Advertising

Tuesday 7 June 2011

[wanita-muslimah] Belenggu Politik Perempuan

"Perempuan kurang memiliki hasrat politik karena 4 faktor: kultur
patriarki, pemahaman agama yang parsial, sistem politik yang tak
memihak perempuan, dan kendala ekonomi."

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/06/08/148999/Belenggu-Politik-Perempuan

08 Juni 2011
Belenggu Politik Perempuan
Oleh Misbahul Ulum
POLITIK, selama ini hanya dimaknai sebagai sesuatu yang berkaitan
dengan kekuasaan (power). Maka, perilaku politik yang tampak adalah
merebut, menggunakan dan mempertahankan kekuasaan.

Hans J Morgenthau, dalam Political Among Nations mengungkapkan bahwa
politik merupakan perjuangan menuju kekuasaan. Pemaknaan politik
seperti itu jelas menyesatkan. Karena, segala sesuatu hanya diarahkan
kepada kekuasaan saja, dan sangat identik dengan kekerasan, sehingga
muncul anggapan bahwa politik itu sangat kejam. Politik hanya boleh
dilakukan oleh orang yang siap dengan kekerasan, dan laki-laki lah
yang sejauh ini dirasa mampu untuk itu. Akhirnya timbul kesan bahwa
politik menjadi ''dunia terlarang'' bagi kaum perempuan.

Dalam Islam, terminologi politik dikenal dengan nama siyasah, yang
bermakna mengurusi. Orang yang melakukan pengurusan itu disebut
siyasiy (politikus). Dari uraian tersebut terlihat bahwa politik
berkaitan erat dengan kegiatan pengaturan, pengurusan, dan pemeliharan
berbagai urusan kemasyarakatan.

Bila mengacu pada pengertian ini, jelas sekali tidak ada hubungannya
antara jenis kelamin dengan politik, sehingga tidak ada masalah jika
perempuan harus ikut terlibat dalam kegiatan politik. Karena
bagaimanapun, perempuan juga perlu diatur kebutuhannya.

Kurang Hasrat

Di Indonesia, mayoritas perempuan kurang memiliki hasrat untuk terjun
dalam dunia politik. Hal itu disebabkan oleh empat faktor. Pertama;
perempuan masih terbelenggu oleh kultur patriarki, yaitu suatu
kebudayaan yang mengistimewakan peran laki-laki.

Misalnya perbedaan upah yang terjadi antara laki-laki dan perempuan.
Biasanya upah untuk laki-laki lebih tinggi dibanding upah perempuan.
Hal semacam itu terjadi karena masyarakat masih beranggapan bahwa
pekerjaan laki-laki lebih berat daripada perempuan. Contoh lain,
ungkapan Jawa ''sepikul se-gendongan'', yang berarti, laki-laki
mendapat sepikul atau dua kali lipat dari bagian perempuan yang hanya
segendongan.

Kedua, pemahaman keagamaan yang parsial. Seringkali teks-teks
keagamaan dimakanai secara tekstual saja tanpa mencari spirit apa yang
dikandung dalam teks tersebut, sehingga perempuan seolah makin
termarginalkan oleh dogma agama. Padahal dalam Alquran, Allah telah
berfirman bahwa ''laki-laki adalah pakaian bagi perempuan, dan
perempuan adalah pakaian bagi laki-laki''. Jadi, interaksi yang
terjadi antara perempuan dan laki-laki bukanlah bottom-up tapi
kemitraan. Dalam sebuah hadis juga telah disebutkan bahwa
''sesungguhnya Allah tidak melihat seseorang dari fisiknya, akan
tetapi Allah melihat dari hati dan perilakunya''.

Ketiga, sistem politik yang tak memihak perempuan. Meskipun sudah ada
peraturan tentang kuota 30 persen katerwakilan perempuan dalam lembaga
legislatif, ternyata perempuan harus bersaing terlebih dahulu dengan
calon-calon legislatif lain yang didominasi oleh kali-laki. Harusnya,
keterwakilan perempuan menjadi hal yang mutlak, bukan karena hasil
kompetisi dengan laki-laki.

Karena jika perempuan harus berkompetisi terlebih dahulu dengan
laki-laki, kekalahan menjadi hal yang sangat mungkin. Kalaupun ada
perempuan yang menang, itu hanya beberapa saja.

Keempat, kendala ekonomi. Selama ini, di Indonesia khususnya,
tanggungjawab mencari nafkah dibebankan kepada laki-laki, sehingga
muncul perasaan bahwa laki-laki lah yang mempunyai hak penuh dalam
pengusaan harta kekayaan, sedangkan perempuan yang bekerja di wilayah
domestik, dianggap tidak memiliki wewenang apa-apa dalam pengurusan
kekayaan. Tentunya hal ini sangat menghambat perjalanan perempuan
dalam memasuki dunia politik.

Karena, politik itu sangat mahal, dan hanya orang yang kuat secara
finansial lah yang mampu berjalan pada rel itu.

Mebangkitkan gairah politik perempuan pada era sekarang ini adalah
sebuah keharusan. Dengan adanya wacana kesetaraan gender, tentunya itu
menjadi peluang tersendiri bagi perempuan untuk berkompetisi dengan
laki-laki dalam wilayah publik.

Paling tidak, perempuan harus memiliki kesadaran untuk memperjuangkan
hak-haknya sendiri sebagai perempuan.
Gerakan politik perempuan hanya akan menjadi wacana kosong jika
perempuan sebagai aktor penggeraknya tidak berani tampil menyuarakan
diri sebagai mitra dan kompetitor laki-laki. (24)

—Misbahul Ulum, pengajar di PMPI Center, Senat Mahasiswa Fakultas
Dakwah IAIN Walisongo.


------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
wanita-muslimah-digest@yahoogroups.com
wanita-muslimah-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

0 comments:

Post a Comment