Yaaah, Abah... Perang Badar koq disamakan dengan Ibrahim yang menggerakkan anak buah yang diasuhnya. Jadi, 314 orang itu anak buah asuhan keluarga Ibrahim, Abah. Lha, perang Badar itu terjadi setelah deklarasi Madinah. Pasukan Badar bukanlah anak asuh Nabi Muhammad, tetapi pengikut Muhammad saw. Jadi, jelas sekali bahwa Nabi Muhammad itu kepala negara, sedangkan Ibrahim adalah imam agama yang tinggal di sebauah kemah di Mammre, dekat Hebron. Oleh karena atas jasa Ibrahim itulah Raja Kanaan memberikan hadiah besar kepada Ibrahim.
Sudah jelas kan Abah, kalau kita mau jujur membaca Kitab Genesis 14:7-18 yang Abah sampaikan ternyata Ibrahim, orang Ibrani itu, tinggal dekat pohon-pohon kepunyaan temannya di Mammre (dekat Hebron), kepunyaan teman sekutu Ibrahim. Jelas bukan, bahwa Ibrahim itu orang Ibrani, dan menggerakkan anakbuah/budak/pelayannya yang terlatih itu untuk mengejar musuh. Lalu, Ibrahim diberkati Raja Sodom.
Jadi, benar-benar Ibrahim tinggal di tanah perdikan Abah. Ibrahim hanya tinggal di tenda di tanah kepunyaan temannya di Mammre. Baca saja lagi Abah Genesis 13 dan 14.
Tetapi, saya bisa mengerti koq, mengapa Abah tidak mau menyatakan salah menyebut Ibrahim sebagai kepala negara, karena Abah mempertahankan martabat Abah, hanya saja tidak elok.
Wassalam,
chodjim
----- Original Message -----
From: H. M. Nur Abdurrahman
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, November 29, 2011 1:48 AM
Subject: Re: Re: Re: [wanita-muslimah] Khilafah tidak ada dalam Al-Quran?
chodjim wrote:
1. Yang penting di situ adalah kata "tsalaatsa miatin wa tsamaaniyata 'asyara min ghilmaanihi al-mudarrabiina al-mawluudiina fii baytihi", yaitu 318 budak (pemuda) yang dilatih, dibesarkan (dilahirkan) di rumahnya (rumah Ibrahim). Jadi, dalam PL berbahasa Arab pun tidak disebut "jund atau junayd".
Jadi, jelas sekali bahwa Ibrahim menggerakkan orang-orang yang dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan rumahtangganya. Kata "bayt" secara literal adalah rumah. Dengan demikian Ibrahim itu seperti orang yang mendapat tanah perdikan di masa Majapahit atau Mataram II, yaitu orang tersebut berkuasa penuh pada masyarakat yang tinggal di tanah perdikan itu. Orang yang mendapat tanah perdikan tidak dipungut pajak oleh kerajaan, dan berkuasa penuh untuk menjadi kepala perdikan itu. Di daerah Madiun muncul warok-warok atau jago silat yang menjaga tanah perdikan itu.
Pondok pesantren Gontor-Ponorogo juga mendapatkan wilayah yang ratusan hektar. Tanah di desa Gontor itu praktis wilayahnya pesantren Gontor, dan hidup ratusan petani di dalamnya. Para petani itu mengerjakan sawah-ladang milik Gontor, dan menyerahkan hasilnya kepada ponpes Gontor, disamping komunitas petani itu menerima upah atau bagian hasil dari ponpes Gontor. Pada zaman dulu, Gontor pun mempunyai warok-warok dan jago silat untuk mengamankannya. Mereka juga berani melakukan perlawanan kepada Belanda. Toh, imam Gontor tidak disebut kepala negara Gontor.
2. Yang terakhir yang perlu saya sampaikan dalam menanggapi Abah ialah perang Dipanegara (Diponegoro). Beliau punya lahan di Tegal Reja yang ditrabas oleh Kompeni. Terjadilah perang yang besar antara Diponegoro melawan Kompeni dan tentaranya yang dari Nusantara. Kompeni bangkrut! Kompeni dengan puluhan ribu tentara dan Diponegoro dengan lebih dari 300.000 ribu tentara. Coba bandingkan dengan Ibrahim yang 318 pelayan/budaknya.Toh, Diponegoro tidak disebut Kepala Negara Tegal Reja, hehehe....
