Advertising

Sunday 30 January 2011

Re: Bls: Bls: [wanita-muslimah] Ilmu Sosial, Ilmu yang Kurang Berguna bagi Agama

 

Saya kira, awareness terhadap aspek manusia dalam ilmu agama sudah pasti ada. Bukankah concern agama itu sebenarnya lebih pada aspek manusia ini? Karena itu agama juga sebenarnya memerlukan ilmu sosial untuk membedah berbagai persoalan manusia yang menjadi concern utamanya. Permasalahannya adalah, berbeda dengan teks yang berkait dengan sains yang relatif lebih statis dan tidak mengalami perubahan (misal, ayat-ayat yang menyinggung alam semesta, biologi dsb), teks yang berkait dengan manusia lebih rentan berhadapan dengan fakta sosial yang terus-menerus berubah. Di sisi lain, orang takut berbeda dari bunyi teks ayat maupun "sumber hukum agama lainnya". Itu sebabnya terutama bagi mereka yang cenderung memahami teks secara harfiah, solusi sosial pun dijawab dengan teks-teks yang ada betatapun sudah tidak relevan bunyi teks itu dengan fakta sosial yang dihadapi. Irelevansi tidak dipedulikan karena yang menjadi modal hanyalah keyakinan bahwa bunyi teks itu harus berlaku demikian seperti bunyinya sampai kapanpun, tidak peduli relevan atau tidak. Pria itu harus diyakini "lebih" dan "menjadi pemimpin" dari wanita, apapun kondisinya, karena begitulah bunyi teks. Semua sistem politik lain adalah nista, kecuali "kekhalifahan", sebab itulah juga bunyi teks.

Nah, ketika teks ini diperhadapkan pada fakta-fakta sosial yang dikaji dengan menggunakan ilmu-ilmu sosial, maka potensi teks untuk menjadi tidak relevan itu semakin nyata. Inilah yang membuat kaum tekstualis tidak suka, dan akhirnya mereka pun cenderung menjadi agak sentimen pada ilmu-ilmu sosial humaniora. Di sisi lain, mereka sangat senang dengan sains karena usaha menggathuk-gathukkan sains dengan teks ayat ternyata banyak yang pas (atau dipas-paskan?), dan di mana-mana disambut dengan seruan "Subhanallah ..". Hal ini makin mempertebal keyakinan mereka bahwa teks memang harus selalu dipahami secara harfiah, yang harus berlaku juga pada teks yang berurusan dengan manusia. Ilmu sosial humaniora, yang cenderung mempertanyakan hal ini, akan dianggap sebagai pengganggu dan karenanya dianggap tidak perlu. Jadi, agar ilmu sosial humaniora bisa bermanfaat bagi agama, pertama harus ada keberanian untuk meyakini bahwa teks tidak selalu harus dipahami secara harfiah melulu.

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, aldiy@... wrote:
>
> Sesuai judul di atas, saya mengetengahkan permasalahan sekaligus tantangan thd kita semua khususnya Wawan,HMNA dkk. Output IPA IPS sudah cukup jelas,misalnya hukum gravitasi atau kaidah public relations. Yang dipermasalahkan adalah prosesnya, dimana kita manusia terlibat langsung dalam keilmuan sosial, apalagi agama. Di ranah keilmuan, wacana dan persepsi kita sedang berubah tentang keterlibatan manusia dan lingkungan planet kita ini. Sedemikian rupa sehingga kita kini memperhatikan proses tidak hanya output akhir.
> Tapi bagaimana persepsi kita thd agama? Mana awareness thd aspek manusianya sebagai bagian dari proses? Output ilmu eksakta di-othag-athug, tapi di aspek sosial dilewatin?
> Sungguh nggak adil dan munafik.
> Salam
> Mia

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment