.
Kalau saja yang dijadikan indikator penelitian untuk menimbang
keberislaman masyarakat itu ditekankan pada *aspek ritual-individual*,
saya yakin Indonesia menduduki peringkat pertama menggeser Selandia Baru.
Namun, pertanyaan yang kemudian dimunculkan oleh Rehman dan Askari*bukan
semarak ritual, melainkan seberapa jauh ajaran Islam itu membentuk
kesalehan sosial berdasarkan ajaran Alquran dan Hadis. Contoh perilaku
sosial di Indonesia yang sangat jauh dari ajaran Islam adalah maraknya
korupsi, sistem ekonomi dengan bunga tinggi, kekayaan tidak merata,
persamaan hak bagi setiap warga negara untuk memperoleh pelayanan negara
dan untuk berkembang, serta banyak aset sosial yang mubazir. Apa yang
dikecam ajaran Islam itu ternyata lebih mudah ditemukan di masyarakat
muslim ketimbang negara-negara Barat.*
*Di Indonesia, penyimpangan perilaku sosial terjadi di tengah kehidupan
masyarakat yang secara individual sangat taat beragama. *Namun kesalehan
individu justru tidak berdampak pada kehidupan sosial. Misalnya, sering
kita jumpai dalam kehidupan keluarga, muncul berbagai tindakan
kekerasan. Seperti misalnya kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan
seksual, penganiayaan terhadap pembantu, anak kandung tega menghabisi
nyawa orang tuanya sendiri.
Dalam kehidupan antarumat beragama masih sering muncul masalah yang
berujung konflik. Dalam kehidupan bermasyarakat, kata jujur sudah
semakin sulit kita jumpai, budaya antre sudah semakin langka, budaya
gotong royong dan kerja sama antarwarga terasa semakin jauh. Padahal
salatnya taat dan sudah melaksanakan haji. Puasa dan zakatnya tidak
pernah ketinggalan.
Demikian pula saat ini berkembang tindakan kriminalitas, seperti
tindakan perampokan, pemerkosaan, pembunuhan, dan teror. Kerusuhan dan
tawuran antarwarga telah terjadi di berbagai daerah. Dalam kehidupan
berpolitik menjelang pemilukada, atmosfer bumi pertiwi semakin panas.
Pertikaian antarparpol semakin tajam dan berakhir dengan jatuhnya banyak
korban. Sementara itu tindakan pelanggaran moral sudah sampai pada titik
kritis. Misalnya gejala prostitusi yang berakhir dengan aborsi, termasuk
seksualitas yang bisa jadi komoditas.
Mengapa semarak dakwah dan ritual keagamaan di Indonesia tidak mampu
mengubah perilaku sosial dan birokrasi sebagaimana yang diajarkan Islam,
yang justru dipraktikkan di negara-negara sekuler?*Tampaknya keberagaman
kita lebih senang di level dan semarak ritual untuk mengejar kesalehan
individual, tetapi menyepelekan kesalahan sosial.* (bersambung)
Selasa, 27 Desember 2011
Antagonisme Penerapan Ajaran Islam di Indonesia (3)
*H. Munawar M. Saad *<Dosen STAIN Pontianak dan sedang menyelesaikan
program doktor di UGM Yogyakarta>
*Kalau seorang muslim sudah melaksanakan lima rukun Islam--syahadat,
salat, puasa, zakat, haji--, zikir, ikut pengajian, dan lain sebagainya,
maka dia sudah merasa sempurna.* *Semakin sering berhaji, semakin
sempurna dan hebatlah keislamannya. Padahal misi Rasulullah itu datang
untuk membangun peradaban yang memiliki tiga pilar utama: keilmuan,
ketakwaan, dan akhlak mulia atau integritas.*
Hal yang terakhir inilah, menurut Rehman dan Askari, dunia Islam
mengalami krisis. Apa yang salah, *mengapa ritual dan semarak keagamaan
tidak mampu mengubah perilaku individu dan perilaku sosial di Indonesia?
Yang pasti bukan ajaran Islam yang salah. Siapakah yang bertanggung
jawab atas semua ini?*
Menurut penulis, /*yang salah adalah sistem pengajaran Islam*/*. Dewasa
ini keteladanan sang pemimpin umat, ustaz, dan dai atau ulama sungguh
tidak mencerminkan nilai-nilai keislaman yang sebenarnya. Di atas mimbar
atau di pengajian ucapannya seperti malaikat, akan tetapi di luar,
kelakuannya berbeda jauh dengan apa yang diucapkannya.*
Kita sering berlaku tidak adil dan cenderung munafik. Cara penyampaian
ajaran agama masih sangat verbalistik, formalistic, dan cenderung
membodohi umat. Selama ini ajaran agama yang disampaikan oleh para dai
dan ustaz baru sebatas simbolik dan retorik, belum mampu membangun
kepercayaan umat terhadap pemimpinnya (guru, dai, ustaz, dan ulama).
Bahkan yang celaka, di antara para ustaz atau dai ada yang sengaja
membuat umat menjadi ragu dan antipati dengan kehidupan duniawi, karena
menurut mereka yang utama adalah kehidupan akhirat.
Dalam sebuah khotbah, penulis pernah mendengar khatib berkata,*"Jika
Allah SWT sudah berkehendak, maka hancurlah semua kehebatan ilmu
pengetahuan dan teknologi di dunia ini."* Dampaknya, anak-anak generasi
muda kita menjadi lemah semangatnya untuk mempelajari ilmu pengetahuan.
Buat apa menuntut ilmu pengetahuan, toh pada akhirnya akan hancur.
Demikian juga dalam kesempatan lain, *khatib dengan bersemangat
mengatakan, jika umat Islam berzikir dan berdoa, Insya Allah hasil panen
dan hasil tangkapan ikan bagi nelayan akan melimpah ruah*. Dampaknya
umat Islam hanya sibuk dengan berzikir dan berdoa, lalu lupa dengan
urusan ekonomi dan politik. Apakah dengan berdoa dan berzikir semua
masalah kehidupan umat akan beres, tanpa usaha sungguh-sungguh?
Cara-cara seperti ini berulang-ulang dilakukan oleh sebagian dai kita.
Mana mungkin akhirat bisa diraih dengan melupakan kehidupan dunia. Dunia
ini adalah ladang untuk bercocok tanam, yang hasilnya akan diterima di
akhirat nanti. Mestinya kita belajar dengan para nabi, bahwa para nabi
sangat menganjurkan kita untuk menguasai dunia dengan berbagai disiplin
ilmu. Mereka sangat ahli di bidangnya masing-masing.
Sebut saja, Nabi Adam adalah ahli di bidang pertanian, Nabi Nuh ahli
membuat kapal, Nabi Daud ahli besi yang mampu membuat pakaian perang
dari besi. Nabi Ibrahim adalah seorang arsitektur yang ahli merancang
bangunan dan Nabi Muhammad SAW adalah seorang ekonom, yang ahli
manajemen perdagangan. Mengapa kita tidak mau belajar dari mereka,
padahal para nabi adalah sumber motivator dan agent of change. Wallahu
'alam. (habis)
<Catatan I. Isa -- semua huruf tebal oleh I.Isa.>
* * *
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment