http://www.sinarharapan.co.id/content/read/republik-terorisme/
27.09.2011 15:29
"Republik Terorisme"
Penulis : Zuhairi Misrawi*
(foto:dok/antaranews.com)
Bom bunuh diri yang meledak di Gereja Bethel Injil Sepenuh, Solo, membangkitkan kembali kesadaran kolektif bahwa terorisme belumlah sirna dari negeri ini. Pemerintah terbukti gagal melindungi warganya dari ancaman terorisme, karena dari hari ke hari, ancaman tersebut makin nyata.
Aksi terorisme semakin meresahkan, karena tidak hanya meluluhlantakkan simbol-simbol Barat yang selama ini menjadi sasaran para teroris. Faktanya, dalam setahun terakhir, teroris telah menjadikan tempat ibadah sebagai sasaran aksinya.
Masjid dan gereja tak luput dari aksi mereka. Selain itu, terorisme juga menyisir orang-orang yang dianggap sebagai musuh agama dengan menggunakan modus bom buku.
Sejumlah indikator tersebut menunjukkan bahwa negeri ini dapat dikatakan sebagai "republik terorisme". Ada tiga indikator yang dapat menjelaskan hal tersebut: Pertama, massifnya paham terorisme.
Terorisme bermula dari ideologi yang menegaskan kemuliaan surgawi dengan jalan menistakan jiwa suci. Atas nama Tuhan, para teroris mengabsahkan pembunuhan massal dengan aksi bunuh diri.
Para teroris senantiasa melandaskan pemikirannya pada identitas soliter, yaitu identitas yang menganggap hanya dirinya yang benar, sementara orang lain dinilai salah.
Kebenaran harus mengalahkan kesalahan dengan cara menebarkan teror dan kekerasan. Jadi, sebagai sebuah paham, terorisme tidak hanya memedomani klaim kebenaran (truth claim), tetapi juga membenarkan kekerasan sebagai jalan untuk merenggut kebenaran.
Menurut Khaled Abou el-Fadl dalam The Great Theft: Wrestling Islam from the Extremists, para teroris mempunyai ideologi yang aneh dalam tradisi keagamaan, karena mereka bukan hanya sekadar memedomani fundamen keagamaan sebagai basis ideologi, tetapi juga menempatkan agama sebagai elan kekerasan.
Mereka telah menjadikan agama sebagai elan ekstremisme, berbeda dengan paham yang dianut mayoritas umat yang moderat.
Sebagai paham yang unik, bahkan aneh, terorisme sebenarnya selalu dianut sebagian kecil masyarakat. Tidak banyak orang yang mau mendedikasikan dirinya untuk terjun dalam medan terorisme, karena sifatnya yang menyimpang dari paham mayoritas.
Tetapi sebagai sebuah paham, dalam sejarah peradaban manusia, terorisme selalu hadir. Agama-agama samawi merupakan agama-agama yang mempunyai pengalaman dalam melancarkan terorisme.
Kedua, jaringan yang mewadahi paham terorisme. Sebagai sebuah paham yang menyimpang dari mayoritas, jaringan merupakan sebuah keniscayaan dalam mematangkan dan melancarkan aksi terorisme.
Adanya jaringan membuktikan bahwa terorisme membutuhkan sebuah perekrutan, edukasi, koordinasi, dan konsolidasi. Oleh sebab itu, aksi terorisme di Tanah Air diprakarsai Jemaah Islamiyah yang mempunyai hubungan langsung dengan Jaringan Al-Qaeda, Osama bin Laden.
Dalam perjalanannya, jaringan terorisme di Tanah Air beranak-pinak dalam berbagai jaringan yang dari tahun ke tahun bukannya menyusut, tetapi justru bertambah.
Jaringan yang populer dalam setahun terakhir ini adalah jaringan Cirebon. Pihak kepolisian mengidentifikasi jaringan tersebut selepas meletusnya bom bunuh diri di masjid kompleks kepolisian Cirebon. Bom yang meledak di Solo diduga kuat berasal dari jaringan Cirebon.
Ketiga, aksi terorisme. Sebagai sebuah tindakan yang mematikan, terorisme dilakukan dalam sebuah aksi yang matang dan terencana. Hal tersebut menggambarkan betapa terorisme dilakukan dalam sebuah aksi yang sudah melalui proses matang.
Tidak hanya itu, mereka yang melakukan aksi terorisme adalah orang-orang yang memang mempunyai kesiapan secara lahir dan batin untuk melaksanakannya.
Remaja
Jika dicermati dengan baik, mereka yang berani melakukan aksi terorisme bukan pemimpinnya, tetapi justru orang-orang yang baru direkrut. Hatta di Jaringan Al-Qaeda sekalipun, Osama bin Laden bukan meninggal dunia karena melakukan aksi bom bunuh diri, tetapi karena sebuah operasi militer AS.
Di negeri ini pun demikian, mereka yang melakukan aksi bunuh diri adalah para remaja yang tidak mempunyai pemahaman yang sempurna tentang agama, berpsikologi tertutup, serta teralienasi secara sosial-ekonomi dan sosial politik.
Ketiga parameter di atas dapat menjelaskan betapa terorisme merupakan ancaman yang serius di negeri ini.
Karena ketiga-tiganya tumbuh subur, sementara pemerintah tidak mempunyai keseriusan untuk melakukan langkah-langkah pencegahan, baik melalui penindakan hukum maupun deradikalisasi. Pemerintah kerap kali berdalih "kecolongan". Padahal yang terjadi sebenarnya adalah pembiaran.
Sebenarnya untuk memotong mata rantai terorisme, yang perlu dilakukan yaitu memastikan bahwa publik tidak mudah tergiur dengan "janji-janji surgawi" para gembong teroris. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 2005 sudah mengeluarkan fatwa bahwa bom bunuh diri adalah haram.
Sayangnya, fatwa tersebut tidak tersosialisasi dengan baik ke tengah-tengah masyarakat. Bahkan, fatwa yang populer justru tentang haramnya pluralisme, sekularisme, liberalisme, dan Ahmadiyah.
Akibatnya, publik mudah terkecoh dengan ideologi teroris yang memang lebih dekat dengan fatwa yang terakhir, daripada fatwa tentang haramnya bom bunuh diri.
Fatwa haram bunuh diri sejatinya harus masuk ke sekolah dasar, pesantren, perguruan tinggi, masjid, musala, dan tempat-tempat umum agar siapa pun tidak mudah tergiur dengan janji-janji palsu para teroris.
Pemerintah dan masyarakat sipil harus memastikan bahwa ideologi terorisme dapat dicegah dengan paham yang moderat dan membawa rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil 'alamin).
Di samping itu, pemerintah harus bergerak cepat untuk menindak tegas jaringan terorisme. Selama ini pemerintah mencari orang yang diduga terlibat dalam terorisme, tetapi jaringannya dibiarkan melenggang kangkung.
Padahal, yang perlu diperhatikan adalah jaringan yang berhasil merekrut calon-calon pengantin yang siap melakukan aksi bom bunuh diri.
Terakhir, cara terbaik untuk memberantas terorisme di negeri dengan cara melibatkan publik dalam meningkatkan kewaspadaan, sembari meningkatkan wawasan kebangsaan.
Apalagi di tengah lemahnya pemerintah dalam mengelola negeri ini, satu-satunya harapan yang bisa digantungkan di langit yaitu partisipasi masyarakat untuk melawan "republik terorisme" yang makin meresahkan publik.
*Penulis adalah Intelektual Muda Nahdlatul Ulama dan Ketua Moderate Muslim Society (MMS).
[Non-text portions of this message have been removed]
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment