Advertising

Thursday, 30 September 2010

[wanita-muslimah] Menyoal istilah "Teroris Aceh", Polri Jangan Asbun Kotori Nama Baik Serambi Mekkah

 

Sumber : Freeabb.com
Menyoal istilah "Teroris Aceh", Polri Jangan Asbun Kotori Nama Baik Serambi Mekkah

Jakarta 13/8/2010 (KATAKAMI)Sudah sejak 8 bulan terakhir ini, Markas Besar
Kepolisian Indonesia sedang antusias mengembar-gemborkan maraknya aksi terorisme
di Nangroe Aceh Darussalam (NAD).
Bahkan periode bulan Januari 2010 - Maret 2010, terdapat 13 orang warga sipil di
Aceh yang tewas karena terkena peluru nyasar Densus 88 Anti Teror Polri.
Dikira teroris tetapi belum pernah ada proses hukum yang dilakukan atas diri
korban - apakah terbukti mereka melakukan tindak pidana terorisme ? -.
Dan yang lebih memprihatinkan, selama 8 bulan terakhir ini juga sudah sangat
sering digunakan istilah "TERORIS ACEH" oleh Polri.
Tidak tanggung-tanggung, stigma dan istilah "TERORIS ACEH" itu selalu menjadi
jargon alias pernyataan resmi Kepolisian Indonesia dalam setiap jumpa pers di
hadapan wartawan dari dalam dan luar negeri.
Dan puncaknya, pemimpin Pondok Pesantren Ngruki (Solo) Ustadz Abu Bakar Baasyir
diserbu dan ditangkap secara brutal saat berada dalam perjalanan di kawasan
Banjar pada hari Senin (9/8/2010) karena dikaitkan dengan "TERORIS ACEH".
Polri seakan pindah kapling dari Poso ke Aceh
Beberapa tahun lalu, Poso (Sulawesi Tengah) yang menjadi lahan basah penanganan
terorisme oleh Densus 88 Anti Teror.
Paling sedikit sudah 2 kali, Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sudah
mengumumkan bahwa Densus 88 Anti Teror melakukan PELANGGARAN HAM di Poso
(Sulawesi Tengah).
Pertama, pada waktu Densus 88 Anti Teror menembaki secara BRUTAL Pondok
Pesantren Amanah di Tanah Runtuh (POSO) persis di saat UMAT ISLAM disana
menggemakan takbir di malam takbiran tahun 2006.
Akibat peristiwa ini, POSO memanas dan perwira tinggi beragama KRISTEN yang
diduga menjadi OTAK penembakan brutal itu diusir alias diminta untuk angkat kaki
dari Poso.
Bahkan ketika itu, Brimob juga diusir oleh masyarakat setempat karena dianggap
menjadi dalang brutalisme yang menembaki pondok pesantren.
Suasana yang memanas akibat brutalisme Densus 88 Anti Teror Polri di Poso,
membuat BADAN INTELIJEN NEGARA sampai harus "kerja keras" melobi para pemuka
agama dari lintas agama agar suasana bisa sejuk kembali.
Komnas HAM juga sampai harus mengirim tim khusus untuk menyelidiki peristiwa
itu.
Hasil dari penyelidikan itu, Komnas HAM menyatakan polisi MELANGGAR HAM.
Kedua, pada waktu Densus 88 Anti Teror menembali perumahan warga sipil di Gebang
Rejo (Poso, Sulawesi Tengah) tanggal 22 Januari 2007 yang menewaskan 13 orang
warga sipil.
Penyerangan tanggal 22 Januari 2007 itu adalah serangan kedua sebab 11 hari
sebelumnya yaitu tanggal 11 Januari 2007, Densus 88 Anti Teror sudah lebih dulu
melakukan penyerangan brutal.
Tetapi korban jiwa berjatuhan pada tanggal 22 Januari 2007.
Dengan dalih mengejar "TERORIS POSO" yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang
(DPO), perumahan warga di Gebang Rejo ditembaki secara brutal oleh Densus 88
Anti Teror.
Tigabelas orang MATI secara mengerikan terkena tembakan.
Dan tidak ada satupun dari warga sipil yang tewas ini masuk dalam DAFTAR
PENCARIAN ORANG (DPO).
Dengan kata lain, Densus menembak mati 13 orang warga sipil yang tidak bersalah.
Komnas HAM juga mengirimkan tim khusus untuk menyelidiki peristiwa itu.
Hasilnya sama seperti penyelidikan Komnas HAM pada tragedi penembakan Pondok
Pesantren di malam takbiran tahun 2006), Komnas HAM menyatakan polisi MELANGGAR
HAM.
Pelanggaran HAM berikutnya, pindah ke "TERORIS JAWA".
Di hadapan anaknya yang masih kecil, Abu Dujana yang disebut-sebut sebagai
Panglima Sayap Militer Al Jamaah Al Islamyah (tanggal 9 Juni 2007), Densus 88
Anti Teror menembak Abu Dujana di bagian paha.
Dan penembakan brutal itu disaksikan secara langsung oleh anak Abu Dujana yang
masih dibawah umur.

Peta Aceh
Kembali soal penggunaan dan penyebutan istilah "TERORIS ACEH".
Mengapa hal ini dipermasalahkan ?
Baiklah, mari kita garis-bawahi istilah "TERORIS ACEH".
Patut dapat diduga dengan mengatas-namakan perang melawan teror, Polri telah
melakukan fitnah dan pembunuhan karakter terhadap Nangroe Aceh Darussalam yang
dikenal sebagai SERAMBI MEKKAH di Indonesia.
Pasca bencana alam Tsunami (26 Desember 2004) yang menewaskan ratusan ribu
rakyat Aceh, solidaritas dan kecintaan dunia internasional terhadap Aceh begitu
besar dan tulus sekali.
Bertahun-tahun komunitas internasional hadir di Aceh untuk berada di samping
rakyat Aceh menjalani masa-masa sulit rehabilitasi dan rekonstruksi pasca
bencana alam Tsunami.
Janda dan anak-anak yatim piatu juga pasti masih sangat banyak yang hidup
sebatang kara di Aceh, Serambi Mekkah yang tingkat ke-Islamannya sangat amat
luhur.
Penderitaan panjang rakyat Aceh akibat konflik senjata antara Gerakan Aceh
Merdeka dan Pemerintah Indonesia ( yang menugaskan Tentara Nasional Indonesia
untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI), seakan mencapai klimaksnya pada
tragedi Tsunami.
Pertarungan panjang antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka
(GAM) sudah secara resmi di akhiri dengan ditanda-tanganinya Perjanjian Damai di
Helsinki tanggal 15 Agustus 2005 atau 8 bulan pasca Tragedi Tsunami.
Foto : Perjanjian Damai Helsinki yang disaksikan Mantan Presiden Finlandia Marti
Ahtisaari
Artinya pada bulan Agustus 2010 ini, Pemerintah Indonesia akan memperingati 5
tahun Perjanjian Damai Helsinki.
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) adalah masa lalu.
Sebab, NKRI adalah harga mati !
Tetapi siapa yang tidak tahu bagaimana kuat, lengkap dan canggihnya persenjataan
serta alat-alat komunikasi yang dimiliki kelompok Gerakan Aceh Merdeka selama
puluhan tahun ?
TNI, pasti punya informasi yang sangat lengkap mengenai semuanya itu.
TNI kalah jauh dari TNA alias TENTARA NASIONAL ACEH dari segi persenjataan.
Tetapi selama kontak senjata terjadi, TNI berusaha bertugas semaksimal mungkin.
Dan TNI memang tak perlu diragukan lagi kemampuannya untuk mengatasi setiap
potensi atau ancaman gerakan separatisme yang seperti apapun di republik
Indonesia yang tercinta ini.
Entah itu Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Republik Maluku Selatan (RMS) dan
Organisasi Papua Merdeka (OPM), semua bermuara pada gerakan ala klandeistein
yang memperjuangkan pemisahan diri untuk membentuk negara baru di dalam Negara
Kesatuaan Republik Indonesia.
Namun harus diakui bahwa di era Orde Baru, penetapan DOM atau Daerah Operasi
Militer di Aceh banyak dikaitkan dengan Pelanggaran HAM.
Tapi itu dulu, semasa Orde Baru.
Walaupun pada bulan Maret 2010 lalu, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri
pernah mengatakan bahwa "TERORIS ACEH" tidak terkait Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
tetapi satu yang terpenting disini adalah POLRI telah lancang menggunakan
istilah TERORIS ACEH.
Yang hendak dipertanyakan disini adalah PAYUNG HUKUM apa yang dipakai oleh Polri
( dalam ini Densus 88 Anti Teror ) untuk memberikan stigma buruk bahwa setiap
orang yang mereka tangkapi dari wilayah Nangroe Aceh Darussalam adalah "TERORIS
ACEH" ?
Ilustrasi gambar : Shut Up & Listen !
Hei Polri, tutup mulut kalian !
Jaga mulut kalian !
Jadilah aparat penegak hukum yang memang menguasai dan mampu melaksanakan
dalil-dalil hukum itu secara baik dan benar !
TERORIS ACEH, apa maksud dari istilah ini ?
TERORIS POSO, TERORIS ACEH, kok gampang sekali memberikan cap atau stigma buruk
yang patut dapat diduga berbau SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan).
Mengapa gegabah dan berani sekali menyebutkan sebuah istilah yang bisa
mengorbankan sesuatu hal yang tidak sesungguhnya tidak berkaitan dan tidak
bersentuhan samasekali dengan TERORISME.
Sudah delapan bulan, Polri asyik sendiri memakai, memfitnah dan menyebarkan
pembunuhan karakter yang sangat terstruktur terhadap Nangroe Aceh Darussalam
melalui istilah "TERORIS".
Memakai kata TERORIS sudah salah sebab belum ada pembuktian hukum melalui proses
peradilan di Pengadilan.
Apalagi menambahkan istilah TERORIS itu dengan nama Wilayah atau Kesukuan !
Begitu banyak orang yang menjadi keturunan - dimana dalam diri mereka mengalir
darah ACEH -.
Pemilihan dan penggunaan istilah "TERORIS ACEH" mengotori nama baik Aceh sebagai
SERAMBI MEKKAH INDONESIA.
Dan mencemari nama baik rakyat Aceh secara keseluruhan.
Mencermari nama baik umat Islam di Aceh.
Tindakan Polri ini sudah tidak bisa lagi ditolerir.
Rakyat Indonesia, khususnya para Ulama, Tokoh-Tokoh Masyarakat dan Umat Islam di
Aceh, harus bangkit berdiri "melawan" arogansi Polri menyeretdan membawa-bawa
nama Aceh dalam perang melawan teror.
Kalau istilah "TERORIS ACEH" itu hanya digunakan di kalangan terbatas Mabes
Polri, silahkan saja dipakai istilah "TERORIS ACEH".
Tetapi, istilah ini dipakai sebagai istilah resmi dari Markas Besar Kepolisian
Indonesia.
Dari kacamata HUKUM saja, pemilihan dan penggunaan istilah "TERORIS ACEH" sudah
salah besar.
Mengapa ?
Sebab bila Densus 88 Anti Teror Polri melakukan penangkapan terhadap warga sipil
dengan tuduhan dan menyebut orang-orang tangkapan itu sebagai TERORIS, ini sama
dengan melanggar ASAS HUKUM PRADUGA TAK BERSALAH.
Ilustrasi gambar
The Presumption of innocence.
Thepresumption of innocence (the principle that one is considered innocent until
proven guilty) is a legal right of the accused in a criminal trial, recognised
in many nations. The burden of proof is thus on the prosecution, which has to
collect and present enough compelling evidence to convince the trier of fact,
who is restrained and ordered by law to consider only actual evidence and
testimony that is legally admissible, and in most cases lawfully obtained, that
the accused is guilty beyond areasonable doubt. In case of remaining doubts, the
accused is to be acquitted. This presumption is seen to stem from the Latin
legal principle thatei incumbit probatio qui dicit, non qui negat (the burden of
proof rests on who asserts, not on who denies).
Atau dalam bahasa Indonesia :
Asas hukum Praduga Tak Bersalahatau "Presumption of Innocence" adalah asas di
mana seseorang dinyatakan tidak bersalah hingga pengadilan menyatakan bersalah.
Asas ini sangat penting pada demokrasi modern dengan banyak negara memasukannya
kedalam konstitusinya.
Asas Hukum Praduga Tak Bersalah, sejak abad ke 11 dikenal di dalam sistem hukum
Common Law, khususnya di Inggeris, dalam Bill of Rights (1648). Asas hukum ini
dilatarbelakangi oleh pemikiran individualistik -liberalistik yang berkembang
sejak pertengahan abad ke 19 sampai saat ini. Di dalam sistem peradilan pidana
(criminal justice system/cjs) [2] berdasarkan sistem hukum Common Law ( sistem
adversarial/sistem kontest), asas hukum ini merupakan prasyarat utama untuk
menetapkan bahwa suatu proses telah berlangsung jujur, adil, dan tidak memihak
(due process of law).
Asas praduga tak bersalah merupakan bagian yg tidak terpisahkan dari prinsip due
process tsb. Friedman(1994) menegaskan bahwa, prinsip "due process" yang telah
melembaga dalam proses peradilan sejak dua ratus tahun yang lampau,[3] kini
telah melembaga di dalam seluruh bidang kehidupan sosial.
Asas Praduga Tidak Bersalah berhenti seketika pengadilan memutuskan terdakwa
bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan dan dihukum pidana sementara
waktu dan atau pidana denda. Mengapa demikian? Karena proses pemeriksaan
pengadilan yang "fair and impartial" telah dilalui terdakwa dan dibuka
seluas-luasnya terhadap terdakwa oleh pengadilan sehingga kemudian majelis hakim
atas dasar alat-alat bukti yang disampaikan di persidangan, dan keterangan
saksi-saksi (a charge dan a de-charge) telah memunculkan keyakinan mereka untuk
menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang telah mengakibatkan
timbulnya korban baik kerugian materiel maupun imateriel.
Payung hukum apapun yang dipakai oleh Densus 88 Anti Teror untuk melakukan
tugas-tugas pemberantasan terorisme, satu hal yang tidak bisa diabaikan adalah
HUKUM harus ditegakkan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
The Law is the Law.
Hukum adalah hukum.
Seseorang hanya bisa disebut TERORIS jika ia memang sudah menjalani peroses
peradilan dan dinyatakan TERBUKTI BERSALAH oleh Majelis Hakim yang mengadilinya
di Pengadilan.
Sadarkah POLRI bahwa mulut mereka selama delapan bulan ini sudah terlalu
LANCANG.
Patut dapat diduga mulut mereka sudah berbau fitnah dan mereka tak pantas lagi
disebut sebagai APARAT PENEGAK HUKUM.
Bahkan UNDANG UNDANG PEMBERANTASAN TERORISME pun, tidak akan bisa memberikan
pembenaran atau legalitas yang memungkinkan POLRI untuk menyebut semua orang
tangkapannya sebagai TERORIS !
Mengapa istilah TERORIS ACEH ini pantas untuk diprotes, digugat, dikecam dan
dicibir beramai-ramai oleh Ulama, Tokoh Masyarakat dan Umat Islam di Nangroe
Aceh Darussalam.
Kelancangan Polri memilih dan menggunakan istilah TERORIS ACEH sudah mengotori
Serambi Mekkah dengan opini publik yang terbangun secara otomatis dari
pernyataan-pernyataan dan pemberitaan yang berkesinambungan dari pihak Polri
selama 8 bulan terakhir ini.
Foto : Dampak kehancuran akibat Tsunami di ACEH
Terlalu kejam rasanya jika memakai nama ACEH untuk istilah yang sangat sensitif.
Penderitaan rakyat Aceh sudah sangat panjang, penuh onak duri dan melalui jalan
panjang yang berliku selama puluhan tahun.
Pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) selama puluhan tahun, pasti karna
faktor kemiskinan, ketidak-adilan dan tidak adanya asas persamaan dalam
memperoleh keuntungan terkait sumber daya alam di wilayah Serambi Mekkah.
Tragedi Tsunami tahun 2004, memaksa rakyat Aceh untuk lebih berpasrah pada
kegetirn hidup yang seakan harus berkubang dalam duka serta airmata yang
berkepanjangan.
Hidup di barak-barak darurat.
Bau bangkai dimana-mana.
Trauma atas dasyhatnya gulungan air bah Tsunami yang menurut seorang anak kecil
( yang menjadi korban Tsunami, gulungan air bah itu setinggi pohon kelapa ),
tidak bisa dilepaskan atau hilang begitu saja.
Apa mau Polri sebenarnya sehingga mereka sesumbar menggunakan istilah TERORIS
ACEH ?
Jangan melakukan kebohongan publik, fitnah atau pembunuhan karakter !
Tidak tertutup kemungkinan, semua persenjataan dari ( bekas ) Gerakan Aceh
Merdeka itu masih ada yang tersimpan dan tersebar dimana-mana.
Jangan anggap enteng terhadap kecanggihan persenjataan GAM di masa kejayaan
mereka dulu.
Bahkan persenjataan dan alat-alat komunikasi TNI, jauh ketinggalan di banding
persenjataan dan alat-alat komunikasi GAM.
Perlu pendalaman dan penanganan yang khusus untuk menelusuri semua dugaan itu.
Dengan konsekuensi, bisa mencederai kesepakatan damai antara Pemerintah
Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
POLRI (khususnya Densus 88 Anti Teror) sudah tak bisa lagi dibiarkan "SENDIRIAN"
dalam penanganan terorisme di wilayah manapun di negara ini.
Cukup !
Sertakan instansi lain yang punya berkemampuan sama, atau bahkan lebih tinggi
dari Densus 88 Anti Teror yang baru "seumur jagung usianya".
Densus 88 Anti Teror dibentuk atas dukungan sebuah negara adidaya pada tahun
2003.
Detasemen Khusus yang satu ini tak bisa lagi dibiarkan petantang petenteng
kesana kemari atas nama perang melawan teror, mengumbar sesumbar secara sepihak
tentang penanganan terorisme.
Harus ada koordinasi !
Harus ada kerjasama yang sangat amat baik, kuat dan menyeluruh antara BADAN
INTELIJEN NEGARA, TNI & POLRI dalam penanganan terorisme.
Foto : Dampak kehancuran akibat Tsunami di Aceh
Hei Densus, tahu apa kalian soal Aceh ?
Kalian saja baru dibentuk tahun 2003 atas "inisiatif dan kebaikan hati" dari
sebuah NEGARA ASING.
Sementara konflik di Aceh sudah terjadi selama puluhan tahun.
Dan konflik berdarah itu sudah berakhir secara resmi pada tanggal 15 Agustus
2005.
Lantas, apakah bisa diterima jika Densus 88 Anti Teror datang mengudak-udak
"TERORIS ACEH" secara heroik dan hebat di panggung kehidupan kita berbangsa dan
bernegara ?
Polri, kalian sudah terlalu LANCANG menghakimi Nangroe Aceh Darussalam dengan
menggunakan istilah TERORIS ACEH.
Polri, kalian sudah terlalu besar kepala di balik jargon-jargon kesukaan sebuah
negara adidaya terkait "WAR ON TERROR".
Hormatilah Nangroe Aceh Darussalam sebagai sebuah wilayah yang tingkat
ke-Islamannya memang sangat tinggi.
Kendalikan mulut kalian dalam berbicara dan menggunakan istilah "TERORIS ACEH".
Istilah itu kalian kenalkan dan kalian publikasikan secara terbuka ke media masa
dalam dan luar negeri.
Apa mau kalian, Polri ?
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak boleh mendiamkan hal ini terjadi terus
menerus.
Jagalah perasaan rakyat Aceh.
Jangan lukai lagi hati mereka.
Kasihani mereka.
Kasihani Aceh.
Jangan asal bunyi alias ASBUN saja.
Foto: Panglima TNI, Kepala BIN & Kapolri
Efektifkan BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME (BNPT).
Sudahi langkah Polri yang menerus-menerus mengedepankan ego sektoral di balik
jargon "WAR ON TEROR".
Tak bisa lagi, Polri dibiarkan sendirian.
Sudah kebablasan !
Nangroe Aceh Darussalam adalah SERAMBI MEKKAH INDONESIA yang harus dijaga nama
baiknya.
Nangroe Aceh Darussalam adalah wilayah Islami yang tingkat keimanannya terhadap
ajaran-ajaran agama Islam, sangat amat tinggi.
Tetapi jangan salah kaprah menangani terorisme sehingga berdampak buruk pada
nama baik Nangroe Aceh Darussalam.
Delapan bulan sudah berlalu, jika hal ini tidak diingatkan maka bisa
mendatangkan masalah yang lebih serius di Serambi Mekkah Indonesia.
Sadarilah itu!
(MS)
http://katakamidotcom.wordpress.com/2010/08/13/aceh/

http://freeabb.com/2010/08/menyoal-istilah-%E2%80%9Cteroris-aceh%E2%80%9D-polri-jangan-asbun-kotori-nama-baik-serambi-mekkah/

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


Get great advice about dogs and cats. Visit the Dog & Cat Answers Center.


Hobbies & Activities Zone: Find others who share your passions! Explore new interests.

.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment