Lima Tahun Istriku Bergelut dengan Tumor (5) *Kupeluk Istriku di Sela-sela
Gemuruh Takbir*
*SEBELUMNYA* diceritakan, istri Sofian berbaring tidak berdaya karena
serangan tumor. Rasa sakitnya semakin menjadi-jadi ketika keinginan untuk
bertemu bapaknya tidak terkabulkan. Sang ayah tidak mau menengok. Kendati
demikian Sofian tetap bersabar dan bekerja dengan semangat. Apa yang terjadi
selanjutnya? Simak terus kisah yang dituturkan kembali oleh *Kuswari*.
*MASIH* melekat dalam benakku. Setiap Ramadan, seperti biasanya aku pergi ke
kantor di Banceuy Permai untuk menyelesaikan laporan utama tentang budidaya
ikan koi di Bandung. Namun hari itu aku merasakan hatiku tidak menentu. Aku
kehilangan gairah, aku juga terus memikirkan istriku yang selalu menayakan
bapaknya.
Kendati demikian aku berusaha bekerja secepatnya agar tidak menjadi beban
bagiku. Sebentar lagi akan tiba hari Idulfitri. Aku harus mempersiapkan baju
dan makanan untuk anak-anak, meski mereka biasa dibelikan pada bulan-bulan
sebelumnya, suasana Lebaran harus tetap berbeda. Aku berusaha mendapatkan
uang dengan jalan mencari iklan atau menulis pariwara. Ternyata Ramadan
sekarang berbeda dengan tahun-tahun yang lalu. Aku mulai mencium gelagat
tidak baik di lingkungan perusahaan.
Pihak manajemen sudah membuat suatu keputusan bahwa untuk menghentikan
sementara penerbitan surat kabar dan akan mengevaluasi secara menyeluruh
untuk perbaikan yang dianggap perlu. Tentu saja kami sebagai karyawan sangat
gembira adanya kabar seperti itu, namun belakangan barulah kami tahu bahwa
perusahaan sebenarnya tengah mempersiakan PHK untuk karyawan di lingkungan
anak perusahaan sebab keberadaannya sama sekali tidak menguntungkan.
Sebanyak 40 orang karyawan terlalu membenani perusahaan, sementara omzet
terus menurun karena tidak mampu menyedot iklan.
Aku hanya menarik nafas panjang dengan kondisi perusahaan yang semakin tidak
menentu, sehingga berakhir dengan turunnya Surat Keputusan dari Direksi
bahwa untuk sementara waktu surat kabar tidak bisa diterbitkan, sedangkan
karyawan digaji sebagaimana biasanya dan daftar hadir tetap berlaku. Kami
memang tidak dirugikan, namun untuk apa pula datang ke kantor kalau sekadar
mengisi daftar hadir.
SK tersebut sempat menimbulkan kepanikan di kalangan karyawan dan wartawan,
namun setelah pimpinan perusahaan menjelaskan bahwa langkah itu ditempuh
supaya perusahaan bisa bergerak lebih berkualitas dan nama surat kabar pun
diganti dengan yang baru, serta gaji pun akan semakin besar dari sekarang,
semua menjadi tenang. Apalagi gaji tetap lancar, bahkan tunjangan uang makan
dan tunjangan uang transportasi dibayarkan penuh.
Setelah satu tahun mengalami suasana seperti itu dan tidak ada gejala akan
kembali diterbitkan, beberapa rekan mulai mengambil antisipasi dengan
bekerja sambilan di tempat lain. Sebagian karyawan dari daerah menjadi
gelisah, sebab selama berada di kantor tidak ada yang bisa dikerjakan selain
berkumpul, ngobrol, atau bermain game di komputer selama berjam-jam.
Saat situasi dan kondisi perusahaan yang tidak menentu, aku berusaha mencari
tambahan dengan berbisnis menanam sayur-sayuran yang bisa dijual di pasar,
bahkan aku menyewa sebuah kios di Pasar Sayati. Lumayan dengan cara bisnis
seperti itu, aku mendapat keuntungan yang lumayan dibandingkan menganggur
yang tidak menentu.
Sementara itu kondisi istriku semakin memprihatinkan. Beberapa hari terakhir
dia sering meminta maaf kepadaku dan kepada anak-anakku, sehingga aku kerap
meneteskan air mata. Entahlah, aku merasakan ada sesuatu yang tidak bisa
kuucapkan. Dari sorot matanya yang kerap menatap kearahku, harapan untuk
hidup semakin jauh, sehingga dia berulang-ulang minta bertemu dengan
bapaknya. Dengan penuh rasa sedih dan berat hati aku datang ke rumah
mertuaku untuk menyampaikan permohonan istriku, tapi lagi-lagi mertuaku
bagai batu. Ia bergeming, diam seribu bahasa. Aku hanya menggeleng sambil
merasakan perih yang luar biasa.
"Sabarlah, Bu, mudah-mudahan Allah swt mengampuni segala dosa dan kesalahan
ibu," kataku setelah pulang dari rumah mertuaku. Ia hanya menggigiut bibir.
Air matanya meleleh ke pipinya yang cekung. Aku semakin sayang padanya.
Beberapa hari menjelang Idulfitri, aku bisa memenuhi segala kebutuhan
pakaian untuk anak-anakku, juga baju baru untuk istriku. Dia sangat bahagia
ketika kuperlihatkan baju yang baru saja aku beli. Ia tersenyum.
Malam Idulfitri terdengar suara takbir diiringi beduk bertalu-talu di masjid
yang tidak terlalu jauh dengan rumahku. Aku merasa ketir ketika kulihat
istriku berbaring lemah sekali, dia hanya bisa berkata sedikit. Sudah tiga
hari dia tidak makan, kecuali minum air putih saja.
Kondisi ini benar-benar membuatku luluh. Aku menangis di pangkuannya.
Terbayang wajah bapaknya yang menyebalkan. Kulihat raut mukanya menunjukkan
kekerasan hatinya. Aku menggerutu dalam batin. Mengapa bapaknya sekejam itu?
Ya, Allah, apa dosa istriku? Ampunilah dia. Bukakan pula hati bapaknya.
Kupeluk istriku erat-erat di sela-sela gemuruh takbir. (bersambung)**
--
Aldo Desatura ® & ©
Twitter = @desatura
YM = desatura
Facebook = hanjakal@gmail.com
================
Kesadaran adalah matahari, Kesabaran adalah bumi
Keberanian menjadi cakrawala dan Perjuangan Adalah pelaksanaan kata kata
[Non-text portions of this message have been removed]
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment