Advertising

Monday, 3 January 2011

Re: Re: [wanita-muslimah] Saat Kaum Nasrani Hidup Dalam Naungan Negara Islam

 

"chodjim" wrote:
Sungguh keliru amat bila dikatakan bahwa hanya segelintir orang yang tidak setuju penegakan sistem Islam di Indonesia. Yang jelas, secara legal formal, sebagian besar anggota parlemen di Indonesia menolak penegakan Negara Islam.
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||

HMNA:
Secara normatif / legal formal biasanya berbeda dengan hasil riset independen. Contohnya sebagian besar anggota DPR di Indonesia menolak penegakan Syari'at Islam di Indonesia. Namun hasil dari Roy Morgan Research (RMR) menunjukkan bahwa secara kuantitatif 52% rakyat Indonesia mendukung diterapkannya Syariah Islam untuk negara ini.
Sumber: The Jakarta Post 24 Juni 2008.

Mengapa terjadi perbedaan itu? Itu disebabkan oleh proses pemlihan anggota DPR secara "demokratis" yang penuh dengan intrik politik uang dan janji-janji politik berupa kebohongan publik dalam kampanye terhadap rakyat yang sebagian besar miskin yang membutuhkan uang dan rakyat yang juga sebahagian besar masih lugu dan buta politik yang gampang dibodohi dengan janji-janji politik berupa kebohongan publik. Dan itulah hasil DPR kita yang terpilih secara normatif / legal formal, yang menolak penegakan Syari'at Islam di Indonesia.

Di samping penolakan penegakan Syari'at Islam di Indonesia, berikut dikemukakan sebuah contoh dalam hal "kinerja" anggota DPR dari periode ke periode yang dipilih secara "demokratis" dalam hal bagaimana DPR yang secara normatif / legal formal "memanfaatkan" uang negara.

Pada periode 1999-2004 kenaikan gaji dan tunjangan bagi anggota dewan sangat signifikan. Jauh melebihi periode sebelumnya, hingga mencapai Rp.30-juta di luar tunjangan jabatan beserta tambahan tetek-bengek lainnya, seperti uang reses misalnya. Mereka dapat teteknya, rakyat yang memilihnya dapat bengeknya. Kemudian kenaikan biaya pembuatan undang-undang dari Rp.300-juta sebelum era reformasi melambung menjadi Rp.2-miliar hingga Rp.3miliar lebih pada tahun 2005-2009. Periode 2005-2009 ini adalah era DPR yang paling banyak mendapatkan hujan kritik dan caci-maki publik, karena periode ini merupakan periode yang paling banyak menuntut keuangan negara dengan hasil kerja yang
tidak maksimal. Hampir semua UU yang dihasilkan DPR menderita judicial review digugat publik ke Mahkamah Kunstitusi. Itu artinya, produk UU yang dihasilkan itu tidak representatif dan bahkan lemah.

Secara normatif studi banding ke 53 negara asing itu sah secara hukum, karena yang mereka lakukan itu adalah konstitusional, berhubung itu diatur dalam peraturan dan tata tertib DPR. Namun secara hakikat dan moral serta kepatutan, studi banding ke manca negara itu pada hakekatnya hanya sekadar "jalan-jalan" menghabiskan anggaran yang telah ditetapkan secara konstitusional.

Jumlah "pemanfaatan" uang negara itu terbang tinggi lagi oleh ulah DPR periode 2009-2014, yang pergi "jalan-jalan" itu. Bayangkan sudah hampir Rp.5-miliar pada tahun 2009-2010 ini saja untuk urusan tetek bengek "jalan-jalan" itu.