((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((
HMNA:
1. Pak Chodjim itu tebang pilih.
=>Di satu pihak, 318 al-mawluud yang terlatih dilihat secara tekstual itu bukan tentara, karena tidak dinyatakan dengan teks al-jundu(*). 318 orang terlalu sedikit untuk dimaknai sebagai 318 angkatan perang, padahal itu lebih banyak dari 314 orang mujahidin dalam Perang Badar. Kalau secara tekstual 314 orang mujahidin itu bukanlah sebuah angkatan perang, lalu.apakah dengan itu Madinah bukan sebuah negara?.
=>Pada pihak lain PakChodjim tidak tekstual dalam memaknai al-baytu, melainkan pakai takwil dimaknai sebagai tanah perdikan di masa Majapahit ataupun pesantren Gontor.
-----------
(*)
mestinya al-junuudu, karena jamak, bukan junayd itu bentuk mutsanna, dual. Dalam bahasa Arab ada tiga tingkatan: mufrad - mutsanna - jamak.
Ada perbedaan antara al-baytunya Ibrahim dengan tanah perdikandi masa Majapahit dan pesantren Gontor. Al-baytunya Ibrahim seperti City State Madinah pada zaman Rasulullah SAW. City State Madinah satu Negara Kota yang independen berdaulat penuh atas wilayahnya, tidak di bawah kedaulatan dari Kerajaan manapun. Demikian pula Ibrahim berdaulat penuh atas wilayah al-baytu nya, independen tidak di bawah kedaulatan manapun. Ini dapat ditakwilkan dari:
LAI-Kejadian 13:14-15
Setelah Lot berpisah dari pada Abram, berfirmanlah TUHAN kepada Abram: "Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu.
Wilayah al-baytu Ibrahim itu adalah pemberian Allah, di bawah naungan kedaulatan Allah, independen tidak di bawah kedaulatan dari kerajaan manupun.
Berbeda dengan tanah perdikan, itu adalah wilayah di bawah kedaulatan Majapahit. Demikian pula pesantren Gontor yang wilayahnya adalah di bawah kedaulatan kedaulatan NKRI. Tentu saja imam Gontor tidak bia disebut kepala negara Gontor, karena imam itu mengepalai wilayah yang bukan di bawah kedaulatannya, melainkan di bawah kedaulatan NKRI. Sami mawon dengan kepala tanah perdikan Majapahit itu tidak bisa dikatakan raja perdikan, karena wilayah perdikan itu di bawah kedaulatan Kerajaan Majapahit. Jadi perbandingan Pak Chodjim antara al-baytu Ibrahim dengan tanah perdikan di saman Kerajaan Majapahit ataupun pesantren Gontor, itu bukan apple to apple..
Sebuah ilustrasi:
Salah satu diktum Perjanjian Hudaibiyah, yaitu perjanjian di antara dua Negara Kota: Madinah dengan Makkah yang ditanda-tangani oleh Nabi Muhammad SAW di satu pihak dan Suhail di lain pihak, bahwa qablilah-qabilah Arab diberi kesempatan untuk bergabung ke dalam salah satu di antara kedua negara kota tersebut. Juga pada salah satu diktum disepakati gencetan senjata di antara kedua pihak selama sepuluh tahun. Sesuai dengan kesepakatan itu qabilah Banu Bakr bergabung ke dalam aliansi kaum kafir Quraisy, sementara Banu Khuza'ah ke dalam aliansi kaum Muslimin Madinah.
Ternyata dua tahun kemudian Banu Bakr dengan dukungan pihak Makkah menuyerang Banu Khuza'ah. Dalam penyerangan itu banyak penduduk Banu Khuza'ah yang terbunuh. Utusanpun dikirim ke Madinah melaporkan pihak Makkah telah melanggar Perjanjian Hudaibiyah. RasuluLlah SAW segera mengumpulkan pasukan, lalu bergerak menuju Makkah, dan dalam perjalanan beberapa qabilah lain datang bergabung dengan RasuluLlah SAW. Tatkala pasukan itu tiba di FARAN jumlahnya telah mencapai SEPULUH RIBU orang. RasuluLlah SAW yang memimpin pasukan SEPULUH RIBU orang dari FARAN ini dinubuwatkan/diprofesikan jauh sebelumnya oleh Nabi Musa AS. Kita kutip dari The Holy Bible, King James (authorized) Version:
"And this is the blessing, where-with Moses the man of God blessed the Children of Israel before his death. And he said the Lord came from Sinai, and rose up from Seir unto them; he shined(#) forth from mount PARAN and he came with TEN RHOUSAND of saints; from his right hand sent a fiery law for them" (Deuteronomy 33:1-2).
TEN RHOUSAND of saints itu (tidak pakai al-junuudu) sesungguhnya adalah 10.000 orang dari Angkatan Perang City State Madinah.
----------------------
(#)
Dalam bahasa Semit (Arab dan Ibrani) bentuk past tense dipakai untuk nubuatan, karena dalam ilmu nahwu, fi'il madhiy (past tense) di samping untuk masa lalu juga bermakna suatu peristiwa yang pasti akan terjadi. Peristiwa kiamat dikissahkan dalam Al-Quran dengan tasrif (konyugasi) dalam bentuk fi'il madhiy.
2. Ha, ha, ha, Pak Chidhim membandingkan Ibrahim dengan Diponegoro dari segi jumlah tentara, itu sudah terjawab di atas, bahwa angka 314 orang mujahidin/angkatan perang dari City State Madinah dalam Perang Badar lebih kecil jumlahnya dari 318 al-mawluud yang terlatih / junuudu / angkatan perang Ibrahim. Apa Madinah akan disangkal oleh Pak Chodjim sebagai City State, yang dalam sejarah dahulu negara-negara itu banyak yang berupa City-States ???!!!
Wassalam
))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))
----- Original Message -----
From: chodjim
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Monday, November 28, 2011 9:28 AM
Subject: Re: Re: Re: [wanita-muslimah] Khilafah tidak ada dalam Al-Quran?
Mas Mu'iz, ini saya sekadar memberikan tambahan dan pas baca surel Anda untuk Abah. Saya coba ambil Alkitab berbahasa Arab di perpus saya, dan saya cuplik bagian ini.
"Falamma sami'a abraamu anna abna akhiihi qad usira jarrada tsalaatsa miatin wa tsamaaniyata 'asyara min ghilmaanihi al-mudarrabiina al-mawluudiina fii baytihi wa ta'aqqabahum hattaa balagha daana." (al-Takwiin 14:15)
Saya tidak terjemahkan ke bahasa Indonesianya karena terjemahan bahasa Indonesianya sudah diberikan pada surel-surel sebelumnya.
Yang penting di situ adalah kata "tsalaatsa miatin wa tsamaaniyata 'asyara min ghilmaanihi al-mudarrabiina al-mawluudiina fii baytihi", yaitu 318 budak (pemuda) yang dilatih, dibesarkan (dilahirkan) di rumahnya (rumah Ibrahim). Jadi, dalam PL berbahasa Arab pun tidak disebut "jund atau junayd".
Jadi, jelas sekali bahwa Ibrahim menggerakkan orang-orang yang dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan rumahtangganya. Kata "bayt" secara literal adalah rumah. Dengan demikian Ibrahim itu seperti orang yang mendapat tanah perdikan di masa Majapahit atau Mataram II, yaitu orang tersebut berkuasa penuh pada masyarakat yang tinggal di tanah perdikan itu. Orang yang mendapat tanah perdikan tidak dipungut pajak oleh kerajaan, dan berkuasa penuh untuk menjadi kepala perdikan itu. Di daerah Madiun muncul warok-warok atau jago silat yang menjaga tanah perdikan itu.
Pondok pesantren Gontor-Ponorogo juga mendapatkan wilayah yang ratusan hektar. Tanah di desa Gontor itu praktis wilayahnya pesantren Gontor, dan hidup ratusan petani di dalamnya. Para petani itu mengerjakan sawah-ladang milik Gontor, dan menyerahkan hasilnya kepada ponpes Gontor, disamping komunitas petani itu menerima upah atau bagian hasil dari ponpes Gontor. Pada zaman dulu, Gontor pun mempunyai warok-warok dan jago silat untuk mengamankannya. Mereka juga berani melakukan perlawanan kepada Belanda. Toh, imam Gontor tidak disebut kepala negara Gontor.
Kalau kita lihat kisah kuli kontrak di Sumatra UItara, maka para kuli itu bisa dicambuk atau dibunuh atas perintah para tuan tanah. Dan, para tuan tanah ini memiliki tentara bayaran, tapi toh para tuan tanah tidak disebut sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan, meski punya wilayah yang ribuan hektar.
Yang terakhir yang perlu saya sampaikan dalam menanggapi Abah ialah perang Dipanegara (Diponegoro). Beliau punya lahan di Tegal Reja yang ditrabas oleh Kompeni. Terjadilah perang yang besar antara Diponegoro melawan Kompeni dan tentaranya yang dari Nusantara. Kompeni bangkrut! Kompeni dengan puluhan ribu tentara dan Diponegoro dengan lebih dari 300.000 ribu tentara. Coba bandingkan dengan Ibrahim yang 318 pelayan/budaknya.Toh, Diponegoro tidak disebut Kepala Negara Tegal Reja, hehehe....
Wassalam,
chodjim
[Non-text portions of this message have been removed]
[Non-text portions of this message have been removed]
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment