Advertising

Tuesday 31 May 2011

[wanita-muslimah] Paradigma Baru Feminisme

.... Tak ada alasan menjadikan seorang muslim tak bisa menyuarakan
feminisme atau menyatakan feminisme tak berkait dengan agama ....

SUARA MERDEKA

PEREMPUAN

01 Juni 2011
Paradigma Baru Feminisme
Oleh U'm Qomariyah

BICARA feminisme tak bisa dilepaskan dari upaya perempuan mencari
keadilan. Banyak hal membuat gerakan itu lahir. Namun satu yang
terasa, pemikiran feminisme berpangkal dari kritik terhadap konstruksi
patriarki yang mendominasi dan mengopresi perempuan.

Semua gerakan di lingkup wacana dan praktik itu bermuara dari
perlakuan berbeda antara perempuan dan laki-laki, sehingga perempuan
menyuarakan keadilan melalui cara tersendiri.

Kisah superioritas laki-laki bisa dikatakan bermula dari cerita
penciptaan manusia dalam Bibel yang sangat umum dikenal, yakni Adam
diciptakan lebih dahulu dan Hawa diciptakan darinya. Jadi Adam adalah
kreator dari Hawa, sedangkan Hawa diciptakan untuk membantu Adam.
Secara sosial dan moral, Adam lebih superior karena Hawa adalah
penyebab mereka dikeluarkan dari surga — tempat yang secara hakiki
abadi.

Demikian pula ketika Phytagoras, seperti dikisahkan Aristoteles,
membuat tabel pengklasifikasian elemen-elemen yang berlawanan (oposisi
biner). Dari tabel Phytagoras terlihat, laki-laki dan perempuan tak
hanya "berbeda" tetapi juga "berlawanan". Bahkan dari mitologi Yunani
Dewa Osiris dan Dewi Isis sampai pada zaman serbamesin, laki-laki dan
perempuan tak hanya dianggap berbeda, tetapi juga sebagai seks yang
berlawanan.

Laki-laki dan perempuan dipolarisasikan dalam kebudayaan sebagai
"berlawanan" dan "tidak sama". Keduanya dianggap bertentangan sehingga
melahirkan ketidakadilan gender yang mendorong kemunculan gerakan
feminisme.

Bingkai Feminisme

Saya tak akan mengungkap seberapa jauh ketimpangan itu, meski
berhubungan, tetapi lebih mengemukakan ide feminisme yang banyak
dibicarakan, ditelaah, dan dijadikan referensi dalam berbagai disiplin
ilmu.
Pembicaraan soal feminisme biasanya melibatkan tiga aliran utama,
yakni feminisme liberal, feminisme radikal, dan feminisme marxis.
Feminisme liberal lebih memprioritaskan hak perempuan dalam berpolitik
di atas hak ekonomi. Kelompok itu dikritik karena secara umum hanya
menyentuh kalangan perempuan terdidik dan kelas menengah. Juga karena
lebih melihat pekerjaan perempuan di luar lebih baik ketimbang di
wilayah domestik (ibu rumah tangga) yang dianggap opresif.
Pertanyaannya, bagaimana jika perempuan memang memilih wilayah
domestik ketimbang publik?

Feminisme radikal dikritik karena dasar pemikiran yang radikal,
terutama melihat laki-laki dan perempuan harus sama secara seksual
(alami) dan gender. Mereka beranggapan reproduksi perempuan
merepotkan, bahkan sebagai kutukan. Dalam memperjuangkan hak
perempuan, seharusnya laki-laki dianggap "musuh" karena merekalah yang
menyebabkan perempuan mengalami ketidakadilan.

Feminisme marxis mendesak perempuan berkiprah di ranah publik dengan
tetap mengindahkan tugas domestik. Namun selain kampanye upah untuk
pekerjaan rumah tangga, kelompok itu dikritik dalam kaitan dengan
konsepsi simplistik mengenai sifat dan fungsi pekerjaan perempuan
sebagai satu-satunya alat, dan sebagai alat terbaik untuk memahami
opresi terhadap perempuan.

Ketiga pemikiran feminisme itu merupakan garis besar ide feminisme
yang melahirkan banyak pembicaraan yang memberikan celah untuk
menemukan konsep baru dengan memberikan batasan dan garis besar
sehingga melahirkan bentuk-bentuk feminisme baru. Itu antara lain,
seperti diungkap Putnam Tong (2008), adalah feminisme psikoanalisis,
feminisme eksistensialis, feminisme postmodern, feminisme
multikultural, dan ekofeminisme.

Terlepas dari pemikiran feminisme yang bermula lahir dari Barat
sehingga barangkali secara kasatmata sangat berbeda dari budaya Timur,
tak ada yang salah dengan pemikiran besar feminisme. Sebab, semua
berangkat dari asumsi dan sudut pandang berbeda. Ibarat melihat subjek
dari bingkai berlainan, pencahayaan yang dihasilkan memantulkan fokus
berbeda pula.
Namun jadi terkait ketika dalam berbagai forum sepertinya pembicaraan
mengenai feminisme, mengenai hakikat perempuan, tak bisa dilepaskan
dari pemikiran-pemikiran Barat itu. Menjadi terkait ketika kita
terjebak dengan hakikat feminisme yang sepertinya sudah dikotak-kotak.
Lebih-lebih ketika seseorang yang beragama, seorang muslim misalnya,
membincang feminisme. Barangkali jika saya bicara mengenai budaya
jelas akan terbantahkan karena ide-ide feminisme lahir dari
ketimpangan gender yang berpangkal juga dari konstruksi budaya. Namun
jika saya sebagai muslim harus membincang perkara perempuan berkait
dengan feminisme, definisi seperti apa yang harus saya konstruksikan,
paradigma seperti apa yang harus saya gunakan?

Feminis Muslim?

Selalu ketika bicara mengenai feminisme, baik tataran praktik langsung
maupun wacana seperti teks sastra, akan dibenturkan dengan kenyataan
bahwa ide feminisme berbeda dari dogma agama dan budaya. Sepertinya
keduanya berbeda. Bahkan dalam berbagai referensi ditemukan
pembicaraan mengenai dekonstruksi dalam wacana agama, khususnya teks
kitab suci. Seolah-olah kitab suci (Alquran, misalnya) tak menyuarakan
hak perempuan dan lebih membela laki-laki. Barangkali jika melihat
pemikiran feminisme sebelumnya sangat dimungkinkan agama dan feminisme
tak berhubungan.
Dalam Alquran ada beberapa ayat yang mengungkapkan kekhususan
perempuan, yang tak dialami laki-laki. Begitu pula sebaliknya.

Namun kekhususan itu sering disalahpahami dan dijadikan alasan
memojokkan perempuan, sehingga menimbulkan bias gender. Memang
persoalan konseptual akan muncul bila ada benturan antara ketentuan
nash yang bersifat universal dan permanen serta nilai budaya yang
bersifat lokal dan temporer.

Tak ada alasan menjadikan seorang muslim tak bisa menyuarakan
feminisme atau menyatakan feminisme tak berkait dengan agama. Artinya,
untuk menyuarakan keadilan gender, perempuan tak perlu menanggalkan
agamanya. Atau sebaliknya ketika berbicara agama, feminisme selalu
bisa dilihat dari sana. Feminisme yang dibingkai dengan kacamata agama
akan melahirkan keadilan hakiki yang (lebih) tidak bias dan (lebih)
jelas. (51)

- U'um Qomariyah SPd MHum, dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Unnes
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/06/01/148418/Paradigma-Baru-Feminisme


------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
wanita-muslimah-digest@yahoogroups.com
wanita-muslimah-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

0 comments:

Post a Comment