Di samping pengeluaran tetek-bengek "jalan-jalan" itu ada pula pengeluaran tetek-bengek renovasi rumah jabatan dan uang sewa rumah anggota dewan. Kemudian yang lebih konyol lagi ada tuntutan tetek-bengek seperti tuntutan uang pembelian laptop, anggaran penggalangan aspirasi rakyat di darah pemilihan (dapil) masing-masing Rp1,5 miliar per anggota, Bahkan ada rencana bengek pembangunan Gedung Baru DPR yang serba "WAH", yang akan melahap fulus selangit Rp.1,16-triliun. Alasannya? Gedung Nuantara I DPR diklaim sudah tidak layak, karena sudah miring dan sudah retak-retak. Ternyata gedung itu sama sekali tidak miring dan masih layak pakai, hanya mengalami retak-retak saja dan perlu perbaikan kecil. Ini menurut hasil investigasi yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Yang yang bilang Gedung Nuantara I DPR itu sudah miring, matanya yang juling atau otaknya yang miring.

Itulah, mereka yang telah terpilih secara "demokratis" itu yang dengan seenaknya menghambur-hamburkan uang negara dalam jumlah yang tidak sedikit, dan terkhusus yang pergi "jalan-jalan" sama sekali tidak ada rasa empati terhadap penderitaan berat sebagian penduduk korban bencana alam (banjir bandang Wasior, tsunami Mentawai, erupsi Merapi).

Wassalam

----- Original Message -----
From: "chodjim" <chodjim@gmail.com>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Tuesday, January 04, 2011 03:01
Subject: Re: [wanita-muslimah] Saat Kaum Nasrani Hidup Dalam Naungan Negara Islam

From: "chodjim" <chodjim@gmail.com>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Subject: Re: [wanita-muslimah] Saat Kaum Nasrani Hidup Dalam Naungan Negara Islam
Date: Monday, January 03, 2011 12:03

Sungguh keliru amat bila dikatakan bahwa hanya segelintir orang yang tidak setuju penegakan sistem Islam di Indonesia. Yang jelas, secara legal formal, sebagian besar anggota parlemen di Indonesia menolak penegakan Negara Islam. NU secara formal tetap menjunjung NKRI berdasarkan Pancasila.

Justru kalau ingin menjalankan agama Islam secara benar, hendaknya tidak terperangkap oleh adu domba nekolim (neokolonialisme dan imperialisme), yaitu konflik antara kelompok Islam ekstrem (kelompok yang ingin mendirikan Negara Islam) dan JIL.

Mari kita bangun NKRI dengan benar, bersatu padu kita akan kuat dan tak akan bisa ditaklukkan oleh nekolim. Singkirkan kebencian terhadap sesama anak bangsa! Mari kita tegakkan Pancasila untuk menggapai ridha Allah!

Wassalam,

chodjim

----- Original Message -----
From: Yudi Yuliyadi
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Saturday, January 01, 2011 9:15 PM
Subject: [wanita-muslimah] Saat Kaum Nasrani Hidup Dalam Naungan Negara Islam

Saat Kaum Nasrani Hidup Dalam Naungan Negara Islam

Seruan penegakkan sistem Islam di Indonesia semakin membahana, seolah-olah
tak terbendung lagi. Banyak pihak yang dulunya ragu dengan upaya ini,
sekarang keraguan itupun mulai di kikis habis. Yang awalnya menolak
mentah-mentah, kini Alhamdulillah mau menerima, bahkan bersedia ikut terjun
dalam perjuangan.

Namun juga tak dipungkiri, ada segelintir orang yang memang tidak setuju
dengan upaya ini. Diataranya tentunya ialah para aktivis Islam Liberal.
Diberbagai seminar maupun acara-acara lain, mereka mengkampanyekan
penolakan. Berbagai propaganda mereka gulirkan, sebagai contoh ketika para
pejuang syariah mengatakan "Selamatkan Indonesia dengan syariah", para
aktivis JIL begitu usil memelintir "Selamatkan Indonesia dari syariah".

Salah satu alasan klasik yang biasa dilontarkan ialah perihal kemajemukan
Indonesia, "di negri ini penduduknya tidak semuanya muslim, maka jangan
mendirikan negara Islam disini". Begitulah kurang lebih statement mereka.

Padahal apabila di teliti, alasan ini sejatinya tampak aneh bin ajaib,
kenapa alasan yang sama tidak di tujukan bagi Ideologi lain seperti
kapitalisme dan sosialisme. Faktanya, di Indonesia tidak semuanya berpaham
sekuler, namun kenapa juga masih di terapkan sistem sekuler kapitalisme
sampai sekarang. Begitu pula pihak yang ingin memperjuangkan sosialisme,
kenapa alasan ini tidak di alamatkan kepada mereka. Toh di negri ini juga
tidak semuanya berpaham sosialisme.

Secara empiris, Islam-lah yang mampu mengurusi masyarakat yang hiterogen
dengan baik selama berabad-abad, sosialis cuma bertahan 72 tahun sudah
hancur. Sedangkan kapitalisme pimpinan Amerika, saat ini sudah kelihatan
kebobrokannya.

Hal ini diakui sendiri oleh sejarawan dari barat Will durrent yang bertutur
dengan jujur " Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga
batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para
Khalifah telah mempersiapkan berbagai kesempatan bagi saiapun yang
memerlukannya dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan
wilayah yang belum pernah tercatatkan lagi fenomena seperti itu setalah masa
mereka " (The Story of Civilization)

T.W. Arnold juga mengatakan: " Ketika Konstantinopel kemudian dibuka oleh
keadilan Islam pada 1453, Sultan Muhammad II menyatakan dirinya sebagai
pelindung Gereja Yunani. Penindasan pada kaum Kristen dilarang keras dan
untuk itu dikeluarkan sebuah dekrit yang memerintahkan penjagaan keamanan
pada Uskup Agung yang baru terpilih, Gennadios, beserta seluruh uskup dan
penerusnya. Hal yang tak pernah didapatkan dari penguasa sebelumnya.
Gennadios diberi staf keuskupan oleh Sultan sendiri. Sang Uskup juga berhak
meminta perhatian pemerintah dan keputusan Sultan untuk menyikapi para
gubernur yang tidak adil," (The Preaching of Islam)

Islam Mengatur Pluralitas Bangsa

Secara historis, realitas masyarakat adalah majemuk atau hiterogen dan
negara Islam (khilafah) juga bukanlah negara yang homogen. Ketika berdir
pertama kali di Madinah, saat Rasulullah Saw bertindak sebagai kepala
pemerintahan waktu itu pun penduduknya juga majemuk, disana ada umat Islam,
nasrani, yahudi, dll, seperti itu pula dengan kehidupan pada era
kekhilafahan setelahnya. Islam begitu brilian dalam mengatur masyarakat yang
hiterogen.

Semua warga negara Islam atau Khilafah yang non-Muslim disebut sebagai
dzimmi. Islam menganggap semua orang yang tinggal di Negara Khilafah sebagai
warganegara Negara Khilafah, dan mereka semua berhak memperoleh perlakuan
yang sama. Tidak boleh ada diskriminasi. Negara khilafah harus menjaga dan
melindungi keyakinan, kehormatan dan harta bendanya.

Rasulullah bersabda: "Barangsiapa membunuh seorang mu'ahid (kafir yang
mendapatkan jaminan keamanan) tanpa alasan yang haq, maka ia tidak akan
mencium wangi surga, bahkan dari jarak empat puluh tahun perjalanan sekali
pun". (HR. Ahmad)

Bahkan ketika Imam Qarafi menyinggung masalah tanggung jawab negara terhadap
ahlu dzimmah. Ia menyatakan, "Kaum Muslim memiliki tanggung jawab terhadap
para ahlu dzimmah untuk menyantuni, memenuhi kebutuhan kaum miskin mereka,
memberi makan mereka yang kelaparan, menyediakan pakaian, memperlakukan
mereka dengan baik, bahkan memaafkan kesalahan mereka dalam kehidupan
bertetangga, sekalipun kaum Muslim memang memiliki posisi yang lebih tinggi
dari mereka. Umat Islam juga harus memberikan masukan-masukan pada mereka
berkenaan dengan masalah yang mereka hadapi dan melindungi mereka dari siapa
pun yang bermaksud menyakiti mereka, mencuri dari mereka, atau merampas
hak-hak mereka."

Pertanyaannya, bagaimana perlakuan negara khilafah terhadap non muslim?.
Secara umum hal ini di jelaskan oleh Syaikh Taqiyyudin An-Nabhani di dalam
kitab Ad-Daulah Al-Islamiyah, yang diantaranya:

Pertama, seluruh hukum Islam diterapkan kepada kaum muslim. Kedua, Non
muslim dibolehkan tetap memeluk agama mereka dan beribadah berdasarkan
keyakinannya. Ketiga, Memberlakukan non muslim dalam urusan makan dan
pakaian sesuai agama mereka dalam koridor peraturan umum. Keempat, Urusan
pernikahan dan perceraian antar non muslim diperlakukan menurut aturan agama
mereka. Kelima, Dalam bidang publik seperti mu'amalah, uqubat (sanksi),
sistem pemerintahan, perekonomian, dan sebagainya, negara menerapkan syariat
Islam kepada seluruh warga Negara baik muslim maupun non muslim. Keenam,
setiap warga Negara yang memiliki kewarganegaraan Islam adalah rakyat
Negara, sehingga Negara wajib memelihara mereka seluruhnya secara sama,
tanpa membedakan muslim maupun non muslim.

Pemberlakuan syariah Islam dalam sektor publik ini pernah di contohkan oleh
Rasulullah Saw ketika beliau menyuruh memberikan sanksi Islam kepada dua
orang yahudi yang kedapatan berzina. Dalam sebuah hadits, dari Abdullah bin
Umar ra berkata: "Beberapa orang Yahudi datang kepada Nabi saw menghadapkan
seorang pria dan seorang wanita mereka, yang keduanya kedapatan berzina.
Rasullulah memerintahkan supaya keduanya di hukum rajam. Lantas keduanya
dirajam di tempat-tempat jenazah di samping masjid (HR. Bukhari).

Dalam Islam, setiap warga Negara memperoleh persamaan hak di depan hukum.
Tidak pandang bulu entah itu pejabat atau rakyat biasa (muslim maupun non
muslim). Ada sebuah riwayat menarik ketika Ali bin abi thalib r.a yang kala
itu menjabat sebagai khalifah (kepala Negara) kehilangan baju besi miliknya
yang di curi oleh orang yahudi. Kemudian perkara itupun di selesaikan ke
meja hijau, karena khalifah Ali tidak mempunyai bukti-bukti kuat dan hanya
bisa mendatangkan saksi anaknya (hasan), akhirnya sang hakim (qodhi) yang
bernama syuraih memutuskan bahwa perkara dimenangkan oleh orang yahudi
tersebut.

Setelah persidangan selesai, orang Yahudi tersebut hatinya merasa trenyuh,
akhirnya ia pun mengakui bahwa baju besi itu milik sang khalifah, bahwa dia
yang mencurinya. Ia pun kemudian berkata "Wahai Khalifah, sesungguhnya baju
perang ini milikmu," "Ambillah kembali. Aku sungguh terharu dengan
pengadilan ini. Meski aku hanya seorang Yahudi miskin dan engkau adalah
amirul mukminin. Ternyata pengadilan muslim memenangkan aku. Sungguh, ini
adalah pengadilan yang sangat luar biasa. Dan sungguh, Islam yang mulia
tidak memandang jabatan di dalam ruang peradilan, Wahai Khalifah Ali, mulai
detik ini aku akan memeluk Islam dan ingin menjadi muslim yang baik".
Seketika itu pula ia memeluk Islam. Subhanallah!

Itulah, Islam cerdas dalam mengatur kemajemukan sebuah bangsa. Dengan
penerapan syariah Islam secara kaffah negri ini bisa terbebas dari
penjajahan, paik di bidang ekonomi, politik, sosial maupun budaya.
Membebaskan Indonesia dari krisis multidimensi yang sekarang melanda.
Alhasil, alasan orang-orang liberal tersebut jelas tidak bisa diterima.
Karena itu, tetap selamatkan Indonesia dengan syariah dan khilafah!.

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment