Advertising

Monday, 28 February 2011

[wanita-muslimah] Fw: [mediacare] Detik.com: Lagi, Budayawan Kritik Marzuki Ali.... "Malu Ekspor Babu"

 


----- Original Message -----
From: Berthy B Rahawarin
To: mediacare@yahoogroups.com ; jurnalisme@yahoogroups.com ; democraticintelligence@yahoogroups.com ; warga@yahoogroups.com ; perhimpunanindonesiabaru@yahoogroups.com ; wartawanindonesia@yahoogroups.com ; ktvi@yahoogroups.com ; ElshintaGroup@yahoogroups.com
Cc: Redaksi KabarIndonesia ; padma ; ignas_iryanto@yahoo.com ; forum-pembaca-kompas@yahoogroups.com ; Redaksi IslamLib ; red@tempo.co.id ; Gus Dur ; redaksi@hariansib.com ; redaksi@sinarharapan.co.id ; redaksikcm@kompas.co.id ; Republika ; ANTARA KB Bachtiar
Sent: Sunday, February 27, 2011 4:21 AM
Subject: [mediacare] Detik.com: Lagi, Budayawan Kritik Marzuki Ali.... "Malu Ekspor Babu"

Malu Ekspor Babu

Jakarta - 'Stop ekspor babu'. Itu siratan kata Marzuki Alie. Alasannya, Tenaga Kerja Wanita (TKW) pembantu rumah tangga itu memalukan bangsa. Adakah layak omongan itu di saat negara belum mampu menyediakan lapangan kerja, memberi makan, dan mensejahterakan rakyatnya? Apalagi merekalah penyumbang pendapatan negara Rp 42 triliun saban tahunnya.

Ucapan 'Kepala Wakil Rakyat' itu begitu indah didengar. Sebab itu mencerminkan keinginan terdalam dari seluruh rakyat negeri ini. Siapa sih yang tidak ingin punya kemampuan? Siapa sih yang ingin bekerja jauh dari sanak-saudara dan keluarga? Siapa pula yang bercita-cita menjadi pembantu rumah tangga? Hampir semua manusia, bukan hanya orang Indonesia, tidak ada yang menginginkan itu.

Kalau sampai mereka kemudian memasuki 'ruang itu', maka itu adalah 'kecelakaan'. Terpaksa karena dipaksa keadaan. Itu yang terjadi pada ribuan TKW PRT yang berlabuh di banyak negara. Keterpaksaan ini terjadi akibat negara tidak mampu memberinya lapangan kerja, memberinya makan, mendidiknya agar berkemampuan, apalagi mensejahterakan.

Ketidak-mampuan negara untuk memenuhi 'kebutuhan itu' tambah tahun terus bertambah. Itu didasarkan pada asumsi kelahiran bayi yang per bulannya tiga juta jiwa. Jika statis (tidak semakin produktif), maka yang terbayang adalah negara harus memberi makan, memberi pendidikan, dan menyediakan lapangan kerja dalam jumlah itu. Padahal sekarang saja negara empot-empotan untuk memenuhi kewajibannya soal ini.

Kenapa semua problem itu ditimpakan pada negara? Itu memang dari sokogurunya. UUD 45, terutama pasal 33 dengan tegas mengamanatkan begitu. Negara 'menguasai' kekayaan rakyat, dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan rakyat. Inheren mengentas kemiskinan, memberi pendidikan, dan juga menyediakan lapangan pekerjaan. Semboyan 'jangan bertanya apa yang diberikan negara padamu, tapi tanyakan apa yang sudah kamu berikan pada negara' kini sudah usang. Terbukti negara-negara yang tidak memakmurkan rakyat ditumbangkan. Lalu mengapa Marzuki Alie bilang begitu?

Negeri ini memang telalu banyak dihuni pembesar yang ceblang-ceblung. Omongannya asal bunyi. Tidak dipikir terlebih dulu. Tidak tahu realitas. Tidak mengukur kemampuan. Dan karena itu banyak yang mengidap déjà vu dan megaloman. Tersinggung dan kesentil ucapan Presiden Suriah langsung bereaksi pengiriman TKW PRT harus distop. Mereka dianggap memalukan bangsa.

Kita memang wajib malu kalau sembada. Tapi kalau belum atau tidak, itu namanya onani. Memaksakan diri. Itu jika hanya menyangkut diri sendiri. Tapi jika seorang pejabat berpikir, berbicara, dan menginstruksikan seperti itu, maka ini adalah penistaan. Menista rakyat. Sebab berapa ratus, ribu, atau juta yang terkena imbas penyetopan tenaga kerja seperti ini. Dia sama dengan menghilangkan hak rakyat mensejahterakan diri di tengah negara yang tidak kunjung mampu memberikan itu.

Pribadi atau institusi ucapan Marzuki Alie itu tidak layak. Sebagai Ketua DPR-RI, ucapan itu sama dengan menelanjangi diri sendiri. Membuktikan dirinya tidak tahu kondisi riil rakyat. Apalagi penderitaannya. Dia menganggap semua rakyat bernasib seperti dirinya. Duduk enak, rapat-rapat, gaji besar, dan menikmati berbagai fasilitas.

Rakyat yang mayoritas ada di negeri ini, untuk mencukupi kebutuhan keluarganya sehari-hari harus banting tulang. Itu pun banyak yang tidak mencukupi. Itu baru untuk memenuhi kebutuhan makan. Belum nanti untuk kebutuhan sekolah yang katanya gratis tapi bayar. Belum nanti kalau sakit, yang dicarikan dana ekstra melalui tindakan kriminal, ngamen, sebagai peminta-minta, atau menggalang pengumpulan koin bagi yang parah dan membutuhkan dana besar.

Celakanya, di negeri kaya tapi miskin ini, kontribusi 'wong melarat' yang dianggap memalukan bangsa itu sangat tinggi. Devisa legal yang masuk setara Rp 42 triliun per tahun. Itu belum pemasukan ilegal melalui jasa kurir yang berdatangan dari Malaysia, Arab Saudi, Hongkong, Taiwan, serta Timur Tengah yang ditaksir setara.

Dalam persoalan ini ucapan Marzuki Alie itu 'malu-maluin'. Sebagai wakil rakyat, dia tidak tahu kondisi rakyat yang diwakili. Kalau sudah begitu patut dipertanyakan perjuangan yang dilakukannya dengan mengatas-namakan rakyat. Rakyat manakah yang diwakilinya? Dan untuk kepentingan siapa sebenarnya gagasan yang tidak pro rakyat itu?

Negara harusnya malu terhadap rakyatnya yang jelata. Mereka berjuang memakmurkan diri dan negerinya, rela menjadi 'babu' di negeri orang. Bukan 'pejuang devisa' itu yang memalukan. Negeri ini yang memalukan. Tidak mampu memberi makan penduduknya. Tidak mampu memberi pekerjaan. Dan tidak mampu memberi kesejahteraan, tetapi malah rakyat miskin itu yang 'dipaksa' untuk menyuntik darah segar bagi kelangsungan hidup negara ini.

Rasa malu itu kian tak tertolong dengan banyaknya koruptor di dalam negeri yang menjarah uang rakyat. Si miskin harus kerja keras di luar negeri demi bangsa dan negara ini, sisi lain para pelaksana negeri korup memperkaya diri sendiri. Ini penindasan dan sangat memalukan.

Jika kita malu disebut 'eksportir babu', jangan serta-merta menyetop keberangkatan mereka. Itu bukan solusi dan bukan langkah bijak. Ciptakan lapangan kerja yang cukup di dalam negeri. Beri ketrampilan yang memadai bagi mereka yang harus bekerja di luar negeri agar tidak memalukan dan dihargai murah. Sebelum pemerintah mampu melakukan itu, rasanya sangat berdosa jika hanya merasa malu melihat rakyatnya yang miskin berjuang demi hidupnya di negeri orang.

*) Djoko Suud Sukahar adalah pemerhati budaya, tinggal di Jakarta.

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment