بسم الله الرحمن
الرحيم
Gejolak unjuk rasa atau
demonstrasi yang saat ini sedang marak, mengundang komentar banyak
pengamat. Sebagian mereka mengatakan : "Aksi unjuk rasa ini dipelopori
oleh oknum-oknum tertentu."
Adapula yang berkomentar : "Tidak
mungkin adanya gejolak kesemangatan untuk aksi kecuali ada yang memicu
atau ngompori." Sedangkan yang lain berkata : "Demonstrasi ini adalah
ungkapan hati nurani rakyat."
Demikian komentar para pengamat
tentang demonstrasi yang terjadi di hampir semua universitas di
Indonesia. Sebagian mereka menentangnya dan menganggap para mahasiswa
itu ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu. Sebagian lain justru
mendukung mati-matian dan menganggapnya sebagai jihad.
Namun
dalam tulisan ini kita tidak menilai mana pendapat pengamat yang benar
dan mana yang salah. Tetapi kita berbicara dari sisi apakah demonstrasi
ini bisa digunakan sebagai sarana/alat dakwah kepada pemerintah atau
tidak? Atau apakah tindakan ini bisa dikatakan sebagai jihad[1]?
DEMONSTRASI PERTAMA DALAM SEJARAH ISLAM
Kasus
terbunuhnya Utsman bin Affan radliyallahu 'anhu dan timbulnya
pemikiran Khawarij sangat erat hubungannya dengan demonstrasi.
Kronologis kisah terbunuhnya Utsman radliyallahu 'anhu adalah berawal
dari isu-isu tentang kejelekan Khalifah Utsman yang disebarkan oleh
Abdullah bin Saba' di kalangan kaum Muslimin.
Abdullah bin Saba'
adalah seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam[2]. Sedangkan kita
telah maklum bagaimana karakter Yahudi itu karena Allah telah berfirman
:
"Niscaya engkau akan dapati orang yang paling memusuhi
(murka) kepada orang-orang yang beriman adalah orang-orang Yahudi dan
orang-orang musyrikin." (Al Maidah : 82)
Permusuhan kaum Yahudi
terlihat sejak berkembangnya Islam, seperti mengkhianati janji mereka
terhadap Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, merendahkan kaum
Muslimin, mencerca ajaran Islam, dan banyak lagi (makar-makar busuk
mereka). Setelah Islam kuat, tersingkirlah mereka dari Madinah. (Lihat
Sirah Ibnu Hisyam juz 3 halaman 191 dan 199)
Pada zaman Abu
Bakar dan Umar radliyallahu 'anhuma, suara orang-orang Yahudi nyaris
hilang. Bahkan Umar mengusir mereka dari Jazirah Arab sebagai realisasi
perintah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang pernah bersabda
:
"Sungguh akan aku keluarkan orang-orang Yahudi dan Nashara
dari Jazirah Arab sampai aku tidak sisakan padanya kecuali orang
Muslim." Juga Ucapan beliau : "Keluarkanlah orang-orang musyrikin dari
Jazirah Arab." (HR. Bukhari)
Di tahun-tahun terakhir
kekhalifahan Utsman radliyallahu 'anhu di saat kondisi masyarakat mulai
heterogen, banyak muallaf dan orang awam yang tidak mendalam
keimanannya, mulailah orang-orang Yahudi mengambil kesempatan untuk
mengobarkan fitnah.
Mereka berpenampilan sebagai Muslim dan di
antara mereka adalah Abdullah bin Saba' yang dijuluki Ibnu Sauda. Orang
yang berasal dari Shan'a ini menebarkan benih-benih fitnah di kalangan
kaum Muslimin agar mereka iri dan benci kepada Utsman radliyallahu
'anhu.
Sedangkan inti dari apa yang dia bawa adalah
pemikiran-pemikiran pribadinya yang bernafaskan Yahudi. Contohnya
adalah qiyas-nya yang bathil tentang kewalian Ali radliyallahu 'anhu.
Dia berkata : "Sesungguhnya telah ada seribu Nabi dan setiap Nabi
mempunyai wali. Sedangkan Ali walinya Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam." Kemudian dia berkata lagi : "Muhammad adalah penutup para Nabi
sedangkan Ali adalah penutup para wali."
Tatkala tertanam
pemikiran ini dalam jiwa para pengikutnya, mulailah dia menerapkan
tujuan pokoknya yaitu melakukan pemberontakan terhadap kekhalifahan
Utsman bin Affan radliyallahu 'anhu. Maka dia melontarkan pernyataan
pada masyarakat yang bunyinya : "Siapa yang lebih dhalim daripada orang
yang tidak pantas mendapatkan wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam (kewalian Rasul), kemudian dia melampaui wali Rasulullah (yaitu
Ali) dan merampas urusan umat (pemerintahan)!" Setelah itu dia berkata
: "Sesungguhnya Utsman mengambil kewalian (pemerintahan)!" Setelah itu
dia berkata : "Sesungguhnya Utsman mengambil kewalian (pemerintahan)
yang bukan haknya, sedang wali Rasulullah ini (Ali) ada (di kalangan
kalian). Maka bangkitlah kalian dan bergeraklah. Mulailah untuk
mencerca pejabat kalian tampakkan amar ma'ruf nahi munkar. Niscaya
manusia serentak mendukung dan ajaklah mereka kepada perkara ini."
(Tarikh Ar Rasul juz 4 halaman 340 karya Ath Thabary melalui Mawaqif)
Amar
ma'ruf nahi mungkar ala Saba'iyah ini sama modelnya dengan amar ma'ruf
menurut Khawarij yakni keluar dari pemerintahan dan memberontak,
memperingatkan kesalahan aparat pemerintahan di atas mimbar-mimbar,
forum-forum, dan demonstasi-demonstasi yang semua ini mengakibatkan
timbulnya fitnah.
Masalah pun bukan semakin reda, bahkan tambah
menyala-nyala. Fakta sejarah telah membuktikan hal ini. Amar ma'ruf
nahi mungkar ala Saba'iyah dan Khawarij ini mengakibatkan terbunuhnya
Khalifah Utsman bin Affan radliyallahu 'anhu, peperangan sesama kaum
Muslimin, dan terbukanya pintu fitnah dari zaman Khalifah Utsman sampai
zaman kekhalifahan 'Ali bin Abi Thalib radliyallahu 'anhu. (Tahqiq
Mawaqif Ash Shahabati fil Fitnati min Riwayat Al Imam Ath Thabari wal
Muhadditsin juz 2 halaman 342)
Sebenarnya amar ma'ruf nahi
mungkar yang mereka gembar-gemborkan hanyalah sebagai label dan tameng
belaka. Buktinya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda
kepada Utsman :
"Hai Utsman, nanti sepeninggalku Allah akan
memakaikan pakaian padamu. Jika orang-orang ingin mencelakakanmu pada
waktu malam --dalam riwayat lain :-- Orang-orang munafik ingin
melepaskannya, maka jangan engkau lepaskan. Beliau mengucapkannya tiga
kali." (HR. Ahmad dalam Musnad-nya juz 6 halaman 75 dan At Tirmidzi
dalam Sunan-nya dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih
Sunan At Tirmidzi 3/210 nomor 2923)
Syaikh Muhammad Amhazurn
berkomentar : "Hadits ini menunjukkan dengan jelas bahwa orang Khawarij
tidaklah menuntut keadilan dan kebenaran akan tetapi mereka adalah kaum
yang dihinggapi penyakit nifaq sehingga mereka bersembunyi dibalik
tabir syiar perdamaian dan amar ma'ruf nahi mungkar.
Tidak
diketahui di satu jamanpun adanya suatu jamaah atau kelompok yang lebih
berbahaya bagi agama Islam dan kaum Muslimin daripada orang-orang
munafik." (Tahqiq Mawaqif Ash Shahabati juz 1 halaman 476)
Inilah hakikat amar ma'ruf nahi mungkar kaum Saba'iyah dan Khawarij. Alangkah serupanya kejadian dulu dan sekarang?!
Di
jaman ini ternyata ada Khawarij Gaya Baru yaitu orang-orang yang
mempunyai pemikiran Khawarij. Mereka menjadikan demonstrasi, unjuk
rasa, dan sebagainya sebagai alat dan metode dakwah serta jihad. Di
antara tokoh-tokoh mereka adalah Abdurrahman Abdul Khaliq yang
mengatakan (Al Fushul minas Siyasah Asy Syar'iyyah halaman 31-32) :
"Termasuk metode atau cara Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam
berdakwah adalah demonstrasi atau unjuk rasa."
Sebelum kita
membongkar kebathilan ucapan ini dan kesesatan manhaj Khawarij dalam
beramar ma'ruf nahi mungkar kepada pemerintahan, marilah kita pelajari
manhaj Salafus Shalih dalam perkara ini.
MANHAJ SALAFUS SHALIH BERAMAR MA'RUF NAHI MUNGKAR KEPADA PEMERINTAH
Allah
adalah Dzat Yang Maha Adil. Dia akan memberikan kepada orang-orang
yang beriman seorang pemimin yang arif dan bijaksana. Sebaliknya Dia
akan menjadikan bagi rakyat yang durhaka seorang pemimpin yang dhalim.
Maka
jika terjadi pada suatu masyarakat seorang pemimpin yang dhalim,
sesungguhnya kedhaliman tersebut dimulai dari rakyatnya. Meskipun
demikian apabila rakyat dipimpin oleh seorang penguasa yang melakukan
kemaksiatan dan penyelisihan (terhadap syariat) yang tidak
mengakibatkan dia kufur dan keluar dari Islam maka tetap wajib bagi
rakyat untuk menasihati dengan cara yang sesuai dengan syariat.
Bukan
dengan ucapan yang kasar lalu dilontarkan di tempat-tempat umum
apalagi menyebarkan dan membuka aib pemerintah yang semua ini dapat
menimbulkan fitnah yang lebih besar lagi dari permasalahan yang mereka
tuntut.
Adapun dasar memberikan nasihat kepada pemerintah dengan
sembunyi-sembunyi adalah hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam :
"Barangsiapa yang hendak menasihati pemerintah dengan
suatu perkara maka janganlah ia tampakkan di khalayak ramai. Akan
tetapi hendaklah ia mengambil tangan penguasa (raja) dengan empat mata.
Jika ia menerima maka itu (yang diinginkan) dan kalau tidak, maka
sungguh ia telah menyampaikan nasihat kepadanya. Dosa bagi dia dan
pahala baginya (orang yang menasihati)."
Hadits ini dikeluarkan
oleh Imam Ahmad, Al Khaitsami dalam Al Majma' 5/229, Ibnu Abi Ashim
dalam As Sunnah 2/522, Abu Nu'aim dalam Ma'rifatus Shahabah 2/121.
Riwayat ini banyak yang mendukungnya sehingga hadits ini kedudukannya
shahih bukan hasan apalagi dlaif sebagaimana sebagian ulama
mengatakannya. Demikian keterangan Syaikh Abdullah bin Barjas bin Nashir
Ali Abdul Karim (lihat Muamalatul Hukam fi Dlauil Kitab Was Sunnah
halaman 54).
Dan Syaikh Al Albani menshahihkannya dalam Dzilalul
Jannah fi Takhriji Sunnah 2/521-522. Hadits ini adalah pokok dasar
dalam menasihati pemerintah. Orang yang menasihati jika sudah
melaksanakan cara ini maka dia telah berlepas diri (dari dosa) dan
pertanggungjawaban. Demikian dijelaskan oleh Syaikh Abdullah bin
Barjas.
Bertolak dari hadits yang agung ini, para ulama Salaf
berkata dan berbuat sesuai dengan kandungannya. Di antara mereka adalah
Imam As Syaukani yang berkata : "Bagi orang-orang yang hendak
menasihati imam (pemimpin) dalam beberapa masalah --lantaran pemimpin
itu telah berbuat salah-- seharusnya ia tidak menampakkan kata-kata
yang jelek di depan khalayak ramai.
Tetapi sebagaimana dalam
hadits di atas bahwa seorang tadi mengambil tangan imam dan berbicara
empat mata dengannya kemudian menasihatinya tanpa merendahkan penguasa
yang ditunjuk Allah. Kami telah menyebutkan pada awal kitab As Sair :
Bahwasanya tidak boleh memberontak terhadap pemimpin walaupun
kedhalimannya sampai puncak kedhaliman apapun, selama mereka menegakkan
shalat dan tidak terlihat kekufuran yang nyata dari mereka.
Hadits-hadits dalam masalah ini mutawatir.
Akan tetapi wajib
bagi makmur (rakyat) mentaati imam (pemimpin) dalam ketaatan kepada
Allah dan tidak mentaatinya dalam maksiat kepada Allah. Karena
sesungguhnya tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala." (As Sailul Jarar 4/556)
Imam
Tirmidzi membawakan sanadnya sampai ke Ziyad bin Kusaib Al Adawi.
Beliau berkata : "Aku di samping Abu Bakrah berada di bawah mimbar Ibnu
Amir. Sementara itu Ibnu Amir tengah berkhutbah dengan mengenakan
pakaian tipis. Maka Abu Bilal[3] berkata : "Lihatlah pemimpin kita, dia
memakai pakaian orang fasik."
Lantas Abu Bakrah berkata :
"Diam kamu! Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam bersabda : 'Barangsiapa yang menghina (merendahkan) penguasa
yang ditunjuk Allah di muka bumi maka Allah akan menghinakannya.' "
(Sunan At Tirmidzi nomor 2224)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin rahimahullah menjelaskan tata cara menasihati seorang pemimpin
sebagaimana yang dikatakan oleh Imam As Syaukani sampai pada
perkataannya : " … sesungguhnya menyelisihi pemimpin dalam perkara yang
bukan prinsip dalam agama dengan terang-terangan dan mengingkarinya di
perkumpulan-perkumpulan masjid, selebaran-selebaran, tempat-tempat
kajian, dan sebagainya, itu semua sama sekali bukan tata cara
menasihati. Oleh karena itu jangan engkau tertipu dengan orang yang
melakukannya walaupun timbul dari niat yang baik. Hal itu menyelisihi
cara Salafus Shalih yang harus diikuti. Semoga Allah memberi hidayah
padamu." (Maqasidul Islam halaman 395)
Diriwayatkan dari Usamah
bin Zaid bahwasanya beliau ditanya : "Mengapa engkau tidak menghadap
Utsman untuk menasihatinya?" Maka jawab beliau : "Apakah kalian
berpendapat semua nasihatku kepadanya harus diperdengarkan kepada
kalian? Demi Allah, sungguh aku telah menasihatinya hanya antara aku
dan dia. Dan aku tidak ingin menjadi orang pertama yang membuka pintu
(fitnah) ini." (HR. Bukhari 6/330 dan 13/48 Fathul Bari dan Muslim
dalam Shahih-nya 4/2290)
Syaikh Al Albani mengomentari riwayat
ini dengan ucapannya : "Yang beliau (Usamah bin Zaid) maksudkan adalah
(tidak melakukannya, pent.) terang-terangan di hadapan khalayak ramai
dalam mengingkari pemerintah. Karena pengingkaran terang-terangan bisa
berakibat yang sangat mengkhawatirkan. Sebagaimana pengingkaran secara
terang-terangan kepada Utsman mengakibatkan kematian beliau[4]."
Demikian
metode atau manhaj Salaf dalam amar ma'ruf nahi mungkar kepada
pemerintah atau orang yang mempunyai kekuasaan. Dengan demikian
batallah manhaj Khawarij yang mengatakan bahwa demonstrasi termasuk
cara untuk berdakwah sebagaimana yang dianggap oleh Abdurrahman Abdul
Khaliq.
Manhaj Khawarij ini menjadi salah satu sebab jeleknya
sifat orang-orang Khawarij. Sebagaimana dalam riwayat Said bin Jahm
beliau berkata : "Aku datang ke Abdullah bin Abu Aufa, beliau matanya
buta, maka aku ucapkan salam."
Beliau bertanya kepadaku : "Siapa
engkau?" "Said bin Jahman," jawabku. Beliau bertanya : "Kenapa ayahmu?"
Aku katakan : "Al Azariqah[5] telah membunuhnya." Beliau berkata :
"Semoga Allah melaknat Al Azariqah, semoga Allah melaknat Al Azariqah.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengatakan bahwa mereka
anjing-anjing neraka." Aku bertanya : "(Yang dilaknat sebagai
anjing-anjing neraka) Al Azariqah saja atau Khawarij semuanya?" Beliau
menjawab : "Ya, Khawarij semuanya." Aku katakan : "Tetapi sesungguhnya
pemerintah (telah) berbuat kedhaliman kepada rakyatnya." Maka beliau
mengambil tanganku dan memegangnya dengan sangat kuat, kemudian berkata
: "Celaka engkau wahai Ibnu Jahman, wajib atasmu berpegang dengan
sawadul a'dham, wajib atasmu untuk berpegang dengan sawadul a'dham.
Jika engkau ingin pemerintah mau mendengar nasehatmu maka datangilah
dan khabarkan apa yang engkau ketahui. Itu kalau dia menerima, kalau
tidak, tinggalkan! Sesungguhnya engkau tidak lebih tahu darinya." (HR.
Ahmad dalam Musnad-nya 4/383)
Dan masih banyak lagi
hadits-hadits mengenai celaan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
terhadap orang-orang Khawarij sebagai anjing-anjing neraka karena
perbuatan mereka sebagaimana telah dijelaskan.
Oleh karena itu,
bagi seorang Muslim yang masih mempunyai akal sehat, tidak mungkin dia
akan rela dirinya terjatuh pada jurang kenistaan seperti yang
digambarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (sebagai
anjing-anjing neraka). Maka wajib bagi kita apabila hendak menasehati
pemerintah, hendaklah dengan metode Salaf yang jelas menghasilkan
akibat yang lebih baik dan tidak menimbulkan bentrokan fisik antara
rakyat (demonstran) dengan aparat pemerintah yang akhirnya membawa
kerugian di kedua belah pihak atau munculnya tindak anarki.
DEMONSTRASI ATAU UNJUK RASA MERUPAKAN BENTUK TASYABUH (MENYERUPAI) ORANG-ORANG KAFIR
Sangat
disayangkan, para demonstran ini mayoritas mereka adalah
aktivis-aktivis Islam. Tetapi mengapa mereka melakukan hal ini? Mana
ciri Islam mereka? Atas dasar apa melakukan hal hal itu? Apakah
berdasarkan dalil ataukah berlandaskan syubhat (kekaburan pemahaman)?
Mereka --mahasiswa/rakyat yang beragama Islam--- tidak sadar bahwa
mereka telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, junjungan mereka, yaitu larangan
menyerupai orang-orang kafir. Beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
mengabarkan : "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka mereka
termasuk kaum tersebut." Malah demonstrasi ini termasuk bentuk tasyabuh
terhadap orang kafir. Telah diterangkan oleh Syaikh Al Albani
hafidhahullah tatkala seorang penanya menyampaikan pertanyaan kepada
beliau yang lengkapnya demikian :
Penanya : "Apa hukumnya demonstrasi/unjuk rasa, misalnya para remaja, laki-laki maupun perempuan keluar ke jalan-jalan?"
Syaikh : "Para perempuan juga?"
Penanya : "Benar. Sungguh ini telah terjadi!"
Syaikh : "Masya Allah."
Penanya
: "Mereka keluar ke jalan-jalan dalam rangka menentang sebagian
permasalahan yang dituntut atau diperintahkan oleh orang yang mereka
anggap taghut-taghut, atau apa yang mereka tuntut dari
organisasi/partai-partai politik yang bertentangan dengan mereka. Apa
hukumnya perbuatan ini?"
Syaikh : [ Aku katakan --wabillahi
taufiq--, jawaban dari soal ini termasuk pada kaidah dalam sabda
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang dikeluarkan oleh Abu
Dawud di dalam Sunan-nya dari Abdullah bin 'Amr bin 'Ash radliyallahu
'anhu atau hadits Ibnu Umar radliyallahu 'anhu --saya ragu apakah
beliau Abdullah bin 'Amr atau Ibnu Umar-- ia berkata : "Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : "Aku diutus dengan pedang dekat
sebelum hari kiamat sampai hingga hanya Allah-lah yang disembah, tidak
ada sekutu baginya. Dan Allah menjadikan rizqiku di bawah naungan
tombak, dijadikan kerendahan dan kekerdilan atas orang yang menyelisihi
pemerintah. Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk
kaum mereka." Yang dijadikan dalil dari ucapan beliau Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam ini adalah perkataan : "Barangsiapa menyerupai suatu
kaum maka dia termasuk kaum mereka."
Maka tasyabuh (penyerupaan)
seorang Muslim kepada seorang kafir tidak dibolehkan dalam Islam.
Tasyabuh kepada seorang kafir ada beberapa tingkatan dari segi hukum.
Yang tertinggi adalah haram dan yang terendah adalah makruh.
Permasalahan ini sudah diterangkan secara rinci oleh Syaikhul Islam di
dalam kitabnya yang agung, Iqtidla' Shirathal Mustaqim Mukhalafata
Ashabil Jahim secara rinci dan tidak akan didapat selain dari beliau
rahimahullah. Aku ingin memperingatkan perkara yang lain, yang
sepantasnya bagi Thalabul Ilmi memperhatikannya agar tidak menyangka
bahwa hanya tasyabuh saja yang dilarang syariat.
Ada perkara
lain --yang lebih tersamar-- yaitu perintah untuk menyelisihi
orang-orang kafir. Tasyabuh kepada orang-orang kafir adalah menjalankan
kesukaan mereka. Adapun menyelisihi orang-orang kafir adalah engkau
bermaksud menyelisihi mereka pada apa yang kita dan mereka
mengerjakannya tetapi mereka tidak merubahnya. Seperti sesuatu yang
ditetapkan dengan ketetapan alami yang tidak berbeda antara Muslim
dengan kafir, karena sesungguhnya pada ketetapan ini, tidak ada usaha
dan kehendak dari makhluk. Karena yang demikian adalah sunnatullah
tabarak wa ta'ala kepada manusia dan engkau tidak akan mendapati
sunnatullah itu berubah. Sebagaimana telah shahih dari Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam : "Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak
menyemir rambut-rambut mereka maka selisihilah mereka (2X)." Sungguh
dalam hal ini seorang Mukmin mungkin menyerupai orang kafir dalam hal
uban. Dan ini tidak ada perbedaannya. Engkau tidak akan menemukan
seorang Muslim yang tidak beruban kecuali sangat sedikit sekali. Ada
kesamaan di sini pada penampilan antara Muslim dan kafir yang sama-sama
keduanya tidak bisa memiliki/mengatur sebagaimana yang kami katakan
tadi. Maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memerintahkan kita
untuk menyelisihi kaum musyrikin, yakni dengan menyemir uban
rambut-rambut kita. Sama saja rambut jenggot atau kepala. Untuk apa?
Agar dengan ini tampak perbedaan antara Muslim dan kafir. Maka apa
tujuannya kalau apabila seorang kafir mengerjakan suatu amalan lalu
seorang Muslim ikut melakukannya dan terpengaruh dengan
perbuatan-perbuatan mereka? Ini kesalahan yang lebih parah daripada
menyelisihi. Dalam masalah ini, aku memperingatkannya sebelum memasuki
bahasan dalam menerangkan pertanyaan yang ditujukan padaku.
Jika
telah diketahui perbedaan antara tasyabuh dengan penyelisihan maka
seorang Muslim yang benar keislamannya hendaknya terus menerus berusaha
menjauhi bertasyabuh dengan orang kafir.
Sebaliknya harus
berusaha menyelisihi mereka. Dengan alasan inilah kami menyunnahkan
(membiasakan) meletakkan jam tangan di tangan kanan karena mereka yang
pertama kali membuat jam tangan memakainya di tangan kiri.
Kami
mengambil istinbath demikian berdasar ucapan Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam : "Maka selisihilah mereka." Kalian mengetahui hadits
ini : "Bahwa Yahudi dan Nashara tidak menyemir rambut mereka maka
selisihilah mereka." Sebagaimana yang diucapkan Syaikhul Islam dalam
kitab tersebut (Iqtidla). Ucapan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam : "Maka selisihilah mereka," merupakan hujjah yang
mengisyaratkan penyelisihan terhadap orang-orang kafir sebagaimana yang
dikehendaki oleh As Sami'ul 'Alim (Allah Subhanahu wa Ta'ala) dan
direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu,
kami mendapati praktek penyelisihan dalam amalan dan hukum-hukum bukan
termasuk wajib. Seperti makan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
atau : "Shalatlah kalian di atas sandal-sandal kalian." "Selisihilah
Yahudi (2X)." Di sini diketahui bahwasanya shalat memakai sandal bukan
fardlu. Beda dengan memanjangkan jenggot, karena orang yang mencukurnya
akan mendapat dosa.
Adapun shalat dengan bersandal itu adalah
perkara yang sunnah (mustahab). Namun apabila seorang Muslim terus
menerus tidak memakai sandal ketika shalat justru telah menyelisihi
sunnah dan bukan menyelisihi Yahudi.
Ada suatu hal yang perlu
diperhatikan di sini sebagaimana dalam riwayat sikap tawadlu Ibnu Mas'ud
ketika beliau mempersilakan Abu Musa Al Asy'ari mengimami shalat waktu
itu. Padahal kedudukan Ibnu Mas'ud lebih utama dari Abu Musa
radliyallahu 'anhu. Pada waktu itu Abu Musa Al Asy'ari melepas
sandalnya dan segera ditegur dengan keras oleh Ibnu Mas'ud : "Bukankah
ini perbuatan orang-orang Yahudi? Apakah kau menganggap dirimu ada di
lembah Thursina yang disucikan?" Ucapan Ibnu Mas'ud ini menegaskan
sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : "Shalatlah di atas
sandal kalian dan selisihilah Yahudi!"
Apabila dua hakikat ini
telah dipahami yaitu (larangan) tasyabuh dan (perintah) menyelisihi
kaum musyrikin maka wajib bagi kita untuk menjauhi setiap perilaku
kesyirikan dan segala bentuk kekufuran.
Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam bersabda : "Sungguh kalian benar-benar akan mengikuti
jalan-jalan yang ditempuh oleh orang-orang sebelum kalian sejengkal
demi sejengkal, sehasta demi sehasta, bahkan kalaupun mereka menyusuri
atau masuk ke lubang biawak niscaya kalian pun akan memasukinya."
Berita
dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ini mengandung peringatan bagi
umat ini. Namun di samping itu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam juga mengatakan dalam hadits mutawatir : "Akan selalu ada dari
umatku suatu kelompok yang menampakkan Al Haq. Tidak membahayakan mereka
orang yang menyelisihi mereka sampai datang hari kiamat."
Jadi
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam itu telah memberikan khabar
gembira dalam hadits shahih ini bahwasanya umat ini terus dalam keadaan
baik. Tatkala datang berita ini, yaitu : "Sungguh kalian akan
mengikuti jalan-jalan sebelum kalian." Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam memaksudkan dalam hadits ini setiap individu dalam umatnya
akan mengikuti jalan orang-orang kafir.
Maka ucapan itu
bermakna peringatan artinya : "Hati-hati kalian, jangan mengikuti
sunnah orang-orang sebelum kalian. Dan sesungguhnya akan ada dari kalian
orang-orang yang melakukannya."
Dalam riwayat lain selain
riwayat As Shahihain, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
menggambarkan perbuatan orang Yahudi pada tingkat yang sangat parah.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda (dalam riwayat itu) :
"Bahkan ada dari mereka (Yahudi) orang yang mendatangi (menzinahi)
ibunya di tengah-tengah jalan dan niscaya akan ada pula dari kalian
yang akan melakukanya."
Kecenderungan pada jaman ini telah
membuktikan kebenaran Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tersebut
walaupun masih perlu adanya penelitian yang lebih mendalam.
Dan
pada sebagian hadits-hadits yang telah tsabit, Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam bersabda : "Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ada
di antara manusia bersetubuh seperti bersetubuhnya keledai di
jalan-jalan." Ini adalah puncak kejelekan tasyabuh terhadap orang-orang
kafir.
Apabila kalian telah mengetahui larangan bertasyabuh dan
perintah untuk menyelisihi (orang-orang kafir) maka kembali kepada
permasalahan demonstrasi (unjuk rasa), kita saksikan dengan mata kepala
sendiri saat Perancis menguasai Suriah dan apa yang terjadi di
Aljazair. Di sana terdapat kesesatan dan tasyabuh dengan turut sertanya
para wanita dalam demonstrasi.
Demikian itu merupakan
kesempurnaan tasyabuh terhadap orang kafir baik laki-laki atau
perempuan. Karena kita melihat melalui foto-foto, berita lewat radio,
dan televisi atau selainnya tentang keluarnya beribu-ribu manusia dari
kalangan orang-orang kafir Afrika maupun Syiria dan yang lainnya.
Menurut
ungkapan orang-orang Syam, keluarga laki-laki dan wanita dalam keadaan
"meleit temkit". Meleit temkit maksudnya mereka berdesakan antara
punggung dengan punggung, atau pinggul dengan pinggul, dan lain-lain.
Saya katakan dari segi yang lain (yang berhubungan dengan demonstrasi) :
Bahwasanya demonstrasi ini menunjukkan sikap taklid terhadap
orang-orang kafir dalam rangka menolak undang-undang yang ditetapkan
oleh hakim-hakim mereka.
Demonstrasi ala Eropa dengan sikap
taklidiyah (ikut-ikutan) dari kalangan kaum Muslimin bukan termasuk
cara yang syar'i untuk memperbaiki hukum dan keadaan masyarakat. Dari
sini setiap jamaah hizbiyah kelompok Islam jelas telah melakukan
kekeliruan besar karena tidak menelusuri jalan Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam di dalam merubah keadaan masyarakat. Tidak ada dalam aturan
Islam merubah keadaan masyarakat dengan cara bergerombol-gerombol,
berteriak-teriak, dan demonstrasi (unjuk rasa).
Islam
mengajarkan ketenangan dengan mengajarkan ilmu di kalangan kaum
Muslimin serta mendidik mereka di atas syariat Islam sampai berhasil
walaupun harus dengan waktu yang sangat panjang.
Dengan ini saya
katakan dengan ringkas, demonstrasi dan unjuk rasa yang terjadi di
sebagian negara Islam pada asalnya adalah penyimpangan dari jalan kaum
Mukminin[6] dan tasyabuh (menyerupai) golongan kafir. Sungguh Allah
telah berfirman (yang artinya) : "Barangsiapa yang menentang Rasul
setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang Mukmin, Kami biarkan dia berkuasa terhadap kesesatan yang
telah dikuasainya itu dan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahannam dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (An Nisa' : 115)
Penanya
: "Mereka --para demonstran-- berdalih dengan dalil Sirah (sejarah
Nabi) bahwasanya setelah Umar radliyallahu 'anhu masuk Islam, kaum
Muslimin (serentak) keluar.
Umar pada suatu barisan sedang
Hamzah di barisan lain. Maka mereka (yang pro demonstrasi) mengatakan
unjuk rasa ini untuk mengingkari taghut-taghut dan orang kafir Quraisy.
Bagaimanakah jawaban Anda dengan dalil semacam ini?"
Jawab :
Jawaban terhadap pendalilan semcam itu adalah : Berapa kali aksi
demonstrasi ini terjadi pada masyarakat Islam (dulu)? Hanya satu kali.
Padahal sirah termasuk sunnah yang diikuti, menurut ulama fiqih. Mereka
mengatakan kalau tsabit dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
suatu ibadah yang disyariatkan akan diberi pahala orang yang
melakukannya.
Dan dalam pelaksanaannya pun tidak boleh
terus-menerus tanpa putus karena dikhawatirkan menyerupai perkara wajib
dengan sebab lamanya waktu.
Kebanyakan manusia --menurut adat
mereka-- kalau ada salah satu Muslim meninggalkan sunnah seperti ini
niscaya akan diingkari dengan keras. Demikian menurut para ahli fiqih.
Maka bagaimana kalau ada suatu peristiwa yang sekilas terjadi pada
waktu tertentu seperti disebutkan di dalam sirah di atas kemudian
dijadikan sunnah yang diikuti bahkan dijadikan hujjah untuk mendukung
apa yang diperbuat oleh orang-orang kafir secara terus-menerus sedangkan
kaum Muslimin tidak secara mutlak melakukannya kecuali pada saat itu
saja[7].
Kita mengetahui kebanyakan pemerintahan mempunyai
hukum-hukum yang keluar dari Islam dan kadang-kadang manusia
dipenjarakan dengan dhalim dan melampaui batas, maka bagaimana sikap
kaum Muslimin dalam hal ini? Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
telah memerintahkan dalam hadits yang shahih wajibnya taat kepada
pemerintah walaupun dia mengambil hartamu dan memukul punggungmu. Namun
kenyataannya demonstrasi bukan ketaatan kepada pemerintah seperti yang
digariskan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
Inilah
yang aku khawatirkan tentang apa yang dinamakan "kebangkitan (shahwah)
suara kebenaran", bagaimana kita akan meridlainya? Bagaimana mungkin
suatu "kebangkitan (shahwah)" dengan perasaan, bukan dengan ilmu?
Padahal ilmu itulah yang menjadikan perkara itu dianggap baik atau
buruk.
Tidak diragukan lagi di Aljazair dan di setiap negara
Islam, shahwah ini lahir dari pemuda Muslim setelah mereka "bangun dari
tidur". Akan tetapi engkau akan melihat mereka berjalan di atas jalan
yang menunjukkan ketidakgigihan mereka dalam menuntut ilmu Allah 'Azza
wa Jalla.
Kita tidak memperpanjang pembahasan. Cukuplah kita
katakan pengambilan mereka terhadap dalil ini menunjukkan kebodohan
mereka terhadap fiqih Islam sebagaimana yang kami telah isyaratkan di
depan. Kejadian yang sesaat ini terbetik pada diri saya dan saya
teringat bahwa kejadian ini tercatat dalam sirah. Akan tetapi saya
belum bisa mendapati shahih atau tidaknya saat ini. Jika riwayat ini
shahih sanadnya maka dan ada salah seorang di antara kalian mendapati
riwayat ini pada kitab-kitab hadits standar, tolong ingatkan saya.
Sehingga saya bisa memeriksa barangkali riwayat tentang demonstrasi
dalam sirah tersebut shahih. Maka kalaupun shahih, hanya dilakukan
sekali saja. Jika terjadi hanya sekali saja, tentu tidak bisa dijadikan
sunnah. Apalagi bila demonstrasi saat ini lebih sering dilakukan oleh
orang-orang kafir yang seharusnya kaum Muslimin menyelisihinya.
Kejadian
ini dilakukan oleh orang-orang kafir kemudian kita mengikutinya. Ulama
Hanafiyah telah membuat pijakan di dalam masalah fiqhiyah bahwasanya
ada suatu masalah yang merupakan sunnah Muhammadiyah yang tidak
sepantasnya ditinggalkan, yaitu sunnah membaca surat Sajadah pada pagi
hari Jum'at (saat shalat Shubuh). Ini terdapat dalam Shahihain (Bukhari
dan Muslim). Walaupun demikian ulama Hanafiyah menganjurkan pada
imam-imam masjid agar sesekali meninggalkannya, dikhawatirkan apabila
terus menerus diamalkan di kalangan orang awam, akan menganggkat
hukumnya keluar dari hukum asalnya.
Kami mempunyai bukti yang
mendukung ketelitian dalam fiqih dan pemahaman terhadap sunnah ini.
Saya sangat ingat bahwasanya imam di masjid besar Damaskus, yaitu
masjid Bani Umayah, mengimami shalat shubuh di masjid tersebut dan dia
tidak membaca surat Sajadah.
Baru saja imam salam, tiba-tiba
mereka membentak dan mendatangi imam tersebut seraya berkata : "Kenapa
engkau tidak membaca surat Sajadah?" Kemudian dia menerangkan bahwa hal
itu adalah sunnah dan kadang-kadang dianjurkan untuk meninggalkannya.
Kejadian
ini terjadi karena imam masjid mengamalkan amalan tersebut secara
terus-menerus dan berlangsung lama. Dan saat itu ia tidak mengerjakan
amalan tersebut.
Lebih aneh lagi yang terjadi pada diri saya.
Pada suatu hari saya berada dalam perjalanan dari Damaskus kira-kira 60
km ke Madhaya. Maka aku hampir di pagi hari Jum'at untuk shalat
berjamaah bersama kaum Muslimin di sana. Tatkala itu imam tidak datang.
Maka mereka mencari pengganti imam yang cocok. Mereka tidak
mendapati pengganti kecuali saya. Pada waktu itu saya masih muda dan
jenggot saya baru tumbuh. Dalam keadaan bingung, mereka menyuruh saya
maju. Saya sebenarnya belum hafal surat Sajadah dengan baik maka aku
membaca surat Maryam. Aku membaca dua halaman awal. Tatkala aku takbir
untuk ruku maka aku merasakan semua makmum malah sujud. Ini menunjukkan
karena apa? Karena adat kebiasaan (yakni mereka sujud tilawah karena
kebiasaan dan bukan dengan ilmu, ed.).
Seyogyanya para imam
menjaga keadaan masyarakatnya agar tidak ghuluw (berlebihan) pada
sebagian hukum-hukum. Lalu memberi penjelasan bahwa masalah syariat,
wajib untuk diambil dengan tanpa sikap keterlaluan hingga mengangkat
derajat hukum sunnah menjadi wajib dan sebaliknya yang wajib menjadi
sunnah.
Semua ini adalah ifrath dan tafrith yang tidak
diperbolehkan. Inilah jawaban saya terhadap pendalilan (riwayat Umar di
atas) yang menunjukkan atas kebodohan orang yang mengambil dalil
dengannya. ] (Kaset Fatawa Jeddah nomor 89880, pagi Shubuh, hari Ahad,
27 Jumadil Akhir 1410 H)
BANTAHAN TERHADAP SYUBHAT ABDURRAHMAN ABDUL KHALIQ
Di
awal sudah saya singgung masalah manhaj Abdurrahman Abdul Khaliq
terhadap pemerintah Muslimin. Yaitu bolehnya memakai demonstrasi
sebagai alat dakwah dengan berdalil riwayat Umar radliyallahu 'anhu
yang dibawakan oleh seorang penanya di atas. Dan Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa beliau belum tahu shahih dan dlaifnya riwayat tersebut.
Syaikh Abdul Aziz bin Bazz telah membantah syubhat Abdurrahman Abdul
Khaliq dalam surat menyurat antara beliau dengan Abdurrahman Abdul
Khaliq. Kata Syaikh bin Bazz : "Engkau menyebutkan pada kitab Fushul
Minas Siyasah As Syar'iyyah halaman 31-32 bahwasanya termasuk dari
uslub (metode) dakwah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam adalah
demonstrasi. Aku belum pernah mengetahui nash yang sharih dalam masalah
ini. Maka aku mengharap faidah dari siapa kamu mengambil dan dari
kitab mana kamu dapatkan. Jika hal itu tidak ada sanadnya maka kamu
wajib untuk rujuk (kembali/bertaubat) dari hal itu. Karena aku tidak
tahu sama sekali nash-nash yang menunjukkan hal itu.
Dengan
menggunakan demonstrasi atau unjuk rasa justru mengakibatkan banyak
kerusakan. Jika nash (dalil) itu shahih maka kamu harus menerangkan
dengan jelas dan sempurna sehingga orang-orang yang membuat kerusakan
tidak berdalih dengannya dalam demonstrasi-demonstrasi mereka yang
bathil." (Tanbihat wa Ta'biqat halaman 41)
Jawaban Abdurrahman
Abdul Khaliq : "Adapun ucapanku pada kitab Al Fushul Minas Siyasah As
Syar'iyyah fi Da'wah Ilallah halaman 31-33 maka aku katakan : Aku telah
menyebutkan demonstrasi-demonstrasi yang digelar itu sebagai wasilah
(metode) Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam menampakkan
dakwah Islam, sebagaimana telah diriwayatkan bahwa setelah masuk
Islamnya Umar radliyallahu 'anhu, kaum Muslimin keluar karena perintah
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pada dua shaf (barisan) dalam
rangka menampakkan kekuatan.
Dalam satu barisan terdapat Hamzah
radliyallahu 'anhu, sedang barisan yang lain ada Umar bin Al Khattab
radliyallahu 'anhu beserta kaum Muslimin." (Kemudian Abdurrahman Abdul
Khaliq membawakan riwayat dengan sanad-sanad yang diriwayatkan oleh Abu
Nu'aim di dalam Al Hilyah 1/40 dengan sanad sampai ke Ibnu Abbas
radliyallahu 'anhu, Ibnu Abi Syaibah dalam As Shahabah 2/512, dan di
dalam Tarikh-nya serta Al Bazar).
Kemudian dia (Abdurrahman
Abdul Khaliq) berkata : "Tetapi setelah kedatangan surat Anda (Syaikh
bin Bazz) aku dapatkan bahwa pusat (poros) sanad hadits ini atas Ishaq
bin Abdullah bin Abi Farwah, dia mungkarul hadits." Demikian pernyataan
Abdurrahman Abdul Khaliq.
Tapi anehnya setelah itu dia
mengatakan : "Aku berpandangan metode ini (demonstrasi) bisa untuk
dijadikan metode yang benar dalam mendorong/menganjurkan manusia dalam
shalat Jum'at dan jamaah … dalam rangka menampakkan banyaknya orang
Islam.
Demikian juga memamerkan tentara-tentara Islam bersamaan
dengan peralatan perang karena hal ini dapat menaklukan hati-hati
musuh dan menakuti musuh-musuh Allah serta meninggikan syariat Islam."
Demikian
cara Ahlul Bid'ah. Setelah ditanya atau dibantah dari sisi pendalilan
dan setelah ucapan atau perbuatannya diketahui tidak benar bahkan palsu
maka mereka tidak mau merujuk kepada dalil yang shahih dan manhaj yang
benar.
Bahkan dia berkelit : "Maksud saya demikian, maksud
saya demikian", "boleh saja hadits lemah --dalam hal ini palsu--
dijadikan i'tibar", dan berbagai silat lidah lainnya pun meluncur
tajam.
Maka saya katakan, setelah atsarnya diketahui mungkar
karena adanya rawi yang mungkarul hadits pada sanadnya, tentu saja
demonstrasi tidak bisa dijadikan hujjah dan tidak bisa dijadikan manhaj
amar ma'ruf nahi mungkar. Karena metode dakwah adalah tauqifiyah, yakni
harus sesuai dengan metode Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
dan para shahabatnya.
Jikalau kisah Umar itu shahih, maka
penjelasannya adalah sebagaimana yang telah diterangkan oleh Syaikh Al
Albani. Dengan telah diketahui atsarnya dlaif bahkan mungkar, maka
tidak bisa lagi dijadikan sebagai dalil bolehnya demonstrasi, sekalipun
niatnya baik, sebagaimana telah diterangkan oleh Syaikh bin Bazz di
atas. Wallahu A'lam.
KEMUNGKARAN-KEMUNGKARAN PADA ACARA UNJUK RASA
Di atas sudah diterangkan sebagian kemungkaran pada acara demo yaitu :
- Bentuk tasyabuh dengan orang-orang kafir.
-
Termasuk khuruj (menentang pemerintah) yang dilarang oleh Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam riwayat Muslim dan lain-lain.
(Lihat Nasehati)
- Menceritakan aib pemerintah di depan umum
dalam bentuk orasi-orasi yang ini pun dilarang oleh Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. (Lihat Nasehati)
- Ikhtilath (bercampurnya laki-laki dan perempuan) bahkan berdesak-desakan. (Lihat SALAFY rubrik Ahkam edisi 4 tahun pertama)
- Tindak anarkis yang seringkali timbul ke sana atau setelah demonstrasi dan orasi-orasi.
- Dan lain-lain.
SOLUSI DARI KRISIS
Pada
situasi sekarang, masalah yang timbul bukan saja terjadi akibat satu
aspek, misalnya ekonomi. Tetapi juga terkait pada aspek lainnya,
seperti sosial dan politik. Dan krisis ini tidak bisa sembuh total
manakala dibasmi dengan kebathilan.
Suatu negara yang dipimpin
oleh pemimpin yang dhalim yang di dalamnya ditaburi praktek-praktek
kolusi, korupsi, dan nepotisme merupakan buah dari tindakan rakyatnya
juga. Maka kalau rakyatnya baik, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan
menganugerahkan kepada mereka pemimpin yang arif dan bijaksana. Hal
ini sudah dibuktikan oleh junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam dan para Khulafaur Rasyidin. Situasi yang kacau balau
ini solusinya bukan dengan demonstrasi tetapi dengan amar ma'ruf nahi
mungkar dengan cara yang tepat dan benar. Kemudian menyebarkan ilmu
yang haq di kalangan umat agar muncul generasi-generasi yang berbekal
ilmu. Akhirnya diharapkan nanti setiap langkah yang mereka lakukan
diukur dengan ilmu syar'i yang haq. Dengan demikian akan musnahlah
virus kolusi, korupsi, dan virus-virus lainnya. Wallahu A'lam Bis
Shawab.
____________________
[1] Seperti pendapatnya Abdurrahman Abdul Khaliq dan konco-konconya.
[2] Orang yang bergabung dengannya disebut golongan (firqah) Saba'iyah.
[3] Mirdas bin Udayah adalah seorang Khawarij. Lihat Tahdzibul Kamal oleh Imam Al Mizzi 7/399.
[4] Mukhtashar Shahih Muslim, ta'liq Syaikh Al Albani nomor 335.
[5] Salah satu aliran dari aliran-aliran Khawarij.
[6] Shahabat, ed.
[7]
Ini bukti bahwa para shahabat, tabi'in, tabi'ut tabi'in dan seterusnya
tidak mengambil kejadian itu sebagai sunnah dalam rangka mengingkari
pemerintah. Penulis: Ustadz Zuhair Syarif Sumber: http://birosdm.metro.polri.web.id/info-personel/643-demonstrasi-bukan-metode-salafus-sholih
[Non-text portions of this message have been removed]
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment