..... menjadi laki-laki feminis adalah sebuah proses yang terus
menerus diasah kemampuan teori feminismenya dan praktek pada kehidupan
pribadinya, berusaha sekuat tenaga membangun masyarakat yang
berkeadilan gender dalam niat maupun hasrat, dengan segala
keterbatasan yang ada, namun menggunakan imajinasi yang
seluas-luasnya.
Yayasan Jurnal Perempuan »
Bisakah Laki-laki Menjadi Feminis? Sebuah Ekplorasi Teori
Artikel dikirim oleh jundi pada 24 May 2011 – 9:22 am3 Komentar
Gadis Arivia, Pendiri Yayasan Jurnal Perempuan
Pemahaman Teori Feminisme
Bila kita membaca beberapa definisi tentang "feminisme", maka, secara
umum feminisme adalah aktivisme politik oleh perempuan atas dasar
kepentingan perempuan. Teori gelombang kedua feminisme di awal tahun
1970-an yang dimulai di Perancis menggaris bawahi kata "femme' yaitu
perempuan dan kata akhiran "isme" yang berarti posisi politis, istilah
tersebut dipakai secara khusus untuk membela kaum perempuan (Cott
1986, McCann & Seung 2003). Definisi feminisme pada perkembangannya
memang memiliki beberapa variasi namun tetap memiliki definisi yang
mengasumsikan adanya kelompok historisitas agen perempuan yang menilai
adanya ketidakadilan perempuan dan kemudian melakukan konfrontasi dan
merubah kondisi.
Teori-teorifeminisme seperti juga seperti teori-teori filsafat politik
misalnya, hanyalah merupakan alat intelektual dimana agen-agen
historisitas dapat memeriksa ketidakadilan yang terjadi dan
mengonfrontasikannya dan membangun argumen-argumen yang dapat
mendukung tuntutan-tuntutan untuk perubahan.Teori-teori feminisme
mengaplikasikan alat-alat intelektual mereka untuk membangun
pengetahuan tentang penindasan dan atas dasar itu membangun strategi
untuk menolak subordinasi dan memajukan kehidupan perempuan.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh teori-teori feminisme antara
lain: Bagaimana perempuan ditindas? Bagaimana kita bisa mengerti
bahwa penindasan perempuan terjadi karena atas dasar jenis kelamin dan
bukan karena kekurang beruntungan atau karena individu
tersebut.Bagaimana kita bekerjasama untuk memperbaiki kondisi
kehidupan perempuan?(McCann & Seung 2003).
Teori feminisme berkaitan erat dengan ontologi (teori tentang Ada dan
realitas), epistemologi (teori tentang pengetahuan yang dihasilkan)
dan politik (teori tentang kekuasaan/power).Unsur yang terakhir
mungkin yang paling penting bahwa bagaimana teori feminisme dapat
akuntabel terhadap politik; harus ada penjelasan yang masuk akal,
strategi yang efektif untuk perubahan.Artinya, harus ada ukuran yang
jelas antara teori dan praktek politis, adanya deskripsi dan analisis
tentang kehidupan perempuan sekaligus aplikasinya.
Sepanjang sejarah feminisme baik yang berasal dari Barat maupun Timur,
telah banyak yang berhasil memproduksi pengetahuan perempuan lewat
teori-teori yang ingin mengubah ketidakadilan yang dialami perempuan.
Sebut saja teori klasik Simone de Beauvoir (filsuf Perancis) yang
merumuskan konsep tentang adanya pemahaman perempuan sebagai "yang
lain" dan bukan subyek sehingga itu sebabnya mengalami berbagai
penindasan seperti penindasan budaya, ekonomi, sosial dan sebagainya.
Ada pula feminis yang bernama Amarita Basu yang berusaha memetakan
posisi perempuan transnasional yang tidak terikat pada batasan-batasan
geografis tertentu dan masuk pada apa yang disebut "masyarakat
global"(Basu, 2000). Ada juga feminis Inji Aflatun dari Mesir yang
berusaha untuk menjelaskan pemahaman tentang perempuan
Mesir.Penggambaran adanya berbagai kepentingan nasionalisme, kebebasan
dan fundamentalisme.Terkoyak-koyaknya perempuan antara demokrasi yang
mendesak cepat dan tradisi yang menguat.
Letak Laki-laki di dalam Teori Feminisme
Memang teori feminisme tidak hanya menekankan tentang pemahaman
penindasan tetapi juga tentang apa aksi yang perlu dilakukan untuk
menghapus penindasan. Tujuan dari proyek feminisme adalah menghapus
penindasan dan meraih kesetaraan dan keadilan sosial.Tujuan ini
dirasakan bukan hanya milik perempuan namun juga laki-laki, meskipun
harus digaris bawahi terutama untuk kepentingan perempuan.
Beberapa filsuf laki-laki telah menunjukkan pentingnya kesetaraan
perempuan seperti John Stuart Mill (1806-1873) yang menulis On Liberty
dan The Subjection of Women, kedua tulisannya pada dasarnya menguatkan
kesetaraan perempuan.Terutama pada The Subjection of Women, Mill
berusaha menjelaskan mengapa adanya ketidaksetaraan antara relasi
laki-laki dan perempuan. Bahwa bukan saja adanya bias gender
kebijakan-kebijakan yang ada akan tetapi praktek-praktek masyarakat
yang sama sekali tidak adil terhadap perempuan. Bahkan Mill
menyinggung soal kontrak perkawinan yang juga sama sekali tidak adil
kepada perempuan karena seringkali perempuan tidak memiliki pilihan di
dalam kehidupan perkawinan sebanyak laki-laki. Michael Walzer (1935-
), adalah pemikir lain yang menulis In Defense of Equality, yang
secara eksplisit mendukung pemahaman sistem "kuota", sebuah konsep
yang dapat menaikkan kesetaraan dan memberikan posisi yang adil bagi
kelompok minoritas. Sistem kuota ini bagi kelompok perempuan yang
ingin menaikkan representasi perempuan di ranah politik dirasakan
sangat berguna.Walzer juga mengupas soal bagaimana resistennya
kelompok laki-laki kelas mapan yang menolak sistem kuota juga
kelompok-kelompok agama dan budaya tradisional.
Tidak diragukan lagi bahwa filsuf-filsfuf kontemporer seperti John
Rawls dan Amartya Sen merupakan laki-laki yang sangat berkontribusi
secara teoretis tentang keadilan untuk perempuan.
Namun, apakah laki-laki yang disebutkan di atas sungguh-sungguh dapat
dikatakan laki-laki feminis?Apakah perjuangan pengetahuan mereka
diperuntukkan untuk kepentingan perempuan?Adakah posisi politik yang
jelas dari mereka yang sungguh-sungguh membela posisi perempuan?
Meskipun saya menganggap bahwa laki-laki dapat menjadi pro-feminis,
akan tetapi saya tidak dapat memastikan bahwa laki-laki bisa menjadi
feminis seutuhnya. Ada kesan laki-laki berkontribusi secara teori
bukan dalam arti "mempertaruhkan jiwanya" akan tetap lebih pada
sekedar simpati atau empati paling jauh "merasakan kepiluan"
korban.Namun sikap seperti ini pun merupakan kemajuan yang luar biasa
karena tidak banyak laki-laki yang bisa bersikap seperti itu.
Laki-laki di dalam sistem patriarkal tidak dapat sungguh-sungguh
membebaskan diri dari kekuasaan dan privelese mereka dalam relasi
dengan perempuan.Menjadi feminis bagi saya bukan saja cukup mencari
solusi keterpurukan perempuan tapi juga menjadi bagian dari kelompok
yang terpuruk itu.Benar bahwa banyak perempuan yang juga memiliki
sikap seperti laki-laki yang tidak merasakan keterpurukan kelompok
perempuan, bahkan menyalahkan perempuan-perempuan tersebut.Tapi kita
di sini tidak hendak berbicara perempuan secara umum, kita berbicara
perempuan feminis yang memproduksi pengetahuan feminisme, paling tidak
telah memiliki bukan saja modal pengetahuan sosial soal ketertindasan
tapi masuk pada golongan ini, ada identitas yang tak terlepas.
Jadi bagi saya,menjadi seorang feminis harus masuk di dalam target
kelompok tersebut karena teori yang dihasilkan bukan saja melakukan
upaya klasifikasi akan tetapi ada persoalan "direct livedexperience"
yang perlu diperhitungkan (lihat tulisan Brian Klocke di NOMAS). Sama
halnya ketika kita berkata kita bersimpati dengan kelompok Ahmadiyah
yang teraniaya di negara ini, namun, apakah kita memiliki "direct
lived experience" tersebut?
Apakah Peranan Laki-laki dalam Pergerakan Feminisme?
Laki-laki yang berkeinginan masuk dalam pergerakan perempuan memang
tidak dapat dikatakan percuma.Meskipun harus diakui bahwa teori-teori
yang diproduksi oleh kaum feminis lebih berguna bagi laki-laki
ketimbang sebaliknya.Penulisan perempuan lebih berkarakter dan kuat
dalam pengalaman.Terlebih lagi, para feminis yang memproduksi teori
memiliki kekuatan penulisan yang didukung oleh cerita-cerita pribadi
dari berbagai perempuan. Sedangkan laki-laki tidak akan menulis
pengalaman-pengalaman laki-laki yang menindas perempuan karena
cerita-cerita personal seperti itu sulit diungkapkan laki-laki sebab
sikap yang lemah dan siap berbagi cerita tidak lazim dilakukan oleh
laki-laki karena faktor budaya patriarki.
Bell Hooks adalah feminis yang kritis terhadap keterlibatan laki-laki
pada gerakan feminisme.Ia menyatakan bahwa kritik feminis laki-laki
yang memproduksi teori lebih fokus pada apa yang secara politis
(politically correct) yang dapat dilakukan oleh pria di hadapan
publik. Atau, bagaimana menjadi pria yang sensitif.Lebih dari itu
tidak. Sebab tujuannya bukan untuk membongkar budaya patriarki dan
kebusukannya tapi untuk "pencitraan" laki-laki baru (Brian Klocke dan
Bell Hooks dalam Understanding Patriarchy, 2004) .Lebih mengerikan
lagi menurut Bell Hooks, gerakan laki-laki feminis dalam budaya
popular cenderung men-depolitisasi perjuangan ketidakadilan perempuan
atau seksisme tapi lebih fokus pada "aktualisasi diri".
Kritik Bell Hooks menurut saya sangat tajam dan menohok mereka yang
hanya "berpura-pura" menjadi feminis karena keuntungan pribadi.Namun,
apakah tidak tersisa tempat bagi laki-laki untuk bisa
berkontribusi?Hooks menyakini bahwa bila laki-laki ingin ikut di dalam
pergerakan perempuan, pergerakan feminis laki-laki bersifat ad-hoc
atau bagian dari pergerakan feminisme dan bukan pergerakan
tersendiri.Artinya, pergerakan laki-laki feminis harus memiliki rumah
yang menyatu dengan organisasi perempuan dan berada di bawah
organisasi perempuan.
Brian Klocke seperti juga feminis Alison Jaggar menyakini bahwa
laki-laki bisa berkontribusi untuk pergerakan perempuan.Akan tetapi
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu bahwa laki-laki harus
belajar tentang teks teori feminis. Mempelajari teks feminis bukan
saja harus berguru pada para feminis yang memproduksi teori akan
tetapi juga berguru pada pengalaman pribadi, ikut terlibat dalam
pengalaman sosial dan politik yang memajukan kesetaraan dan kebebasan.
Laki-laki harus mendukung penulis perempuan yang membidangi teori
feminismedan berkonsultasi dengan mereka.Hal ini tentunya untuk
menghilangkan arogansi laki-laki yang terbiasa dianggap lebih
berpengetahuan (superior) dari perempuan karena adanya supremasi
pengetahuan laki-laki yang berabad-abad lamanya.Terlebih lagi,
laki-laki feminis harus berani menantang laki-laki yang alergi
terhadap feminisme dan tidak membiarkan apalagi ikut menertawakan kaum
feminis.
Bagi saya kritik yang disampaikan oleh para feminis penting untuk
dicatat namun saya akan mengambil jalan ketiga, yang tidak bersifat
dikotomis dan jatuh pada esensialiasme. Selain itu, ada beberapa
faktor yang menjadi pertimbangan saya yaitu mengingat Indonesia belum
sepenuhnya lepas dari masyarakat yang kuat secara tradisi dan budaya
patriarki yang menggurita. Karena itu, bagi saya menjadi laki-laki
feminis adalah sebuah proses yang terus menerus diasah kemampuan teori
feminismenya dan praktek pada kehidupan pribadinya, berusaha sekuat
tenaga membangun masyarakat yang berkeadilan gender dalam niat maupun
hasrat, dengan segala keterbatasan yang ada, namun menggunakan
imajinasi yang seluas-luasnya.
Penulis: Gadis Arivia
Daftar Pustaka:
Cohen, Mitchell dan Fermon, Nicole, Princeton Readings in Political
Thought, Princeton University Press, 1996.
Hooks, Bell, Men in Feminist Struggle The Necessary Movement, in Women
Respond to the Men's Movement, edited by Leigh Hagan,
HarperSanFrancisco, 1992.
Klocke, Brian, Roles of Men in Feminism Theory, NOMAS.
McCann, Carole R dan Kim Seung-Kyung, Feminist Theory Reader, Routledge, 2003.
Disampaikan pada Konsultasi Nasional Aliansi Laki-Laki Baru, 17 Maret
2011, Hotel Bidakara, Tebet, Jakarta
http://jurnalperempuan.com/2011/05/bisakah-laki-laki-menjadi-feminis/
------------------------------------
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
wanita-muslimah-digest@yahoogroups.com
wanita-muslimah-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
0 comments:
Post a Comment