Advertising

Wednesday 30 November 2011

[wanita-muslimah] MUSDA DEWAN KESENIAN KALTENG

 

MUSDA
DEWAN KESENIAN KALTENG
 
Dewan Kesenian Daerah Kalimantan Tengah (DKD-KT),
yang untuk pertama kalinya dibentuk pada tahun 1999, pada masa penghujung
jabatan Warsito Rasman sebagai Gubernur, sedianya akan menyelenggarakan
Musyawarah Daerah (Musda) pada tanggal 19 November 2011 di Palangka Raya. Tapi
berita terakhir menyatakan Musda ini diundur penyelenggaraannya menjadi tanggal
1 Desember 2011. Ketika hari ini (30 November 2011) amplop undangan dari
Gubernur Kalteng tiba, maka Musda DKD-KT tersebut sudah pasti akan berlangsung
dari 1 Desember 2011 dan berakhir pada tanggal yang sama pula di Aula LPMP
Jalan Tjilik Riwut Km.4,5 Palangka Raya.
 
Berdasarkan Pedoman Dasar DKD-KT (1999-2004),
DKD-KT  "adalah lembaga kesenian yang dibentuk melalui
musyawarah para seniman dan budayawan di Provinsi Kalimantan Tengah" dan "yang kemudian dikukuhkan dengan Surat
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah khusus untuk itu".
Fungsi dan peranan DKD-KT ditetapkan oleh Pasal  3 Pedoman Dasar sebagai "mitra
kerja Pemerintah Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah yang berfungsi untuk
melestarikan, mengembangkan dan memberdayakan kehidupan berkesenian di
Kalimantan Tengah dalam arti seluas-luasnya Untuk itu Dewan Kesenian Kalimantan
Tengah memiliki dua peranan, yaitu:
 
(1).Sebagai
pemikir dan konseptor dalam pembinaan dan pengembangan kesenian di daerah
tingkat I Kalimantan Tengah.(2). Sebagai pelaksana pembinaan dan pegembangan
kesenian melalui:a.peningkatan kegiatan kesenian.b.peningkatan mutu
kesenian.c.peningkatan penilaian dan penghargaan seni dan budaya
masyarakat.d.peningkatan kesejahteraan seniman.
 
Sedangkan program DKD-KT mencakup lima bidang
yaitu: a. Bidang pembinaan dan
pendidikan; b. Bidang produksi dan dokumentasi; c. Bidang informasi, publikasi
dan komunikasi; d. Bidang penelitian dan pegembangan; e. Bidang sarana/prasarana.
 
Peraturan Dasar niscayanya menjadi patokan dalam
melakukan fungsi dan peran serta melaksanakan tugas DKD-KT. Kegiatan-kegiatan
di lima bidang tersebut di atas pun dievaluasi berdasarkan Peraturan Dasar ini.
 
Jika mau jujur, barangkali sejak bertahun-tahun
DKD-KT berdiri sampai sekarang, apa yang dikerjakan oleh DKD-KT dengan berat
hati saya katakan masih sangat jauh dari  tunai dengan kehidupannya yang hidup segan mati tak mau serupa kehidupan
kerakap di atas batu. Mengapa hal demikian terjadi, mudah-mudahan Musda kali
ini bisa menyimpulkannya dengan periksa diri yang keras tanpa memaafkan diri.
Hal lain yang patut diperiksa adalah komposisi pengurus dan cara kerja DKD.
Mengenai hal terakhir ini, Peraturan Dasar menetapkan bahwa DKD-KT  "adalah lembaga kesenian yang dibentuk melalui
musyawarah para seniman dan budayawan di Provinsi Kalimantan Tengah".
 
Sudahkah ketetapan Peraturan Dasar ini diindahkan
dan dilaksanakan ataukah diabaikan secara sederhana dengan metode kerja top-down?  Ketetapan Peraturan Dasar ini juga sebenarnya
jika diterapkan sungguh-sungguh akan menentukan bagaimana komposisi
kepengurusan DKD disusun, pasti akan menempatkan para seniman-budayawan  yang memang aktif sebagai  pilar. Apakah hal ini dilakukan? Jawaban
pertanyaan ini dijawab oleh A.S, seorang seniman dari Sampit yang
mengatakan  "Birokrasi Pemda Sampit ga melibatkan Seniman. Mereka semua yang ikut.
Kalau Panitia ga langsung  ngundang
seniman Sampit,kita ga bisa ikut dan ga bisa datang. Saya sudah buang waktu
ngurus surat ke Pemda" (16 November 2011). Patutkah cara kerja, pandangan
dan sikap begini jika ingin mewujudkan ketetapan Pedoman Dasar DKD-KT,
melestarikan dan  mengembangkan  kesenian di Kalteng? Saya khawatir sikap
begini hanya akan memelihara kemandekan dan keterbelakangan kesenian saja.
Keluhan A.S dari Sampit memperlihatkan gejala bahwa Musda dimulai dengan tindak tidak sehat yang menumbuhkan
keraguan bahwa DKD-KT melalui Musda kali ini bisa membuka halaman  baru bagi kehidupan berkesenian di Kalteng. Benih
tidak sehat akan menghasilkan buah busuk. DKD-KT bukanlah lembaga birokrasi,
tapi seperti dikatakan oleh namanya saja adalah lembaga seniman-budayawan guna
bersama-sama berkesenian.
 
Menakar masalah-masalah kebudayaan yang dihadapi
oleh Kalteng yang patut ditangani, sungguh menjadi pertanyaan besar, apakah
dalam waktu sehari masalah-masalah besar dan pokok yang menanti akan bisa
terjawab secara sungguh-sungguh? Jika sungguh-sungguh, mestinya jauh sebelum
Musda berlangsung, makalah-makalah yang akan disampaikan sudah diedarkan
bersamaan dengan undangan, sehingga  ada
waktu cukup untuk merenungkan apa yang dijadikan materi bahasan. Siapa yang
berbicara dan apa yang dibicarakan, juga tidak tertera di lembaran undangan.
Persiapan Musda niscayanya juga menggali buah pemikiran, konsep, cara-cara
pelestarian dan pengembangan kesenian dari berbagai pihak seperti dianjurkan
oleh Peraturan Dasar, untuk dibahas dalam Musda. Wejangan birokrat lebih bersifat
seremonial dan tidak menjadi materi utama, apalagi tidak sedikit birokrt yang
tidak mengerti kebudayaan, yang memandang kebudayaan hanya membung-buang dana
percuma. Kebudayaan tidak lain dari ranah pergelutan ide. Ide-ide yang
dituangkan dalam berbagai bentuk bercorak lokal. Penyerasian bentuk dan isi
merupakan pergulatan seniman-budayawan. Tapi kemestian begini tidak terjadi.
Barangkali yang diundang ke Musda hanya diharapkan hadir untuk mendengarkan suara
palu diketok mengesahkan apa-apa yang sudah dirancang, terutama susunan
pengurus baru, bentuk dari metode kerja top
down yang feodalistik yang tidak mengutamakan masukan dari pekerja budaya. Jika
demikian, kebebasan, demokrasi yang merupakan syarat utama pengembangan
kebudayaan, demikian juga Peraturan Dasar Dewan Kesenian telah  diabaikan oleh Musda. Pengabaian yang membuat
seniman-budayawan sebagai bidak-bidak mati catur politik.
 
Masalah organisasi DKD termasuk maslah penting
lain yang niscayanya dibahas oleh Musda. Sepengetahuan saya, hanya Kalteng yang
membuat Dewan Kesenian (DK) sangat strukturalis hierarkis di bawah naungan
birokrasi. Tempat-tempat lain di negeri ini, DK tidak struktural hierarkis-birokratis
karena lebih bersifat kota per kota. Oleh karena itu maka DK sangat rentan akan
"proyekisme" dan membuat semangat ktergantungan berkembang di kalangan seniman,
DKD mati suri. Penguasaan birokrasi ini pulalah yang  membunuh Lembaga Pendidikan Kesenian Kutai
(LPKK), Kalimantan Timur, yang sempat berlangsung jaya selama 30 lebih di
tangan para seniman-budayawan. Begitu dipegang para birokrat sejak 2007, LPKK
pun mulai redup lalu mati.Gedung Kesenian Serapo kebanggaan para seniman
dirobohkan pada tahun 2009 (Radar Sampit, 29 November 2011). Birokrat yang tak
berbudaya mempunyai logika mereka sendiri berbeda dengan logika
budayawan-seniman. Musda  DKD-KT
niscayanya menyimpulkan pengalaman MPKK dan dirinya sendiri. Musda niscayanya
mencoba membangun jembatan antara birokrat dan dunia budaya di bawah suatu
orientasi budaya yang saatu. Orientasi atau politik kebudayaan ini pun jika
mengindahkan Peraturan Dasar DKD-KT niscayanya menjadi tema urgen dibicarakan.Demikian pula pertanggungjawaban
atas Keputusan-Keputusan Temu Budayawan Se-Kalteng di Hotel Hawai lalu.

Seni menghidupkan kita sebagai
manusia. Mereka menceritakan kisah-kisah besar dalam sejarah dan kisah
orang-orang besar yang pernah ada. Ia juga menggambarkan manusia dengan ide-ide
bagaimana yang niscayanya dilahirkan dan dikembangkan. Karena itu pimpinn yang
berbudaya menjadi suatu keniscayaan. Apakah DKD-KT, yang diharapkan oleh
Peraturan Dasar DKD,   selama ini telah
bergerak dan berpegang pada patokan demikian? Hal-hal begini oleh Musda patut
dievaluasi. Berubahnya status Indonesia ke status negara dengan pendapatan
menengah secara makro, mungkin hal ini dapat berubah, karena promosi sangat
perlu dilakukan dengan bantuan pemerintah. Tapi bantuan tidak sama dengan
mengangkangi.

"Tidak
berinvestasi dalam bidang seni sastra adalah kejahatan. Sebuah karya sastra
yang aktif adalah pilar dari masyarakat modern, ekspresi keterbukaan dan
kreativitas, serta hadiah kepada semua warga negara. Memang faktor ekonomi
sangat penting. Pendapatan bagi Indonesia
adalah dasar di mana semua pengeluaran pemerintah dapat berlangsung, dan sastra
layak mendapatkan keadilan karena kita semua menghargai nilai dari sebuah karya
yang baik", demikian  Maxine Carr,  Research Officer di
Strategic Asia, konsultan yang mempromosikan kerja sama di antara negara-negara
Asia (in:Sinar Harapan, Jakarta,
03.11.2011).
Apabila
setelah Musda DKD-KT ini kelak, DKD-KT , Taman Budaya, masih tetap mati suri
seperti sediakala dan sekarang,  tidak
bisa menjadi sentra pemikir budaya dan menghimpun semua kekuatan, jalan terbaik
untuk pengembangan kegiatan kesenian di daerah ini tidak ada lain bersandar dan
terletak pada komunitas-komunitas serta sanggar seni. Lupakan DKD-KT! Sebuah
organisasi federatif baru patut didirikan.
 
Kusni Sulang, Anggota Lembaga Kebudayaan Dayak
Kalimantan Tengah.

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment