Oh, Abd Muiz mendapatkan info dari "syahwat pribadinya".
Tambahan info. Salah seorang isteri Syaikh Yusuf Tuanta Salamaka Al-Maqassari adalah puteri Imam Syafi'i.(*) Imam Syafi'i yang Arab bermenantukan seorang non-Arab. Siapa takut? Tahan Tuh !
Wassalam
HMNA
--------------------------
(*)
Informasi ini tidak bersumber dari "ayahwat pribadi". Baca artikel di bawah:
Syaikh Yusuf oleh Rosihan Anwar
KOMPAS Rabu, 27 April 2005
Syeikh Yusuf Al-Maqassari
SOROTAN mata tajam, alis hitam, bibir gairah, jenggot lebat, berpakaian gamis, bersorban putih, itulah Syeikh Yusuf asal Goa, Sulawesi Selatan, yang pada abad ke-17 menyemaikan Islam di Afrika Selatan.
DALAM berkas yang saya terima di seminar "Perbudakan dan Buangan Politik" di Cape Town, 23 Maret 2005, saya temukan potret Syeikh Yusuf. Tidak jelas pelukisnya. Tidak pasti otentiknya. Betulkah begitu wajahnya? Siapa takut? Bagaimanapun, ini adalah insan hebat luar biasa.
Riwayat Syeikh Yusuf mulai saya kenal di masa sekolah menengah zaman kolonial dari buku-buku ilmuwan Belanda seperti Cense, Drewes, De Graaf, dan Noorduyn. Di seminar tadi Prof Dr Azyumardi Azra, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, dan Dr Nabilah Lubis juga dari UIN Jakarta menyajikan makalah mengenai peran Syeikh Yusuf di Indonesia dan Afrika Selatan.
Syeikh Yusuf lahir tahun 1626 di Goa, Sulawesi Selatan. Ayahnya, Abdullah, bukan bangsawan, tetapi ibunya, Aminah, keluarga Sultan Ala al-Din. Dia dididik menurut tradisi Islam, diajari bahasa Arab, fikih, tauhid. Pada usia 15 tahun dia belajar di Cikoang pada seorang sufi, ahli tasawuf, mistik, guru agama, dan dai yang berkelana. Saya tahu dari sejarawan Belanda, Van Leur, betapa agama Islam dibawa ke Indonesia pada mulanya oleh pedagang-pedagang Islam yang sekaligus adalah sufi. Kembali dari Cikoang Syeikh Yusuf menikah dengan seorang putri Sultan Goa, lalu pada usia 18 tahun dia naik haji ke Mekkah sekalian memperdalam studi tentang Islam.
Di Makassar dia naik sebuah kapal Melayu dan berlayar menuju Banten yang merupakan pusat Islam penting di Nusantara. Di sana dia bersahabat dengan putra mahkota yang kelak memerintah sebagai Sultan Ageng Tirtayasa (1651-83), penguasa agung terakhir dari Kesultanan Banten, juga kerajaan terakhir dari Nusantara yang dengan kapal-kapalnya melaksanakan perdagangan jarak jauh.
Mengikuti rute perdagangan antar-Nusantara zaman itu Syeikh Yusuf melanjutkan perjalanan ke Aceh, lalu ke Gujarat, India, tempat dia bertemu dengan Sufi Nuruddin Ar-Raniri, penasihat sultan perempuan Safyatuddin dari Aceh, kemudian ke Yaman, akhirnya ke Mekkah dan Madinah, bahkan sampai ke Damascus (Suriah) dan Istanbul (Turki) yang disebut dalam tambo-tambo Melayu sebagai "Negeri Rum". Bila dipikir sangat lamanya waktu perjalanan dengan kapal layar atau dengan kafilah unta zaman itu, maka sungguh mengagumkan kekuatan fisik dan mental Syeikh Yusuf untuk berkelana sambil belajar tasawuf bertahun-tahun dalam tradisi seorang sufi. Sungguh menyenangkan di Mekkah dia memperoleh ijazah dari tarekat (mystical order) Khalwatiyyah, diakui sebagai ilmuwan Islam yang berwibawa, dipandang sebagai guru agama oleh orang-orang Melayu-Indonesia yang datang naik haji ke tanah Haramyn. Dia menikah dengan putri Imam Shafi'i di Mekkah yang meninggal dunia waktu melahirkan bayi. Sebelum pulang ke Indonesia, dia kawin lagi dengan seorang perempuan asal Sulawesi di Jeddah.
SYEIKH Yusuf tidak kembali ke Goa di mana agama sudah dilecehkan, orang berjudi, mengadu ayam, meminum arak, menghidupkan lagi animisme tanpa ditindak secara tuntas oleh Sultan.(#) Alih-alih dia menetap di Banten dan menjadi penasihat agama utama Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan ini sangat anti-VOC Belanda. Ia berselisih dengan putranya yang dikenal sebagai Sultan Haji. Timbul perang saudara, Sultan Haji minta bantuan VOC yang mengirim tentara Kompeni untuk menangkap Sultan Ageng dan menyekapnya di Batavia di mana dia meninggal tahun 1692.
Syeikh Yusuf dengan 4.000 tentara Bugis memihak Sultan Ageng, turut bergerilya dengannya, juga ditangkap oleh Belanda. Pada bulan September 1682, Syeikh Yusuf bersama dua istrinya, beberapa anak, 12 murid, dan sejumlah perempuan pembantu dibuang ke Ceylon, kini Sri Lanka. Di Sri Lanka dia menulis karya-karya keagamaan dalam bahasa Arab, Melayu, dan Bugis. Dia aktif menyusun sebuah jaringan Islam yang luas di kalangan para haji yang singgah di Sri Lanka, di kalangan para penguasa, dan raja-raja di Nusantara. Haji-haji itu membawa karya-karya Syeikh Yusuf ke Indonesia, dan karena itu bisa dibaca di negeri kita sampai sekarang.
Mengingat aktivitas Syeikh Yusuf tadi, VOC Belanda khawatir dampaknya dalam bidang agama dan politik di Nusantara. Keadaan bisa bergolak terus. VOC lalu mengambil keputusan memindahkan Syeikh Yusuf ke Kaapstad di Afrika Selatan. Dalam usia 68 tahun, Syeikh Yusuf beserta rombongan pengikutnya terdiri dari 49 orang tiba di Tanjung Harapan tanggal 2 April 1694 dengan menumpang kapal Voetboog. Di tengah perjalanan badai besar menghantam sehingga membuat nakhoda Belanda, Van Beuren, ketakutan kapalnya akan tenggelam, tapi berkat wibawa dan karisma Syeikh Yusuf dia bisa tenang dan selamat sampai di Kaapstad. Akibat pengalaman tersebut, sang kapten memeluk agama Islam dan sampai sekarang keturunannya yang semua Muslim masih ada di Afrika Selatan.
Syeikh Yusuf ditempatkan di Zandvliet, desa pertanian di muara Eerste Rivier, dengan tujuan supaya tidak bisa berhubungan dengan orang-orang Indonesia yang telah datang lebih dahulu. Lokasi itu di Cape Town sekarang dikenal sebagai Macassar. Bersama ke-12 pengikutnya, yang dinamakan imam-imam, Syeikh Yusuf memusatkan kegiatan pada menyebarkan agama Islam di kalangan budak belian dan orang buangan politik, juga di kalangan orang-orang Afrika hitam yang telah dibebaskan dan disebut Vryezwarten.
MENYAMPAIKAN syiar Islam, memelihara dan mempertahankan agama Islam di kalangan golongan Muslim merupakan perhatian dan aktivitas Syeikh Yusuf di Afrika Selatan. Sebagai sufi, dia mengajarkan tarekat Qadiniyyah, Shattariyyah, dan Rifaiyyah di kalangan Muslim Afrika Selatan. Dia meninggal dunia tanggal 22 Mei 1699 dan dimakamkan di Faure, Cape Town. Makamnya terkenal sebagai Karamah yang berarti 'keajaiban, mukjizat'. Sultan Gowa meminta kepada VOC supaya jenazah Syeikh Yusuf dibawa ke Tanah Airnya. Dia tiba di Goa 5 April 1705 dan dimakamkan kembali di Lakiung. Seperti makamnya di Faure, makamnya di Makkasar juga banyak diziarahi orang. Fakta bahwa Syeikh Yusuf memiliki dua makam menimbulkan spekulasi. Sejarawan De Haan percaya Belanda mengirimkan kerangka Syeikh Yusuf ke Makassar dan karena itu makamnya di Faure telah kosong. Di pihak lain, tulis Prof Azyumardi Azra dalam makalahnya, orang-orang Muslim di Cape percaya hanyalah sisa sebuah jari tunggal dari Syeikh Yusuf yang dibawa kembali. Spekulasi ini mungkin ada benarnya mengingat sebuah legenda di Goa mengenai jenazah Syeikh Yusuf yang dimakamkan kembali. Menurut legenda, pada mulanya hanya sejemput abu yang mungkin sisa-sisa jarinya yang dibawa dari Afrika Selatan. Tapi abu itu bertambah terus sampai mengambil bentuk seluruh badan penuh Syeikh Yusuf tatkala tiba di Goa. Dr Nabilah Lubis berkata kepada saya, soalnya adalah apakah yang tiba di Goa, kerangka atau keranda?
Syeikh Yusuf adalah seorang sufi. Pada awal tahun 1960-an ketika membaca soal mistik di Jawa dalam disertasi Dr Schmidt yang diajukan di Universitas Geneva saya mendapat keterangan tasawuf mana yang tidak diterima oleh Islam. Yaitu yang mengandung panteisme, yang menganggap diri sendiri adalah Tuhan, ana'l Haq, itu ditolak. Azyumardi Azra menulis Syeikh Yusuf menolak konsep wahdah al-wujud. Dalam analisis terakhir: man is man and God is God. Karena HAMKA menulis buku Tasawuf Indonesia saya bertanya kepadanya apakah dia sufi, dan pada awal tahun 1960-an Buya menjawab dalam bahasa Minang: Ha indak, ambo ma ngaji-ngaji sajo. HAMKA menyangkal dirinya seorang sufi.
Memang susah menjelaskan tentang sufi apabila orang tidak menjalankannya dengan bergabung dalam sebuah tarikat yang dipimpin oleh syeikh. Sebagai orang awam, tentu terlebih-lebih saya tidak punya bakat dan persediaan untuk memahami sufi dan ajarannya. Kalangan yang mengetahui berkata sufi-ism adalah sama dengan akhlak yang baik.
Siapa yang berusaha hidup dengan akhlak baik, tidak mengundurkan diri dari masyarakat ramai, tetap aktif dalam urusan dunia, mengindahkan sepenuhnya suruhan dan larangan Tuhan, dia itu sesungguhnya mirip sufi. Bagaimanapun juga, Syeikh Yusuf al-Makassari, Pahlawan Nasional, adalah seorang sufi.
H Rosihan Anwar Wartawan Senior Tinggal di Jakarta
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0504/27/Jendela/1704367.htm
----------------------------
(#)
BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
106. Syaikh Yusuf Tuanta Salamaka vs Karaeng Pattingalloang tentang Lima Perkara
Di zaman pemerintahan Sultan Malikus Said Raja Gowa dengan gelar anumerta Tummenanga ri Papambatuna, tersebutlah dua orang tokoh sejarah yang terkenal yaitu Syaikh Yusuf Tuanta Salamaka dan Karaeng Pattingalloang. Syaikh Yusuf adalah tokoh berkaliber internasional, dengan predikat ulama dalam kwalitas sufi, ilmuwan penulis puluhan buku, pejuang yang gigih di mana saja ia berada: di Gowa, di Banten, di Ceylon (Srilangka sekarang) dan di Tanjung Pengharapan, negaranya orang Boer (petani emigran Belanda, sekarang Negara Afrika Selatan). Karaeng Pattingalloang adalah Perdana Menteri kerajaan kembar Gowa-Tallo', negarawan, politikus, ilmuwan, yang publikasi karya ilmiyahnya belumlah ditemukan hingga dewasa ini.
Syahdan, inilah dialog di antara keduanya dalam Hikayat Tuanta Salamaka menurut versi Gowa, sebagaimana dituturkan oleh Allahu Yarham Haji Ahmad Makkarausu' Amansyah Daeng Ngilau'. Materi dialog itu ada lima perkara: anynyombaya saukang, appakala'biri' sukkuka gaukang, a'madaka ri bate salapanga, angnginunga ballo' ri ta'bala' tubarania, dan pa'botoranga ri pasap-pasaraka.
Maka berkatalah Tuanta Salamaka: "Telah kulihat alamat keruntuhan Butta (negeri) Gowa. Oleh sebab itu, pertama, hentikan dan cegahlah rakyat menyembah berhala (saukang), yang kedua, hentikan menghormati atribut kerajaan (gaukang) secara berlebih-lebihan, yang ketiga, hentikan Bate Salapang bermadat, yang keempat, hentikan pasukan kerajaan minum tuak, dan yang kelima, hentikan perjudian di pasar-pasar." (bahasa aslinya seperti dituturkan Daeng Ngilau di atas itu).
Maka menjawablah Karaeng Pattingalloang:
"Pertama, susatongi nipamari anynyombaya saukang, susahlah menghentikan rakyat menyembah saukang, sebab melalui saukang itulah wibawa raja ditegakkan, yang kedua, sukarlah juga menghentikan penghormatan gaukang, karena di situlah letaknya kemuliaan sang raja, anjoreng minjo kala'biranna sombaya, yang ketiga, tidaklah gampang Bate Salapang menghentikan bermadat, karena jika demikian takkuleami nagappa nanawa-nawa kabajikanna pa'rasanganga, tidak akan timbul gagasan-gagasan baru mengenai konsep pembangunan, yang keempat, kalau pasukan kerajaan dihentikan minum tuak, lalu kedatangan musuh, inaimo lanisuro a'jjallo', siapalah yang akan dikerahkan membabat musuh, yang kelima, juga tidak mungkin menutup perjudian di pasar-pasar, karena tenamo nantama baratuwa, tidak ada lagi pajak judi yang masuk dalam perbendaharaan kerajaan, antekammamo lanibajiki pa'rasanganga, lalu bagaimana mungkin menggalakkan pembangunan?"
Setelah dialog selesai, Tuanta Salamaka mengeluarkan pernyataan: "Punna tenamo takammana lakupilari butta Gowa, kalau keputusan kerajaan sudah demikian itu, akan kutinggalkan Butta Gowa. Tamangeai nyawaku anciniki sallang sare-sarenna Butta Gowa. Tak sampai hati saya menyaksikan kelak keruntuhan Butta Gowa."
La Maddaremmeng, Raja Bone ke-13, menjalankan Syari'at Islam dengan murni dan konsekwen dalam kerajaannya. Sebenarnya La Maddaremmeng ini perlu diangkat dalam sejarah, bahwa ia mendahului gerakan Paderi di Minangkabaw. La Maddaremmeng adalah Pahlawan Islam. Ia memberantas adat kebiasaan yang bertentangan dengan Syari'at Islam, sejalan dengan yang dikemukakan oleh Tuanta Salamaka kepada Karaeng Pattingalloang. Para bangsawan Bone yang tidak setuju dengan kebijaksanaan La Maddaremmeng minta bantuan Kerajaan Gowa, yang mengakibatkan pecah perang Gowa-Bone yang kedua. Bone kalah perang, sejumlah rakyatnya ditawan, dikerahkan ke Gowa untuk kerja paksa, membangun benteng pertahanan.
Perang Gowa-Bone ini memang unik dalam sejarah. Pada zaman pemerintahan I Mallikaang Daeng Manyonri Karaeng Katangka Karaenga Matowaya Sultan Alawddin Awwalu lIslam Tummenanga ri Agamana terjadi perang Gowa-Bone pertama, yang penyebabnya sebaliknya dari perang yang kedua. Yaitu Kerajaan Gowa walaupun tidak memaksakan agama Islam pada Kerajaan Bone yang waktu itu belum Islam, Kerajaan Gowa menghendaki agar Bone menghentikan praktek tradisi yang bertentangan dengan Syari'at Islam.
Demikianlah Kerajaan Gowa kehilangan mutiaranya. Tuanta Salamaka akhirnya meninggalkan Kerajaan Gowa, merantau ke Banten. Menuntut ilmu ke Tanah Suci. Bersama-sama dengan mertuanya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan iparnya, Pangeran Purbaya, berperang melawan Belanda di Banten, di Parahyangan, sampai ke Ceribon. Melanjutkan perjuangan sambil menulis buku di pengasingan di Ceylon dan di Tanjung Pengharapan.
Apa yang diucapkan Tuanta Salamaka sebagai futurelog terbukti dalam sejarah. Arung Palakka, yang walaupun masa remajanya dibina dan dididik oleh Karaeng Pattingalloang, bangkit melawan kerajaan Gowa untuk memerdekakan Bone, mengakhiri kerja paksa itu. Dan selanjutnya dapat kita baca dalam sejarah bahwa apa yang diramalkan oleh Syaikh Yusuf tentang nasib kerajaan Gowa terbukti dalam satu generasi berikutnya pada zaman pemerintahan I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangngape Sultan Hasanuddin Tummenanga ri Balla' Pangkana, ditandai dengan ditandatanganinya Perjanjian Bungaya. Sepeninggal Sultan Hasanuddin pamor Kerajaan Gowa menjadi pudar.
Menurut berita insya Allah Syaikh Yusuf akan diperingati sepanjang tahun 1994 di Negara Afrika Selatan, yang mendapat dukungan kuat dari Nelson Mandela. Kolom ini ditulis untuk ikut sekelumit menyambut tahun kegiatan memperingati Syaikh Yusuf di rantau jauh itu. Adegan dialog itu menunjukkan perbedaan sikap berpikir antara orang berdzikir kemudian baru berpikir, berhadapan dengan orang yang berpikir saja tanpa berdzikir. Syaikh Yusuf, karena berdzikir, ingat kepada Allah dahulu sebelum berpikir, maka pemikirannya dituntun oleh wahyu. Sedangkan Karaeng Pattingalloang hanya berpikir saja tanpa dituntun wahyu, hanya mengandalkan akalnya belaka. Itulah barangkali latar belakangnya mengapa penulis sejarah di kalangan orang barat sangat memujinya.
Firman Allah:
-- Alladziena yazkuruna Llaha qiyaman wa qu'udan wa 'ala junubihim wa yatafakkaruna fie khalqi ssamawati walardhi, rabbana ma khalaqta hadza bathilan subhanaka faqina 'adzaba nnar (S. Ali
'Imran 3:190). artinya:
-- Yaitu mereka yang dzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri, atau duduk, atau berbaring, dan berpikir tentang kejadian (benda-benda) langit dan bumi, kemudian berucap: Ya Maha Pengatur kami, tidaklah Engkau ciptakan semuanya ini dengan percuma, maka peliharalah kami dari azab neraka.
Jadi yadzkuruna berdzikir dahulu baru yatafakkaruna berpikir. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 5 Desember 1993
[H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2007/06/106-syaikh-yusuf-tuanta-salamaka-vs.html
----- Original Message -----
From: "Yudi Yuliyadi" <yudi@geoindo.com>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Monday, January 31, 2011 18:50
Subject: Bls: Re: Bls: [wanita-muslimah] Mengapa Islam Diturunkan Pertama Kali di arab
Dapat kabar darimana pak muiz, dulu juga ada ulama dari Indonesia tepatnya
dari banten yang menjadi iman besar mesjid nabawi
Syaikh annawawi albantani, dan beberapa ulama lainnya yang berasal dari
Indonesia, kan Indonesia itu non arab pak muiz
Mungkin ada yang tahu lebih jelas daftar ulama Indonesia yang pernah menjadi
imam di kota suci umat islam. Silahkan di share
<http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/message/152569;_ylc=X3oDMTJzc
jg1dDk2BF9TAzk3MzU5NzE1BGdycElkAzE4Nzc5ODgEZ3Jwc3BJZAMxNzA1MDc2MjUwBG1zZ0lkA
zE1MjU2OQRzZWMDZG1zZwRzbGsDdm1zZwRzdGltZQMxMjk2NDY5NDQx> Bls: Re: Bls:
[wanita-muslimah] Mengapa Islam Diturunkan Pertama Kal
Posted by: "Abdul Muiz"
<mailto:muizof@yahoo.com?Subject=%20Re%3A%20Bls%3A%20Re%3A%20Bls%3A%20%5Bwan
ita-muslimah%5D%20Mengapa%20Islam%20Diturunkan%20Pertama%20Kal>
muizof@yahoo.com <http://profiles.yahoo.com/muizof> muizof
Mon Jan 31, 2011 12:41 am (PST)
Saya pernah dengar orang arab itu amat takabur pada orang islam non arab dan
ujub pada diri sendiri, diperlihatkan dalam hal shalat berjamaah, mereka
tidak
mau jadi makmum dalam kalau imamnya orang islam non arab, maunya jadi imam
bagi
makmum non arab meskipun bacannya tidak fasih. Beberapa waktu yang lalu om
Sunny
juga pernah memposting guru-guru agama non arab akan dihentikan kontrak
mengajarnya oleh kementrian Kerajaan Saudi Arabiyah demi mendongkrak minat
orang
arab pribumi untuk menjadi pengajar, padahal tingkat minat pribumi arab amat
rendah untuk mengisi posisi tsb, wal hasil kebijakan tsb tidak efektif,
justru
mempersulit guru-guru ybt.
Wassalam
Abdul Mu'iz
[Non-text portions of this message have been removed]
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment