Ironi Negara Pantai yang Masih Impor Garam
Friday, 23 November 2012 08:18
Sebagai negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang keempat di dunia, adalah sangat ironis ketika Indonesia masih mengimpor garam. Kebutuhan garam konsumsi maupun garam industri ternyata tidak bisa dipenuhi oleh petani dalam negeri. Kurang pedulinya pemerintah dan tudingan mafia impor garam menjadi salah satu penyebab minimnya kemampuan produksi garam nasional.
Permasalahan data garam nasional perlu menjadi perhatian serius pemerintah. Pasalnya, selama ini data jumlah produksi dan jumlah kebutuhan garam yang didampaikan kepada pemerintah pusat melalui asosiasi petambak garam validitasnya masih sangat rendah. Hal tersebut bukan karena kesenjangan, tetapi ditengarai lebih karena adanya kepentingan bisnis semata.
Menurut Ketua Komite Garam PBNU, Rokhmin Dahuri, tidak tersedianya data kebutuhan garam industri yang diperlukan oeh perusahaan industri memungkinkan terjadinya penyalahgunaan impor garam yang merembes pada pasar garam nasional.
"Seharusnya, ketersediaan data jumlah perusahaan yang membutuhkan garam industri, jumlah ton garam industri yang dibutuhkan, dan jenis kebutuhan garam industrinya akan memungkinkan pemerintah untuk mengetahui total kebutuhan garam untuk industri dan memudahkan untuk menciptakan teknologi produksi garam tersebut berikut desiminasinya,"
ungkap Rokhmin, di Gedung PBNU, (22/11).
Ia menerangkan, hasil pengamatan menunjukkan banyak asosiasi atau koperasi petambak garam di berbagai daerah didirikan bukan untuk membela kepentingan petambak, melainkan agar memperoleh kuota serap produksi (DO).
"Perusahaan garam menjadikan asosiasi tersebut sebagai mitra, bukan
dalam pengembangan usaha tetapi sebagai taming dari kritik keras masyarakat petambak kepada perusahaan itu. Terbukti, data serap produksi garam dari perusahaan yang sidampaikan melalui asosiasi melebihi data produksi garam di wilayah tersebut," urainya.
Rokhmin mengatakan, kacaunya data produksi garam menyebabkan berbagai regulasi yang diterbitkan pemerintah mejadi tidak efektif. Ia mencontohkan, regulasi penghentian impor garam satu bulan sebelum musim panen dan dua bulan setelah musim panen tidak berlaku efektif. Padahal, secara konseptual kebijakan tersebut sangat membantu mendongkrak harga garam rakyat di musim panen raya.
Melalui usaha dan rencana yang terrganisir, PBNU berupaya untuk mengajak semua komponen bangsa mewujudkan indnesia yang mandiri dan
sejahtera dengan optimalnya pengelolaan sumber daya laut dan pesisir
khususnya untuk garam. Explorasi dan pemanfaatan yang berkelanjutan, keberpihakan untuk kepentingan rakyat, sistem tata niaga yang berkeadilan.
Oleh karena itu, pihaknya membentuk Asosiasi Petambak Garam Nusantara ASPEGNU) yang merupakan wadah aspirasi dan kegiatan usaha serta pemberdayaan petambak garam seluruh Nusantara memiliki. Ia meyakini, asosiasi tersebut memiliki peran strategis untuk mewujudkan kesejahteraan petambak melalui kegiatan usahanya, yaitu produksi, pengelolaan, pengemasan, dan pemasaran garam rakyat.
"Melalui kesepakatan pembelian garam rakyat, diharapkan mampu mewujudkan langkah bersama seluruh pemangku kepentingan garam, baik pihak petani garam, pelaku industri dan pemerintah demi tercapainya swasembada garam serta sebagai bentuk langkah nyata untuk meningkatkan kesejahteraan petambak garam rakyat," ujarnya.
Ketua PBNU, Mochammad Maksun Machfoedz mengatakan, swasembada enam komoditas startegis yaitu beras gula jagung kedelai dan daging sapi, yang dicanangkan pemerintah hingga 2014 mendatang nampaknya masih jauh dari harapan.
Dalam hal swasembada garam, ia mempertanyakan kenapa pemerintah masih harus membeli (impor). Padahal, beberapa bulan terakhir produksi garam rakyat telah meningkat, hal itu sejalan dengan pernyataan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bahwa produksi garam 2012 telah melampaui target kebutuhan nasional. "Artinya, jika selama ini hasil produksi petani garam di indonesia mencapai 1,2 juta ton, berarti sudah lebih dari itu. Tapi kenapa sampai sekarang juga masih impor," tanyanya, heran.
Karena itu, Maksun berharap Aspegnu dapat berkontribusi secara maksimal dalam ikut serta mensejahterakan rakyat dan memenuhi kebutuhan perusahaan garam industri. "Saya sangat berharap, kedepan Aspegnu bisa memberikan manfaat kepada masyarakat luas, termasuk warga nahdliyin," harap Maksun.
Wakil Komisi Kelautan dan Perikanan Dewan Perwakilan Rakyat, Herman Khaeron, mengatakan pada 2011 kebutuhan garam nasional mencapai 3,3 juta ton. Kebutuhan itu terdiri atas kebutuhan garam konsumsi 1,5 juta ton dan garam industri 1,8 juta ton. Di lain pihak, produksi garam nasional baru mencapai 1,11 juta ton.
"Kita masih impor garam konsumsi 923.756 ton dan garam industri 1,7 juta ton," kata Herman. Padahal, potensi pengembangan garam nasional cukup besar yang tersebar di Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan.
Terkait masih adanya impor garam, menurut pemerintah, salah satunya karena harga yang tidak berpihak. "Untuk harga garam di tingkat petambak memang sangat dipengaruhi oleh pengepul. Hal itu tidak bisa dipungkiri, karena harga di lapangan sangat berbeda hingga garam sampai di tangan pengusaha besar," jelas Sudirman Saad, Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) KKP, saat dihubungi melalui telepon selularnya tadi malam (22/11).
Padahal, sebenarnya per 1 Juli 2012 pemerintah sudah menetapkan tidak ada lagi impor garam konsumsi, karena garam lokal sudah cukup. Tercatat, kebutuhan garam nasional itu 3,3 juta ton, yang terdiri dari 1,5 juta ton untuk konsumsi, dan 1,8 juta garam industri.
Sedangkat produksi garam nasional sudah mencapai 2,3 juta ton yang terdiri dari garam rakyat dan produksi PT Garam. Artinya, untuk garam konsumsi seharusnya sudah melebihi dari kebutuhan. "Untuk garam industri kita memang belum produksi. Artinya, garam industri masih impor semua," aku pria asal Sulawesi Selatan itu.
Revitalisasi lahan garam menjadi langkah konkrit pemerintah menuju swasembada garam. Dua bidikan pemerintah dalam swasembada, 2012 menjadi target swasembada garam konsumsi, dan 2014 swasembada garam industri.
Kenapa masih ada impor garam konsumsi? Sudirman menjabarkan, akurasi data yang ada di gudang importir tidak transparan. Awalnya pertimbangan memberikan izin impor lantaran sisa impor tahun sebelumnya diprediksi hanya mampu memenuhi kebutuhan sampai Maret 2012.
Untuk mencapai Juli, kebutuhan tidak mampu. Sementara produksi dalam negeri itu baru mulai Agustus, yang artinya Januari-Juli tidak ada produksi. Dengan kalkulasi kebutuhan 120.000 ton per bulan sampai maret. Pemerintah memutuskan memberikan izin untuk mengantisipasi kebutuhan April-juli dengan tambahan 500 ribu tom tambah cadangan. "Rekomendasikan atau izin impor itu ada, karena belum ada produksi di April-Juli Persoalan kita setelah izin impor direalisasi, masih sisa stok di gudang," tegas Sudirman.
Artinya pendataan estimasi kebutuhan garam belum terlalu akurat, karena harusnya sudah habis ternyata masih ada stok. "Per Juli lalu sudah tidak boleh lagi ada impor garam konsumsi, karena sudah ditetapkan Agustus panen raya," tandasnya. (ris/tir/nel)
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment